Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PSK dan Gigolo Lebih Mulia daripada Kang Parkir Liar

12 Agustus 2024   03:21 Diperbarui: 12 Agustus 2024   04:13 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang keliling silet, jepitan rambut, gunting kuku dan sebagsinya(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

PSK dan Gigolo Lebih Mulia daripada Kang Parkir Liar

DUA ribu tidak membuat Anda miskin.

DIIIH... OGAH BANGET!

STOP NORMALISASI PUNGLI.

BERHENTI UNTUK MEMBERIKAN UANG KEPADA KANG PARKIR LIAR.

MEREKA ITU GEROMBOLAN HYENA. PEMAKAN BANGKAI YANG MAU DAPAT DUIT TAPI ENGGAN CAPEK KERJA.

SEMOGA PEMIMPIN BARU INDONESIA DAN JAKARTA MAMPU MELENYAPKAN PARA KANG PARKIR LIAR... AAMIIN!

*       *       *

MAAF, capslock jebol.

Sekali lagi maaf, artikel ini mengandung kata kasar.

Namun, ini fakta.

Sebagai bloger, saya berusaha menuangkan ide dan gagasan serta pengalaman sehari-hari dalam tulisan.

Baik dan buruk, ga masalah. Yang penting, fakta. Bukan dongeng.

Apalagi, terkait parkir liar. Maaf, ga ada bagusnya tentang mereka. (Mungkin ada, tapi dikit bingit. Cuma secuil alias ga ada seujung kuku)

Jadi, saya ga perlu juga nulis seperti biasa dengan memakai bumbu penyedap. Kang parkir liar itu parasit.

Saya berharap, Presiden Indonesia dan para gubernur, termasuk di Jakarta mampu memberantas mereka semua. Sekali lagi, semua kang parkir liar!

Lha, bukannya sebagai manusia, pasti berubah. Siapa tahu, kelak mereka jadi orang benar yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Ga mungkin.

Kang parkir liar itu tipikal manusia pemalas. Dan, malas itu ga ada obatnya. Apotek tutup, cyin...

Serius. Orang malas itu ga bisa diubah seperti yang saya tulis sebelumnya dalam artikel Polri Ultah ke-78, Maaf Mahkota Kalian Masih Transit di DC Cirebon (https://www.kompasiana.com/roelly87/667e035bed64154013424de2/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian-masih-transit-di-dc-cirebon)

Anda bisa meruntuhkan bukit atau gunung. Bisa mengeringkan air laut. Bisa membangun gedung tinggi yang megah.

Namun, mengubah orang malas jadi rajin itu merupakan perbuatan sia-sia. Sama seperti melukis di air.

Kang parkir liar kerjanya cuma berdiri. Modal peluit atau rompi. Itu juga kalo ada.

Bertebaran mulai dari depan mal elite, perkantoran, apartemen, minimarket, pasar, warkop, hingga warteg!

Ada motor atau mobil masuk, langsung dibunyikan pluit.

Ngatur kendaraan? Ga.

Pas kita mau keluar, dimintain uang.

Kalo ga kasih, mereka ngeluarin kalimat maha bijak, "Pak/bu, uang Rp 2.000 ga bikin Anda miskin."

Ha... Ha... Ha...

Ingin berkata kasar, tapi ya ga jadi karena blog ini dibaca semua umur!

Itu yang sering saya alami setiap harinya. Baik saat mengantar orderan sebagai ojek online (ojol) atau dalam keseharian.

Teranyar, Sabtu (20/7) saat mengambil orderan food di warung depan Rumah Sakit Mintohardjo, Bendungan Hilir, Tanah Abang.

Saya datang, tidak ada siapa-siapa.

Namun, ketika sudah memundurkan motor dan siap narik gas, dihampiri kang parkir liar dengan meminta Rp 2.000. Najis banget.

Saya ga mau bayar. Dan, sumpah demi Tuhan, selama ini ga pernah mau bayar.

Daripada kasih uang kepada kang parkir liar, lebih baik dimasukkan ke kotak amal atau kepada anak yatim piatu. Lebih bermanfaat.

Bahkan, selama ini saya rela salam olahraga ketimbang kasih kang parkir liar. Tua, muda, hantam duluan, baru bicara.

Percuma Tuhan mencipitakan dua tangan dan kaki kalau tidak dipergunakan sebagai mestinya.

Mungkin, di antara pembaca blog ini ada yang komentar sinis. Menganggap saya pelit.

Bodo amat.

Bagi saya, profesi kang parkir liar adalah manusia paling hina setelah pejabat koruptor.

Bahkan, saya bandingkan dengan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan Gigolo yang kerap dapat stigma negatif di mata masyarakat. Mereka jauh lebih mulia ketimbang kang parkir liar.

Kenapa?

Sebab, PSK dan Gigolo harus punya modal untuk bersolek. Membeli make up, pakaian yang bagus, pulsa, booking kamar, dan sebagainya.

Ada modal.

Di sisi lain, kang parkir liar cuma modal dengkul doang.

Tanah, jalanan, dan ruko yang mereka parkirkan, punya pemerintah atau swasta. Namun, seenaknya minta uang kepada setiap pengendara. Kurang ajar banget kan.

Bahkan, di media sosial, beredar kabar ada toko atau warung makanan tutup akibat sepi pembeli yang enggan datang karena selalu ditunggui kang parkir liar.

Beli gorengan 5 ribu, parkir 2 ribu. Zalim banget.

Biadab.

Semoga Tuhan melaknat mereka, para gerombolan kang parkir liar.

Btw, di antara kalian pembaca artikel ini pasti menilai saya kasar dan vulgar. Bahkan, ada yang simpati kepada kang parkir liar.

Yeileeeeee...

Situ oke?

Maaf, kalian sampah!

*       *       *

SEJAK pandemi, cari uang memang jauh lebih sulit. Saya paham.

Lowongan kerja cuma sedikit. Sementara, yang melamar bisa puluhan kali lipat.

Bahkan, yang kerja pun banyak yang di-PHK.

Di sisi lain, sekarang menjamur orang malas yang ingin instan dapat uang. Misalnya, jadi kang parkir liar, pak ogah, anggota ormas, dan lain-lain.

Modal minta-minta dapat duit. Cuih!

Kalo dibilang susah cari uang, noh lihat di jalanan banyak yang sudah renta dan keterbatasan fisik tapi masih semangat mencari nafkah. Baik itu jadi ojol, kopi keliling, sol sepatu, pedagang peniti, silet, kasur, kuli proyek, pelabuhan, dan sebagainya.

Mereka aja sanggup untuk usaha. Lha, ini kang parkir liar yang badannya masih gagah dan fisik lengkap tapi malas kerja.

Bisanya cuma meniup peluit atau bilang "terus" kalo ada kendaraan masuk. Sumpah, hina banget kalian!

Saya menulis ini karena sudah ga bisa lagi berharap kepada pemerintah untuk menertibkan gerombolan pemalas tersebut. Tentu, bukan karena pejabat kita ga punya kompetensi. Bukan itu.

Melainkan, karena gerombolan hyena pemakan bangkai seperti kang parkir liar, pak ogah, ormas, dll ini memang dipelihara negara.

Serius?

Yuppi...

Mereka ini merupakan ceruk mendulang suara dalam pemilihan umum. Termasuk, Pemilu 2024 lalu, khususnya pilpres.

Saya merupakan penggemar Prabowo Subianto yang sudah memilihnya sejak 2014 silam. Namun, saya juga tahu, kalo beliau memanfaatkan kang parkir liar, pak ogah, ormas, dan gerombolan pemakan bangkai lainnya untuk mengais suara.

Terbukti, Prabowo menang.

Ironis. Saya memilih tokoh seperti itu. He he he (Emot miris)

Namun, calon lainnya juga 11/12. Baik Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo pun identik menarik suara dari gerombolan pemakan bangkai.

Pun demikian pada Pilkada 2024 mendatang, termasuk Pilgub Jakarta. Para calon sudah mendekati ormas, kang parkir liar, pak ogah, dan gerombolan pemakan bangkai untuk berbondong-bondong ke TPS.

Mirisnya negeriku.

Mungkin, UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara" bisa sedikit dimodifikasi. Yaitu, "Ormas, Kang Parkir Liar, Pak Ogah, Orang-orang malas, dan Gerombolan Pemakan Bangkai lainnya dipelihara negara".

Indahnya, negeriku menatap Indonesia Emas 2045!

*       *       *

Tanpa maksud mendramatisasi, tapi bapak
ini sangat luar biasa. Salam hormat!
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Usia bukan halangan untuk berusahamencari nafkah(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Usia bukan halangan untuk berusahamencari nafkah(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Pedagang sekoteng yangsudah kepala tujuh (Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Pedagang sekoteng yangsudah kepala tujuh (Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Pedagang sekoteng yangsudah kepala tujuh (Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Pedagang sekoteng yangsudah kepala tujuh (Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

Ibu-ibu penjaul kopi keliling dengan jalan kaki(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Ibu-ibu penjaul kopi keliling dengan jalan kaki(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Bapak penjual kerupuk keliling mengandalkantongkatnya akibat keterbatasan fisik sebagai tuna netra tapi tetap berusaha(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Bapak penjual kerupuk keliling mengandalkantongkatnya akibat keterbatasan fisik sebagai tuna netra tapi tetap berusaha(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Pedagang keliling silet, jepitan rambut, gunting kuku dan sebagsinya(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Pedagang keliling silet, jepitan rambut, gunting kuku dan sebagsinya(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Pedagang kasur dengan isinya yang banyakdan lumayan berat berjalan kaki keliling(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Pedagang kasur dengan isinya yang banyakdan lumayan berat berjalan kaki keliling(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Penjual silet, tisu, dan aksesoris dengan berjalan kaki menyusuri Jakarta(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)
Penjual silet, tisu, dan aksesoris dengan berjalan kaki menyusuri Jakarta(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)

*       *       *

Disclaimer: Seluruh foto PAHLAWAN KELUARGA di artikel ini merupakan dokumentasi pribadi (@roelly87)

*       *       *

*       *       *

- Jakarta, 12 Agustus 2024

*       *       *

Artikel Terkait Gerombolan Pemakan Bangkai:

- https://www.kompasiana.com/roelly87/65fb6652c57afb34d16edc62/terima-kasih-orang-baik-3

- https://www.kompasiana.com/roelly87/660a7824de948f4be5083f32/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa-apa

- https://www.kompasiana.com/roelly87/667e035bed64154013424de2/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian-masih-transit-di-dc-cirebon

- https://www.kompasiana.com/roelly87/65322151c8351241ab7ce042/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing

- https://www.roelly87.com/2023/10/tentang-pedagang-asongan-di-simpang.html

-

-

- https://www.kompasiana.com/roelly87/55091051a33311f6432e3af3/ramadhan-ketika-sang-bos-konveksi-kepusingan-ditagih-thr-pemuda-kampung

- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f71562a3331100258b4893/mengusir-pak-ogah-solusi-atau-benci

-

...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun