Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Polri Ultah ke-78, Maaf Mahkota Kalian Masih Transit di DC Cirebon

28 Juni 2024   10:56 Diperbarui: 28 Juni 2024   10:57 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polri Ultah ke-78, Maaf Mahkota Kalian Masih Transit di DC Cirebon

DI kolong langit ini, ada lima hal yang sulit diubah. Bukan ga bisa, melainkan maha sukar.

Ini berkaitan dengan watak. Sudah saya tulis sebelumnya pada Desember lalu (https://www.kompasiana.com/roelly87/6578dc3a12d50f268d4ab542/prabowo-kembali-ke-setelan-pabrik).

Misalnya, pada novel Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga karya Chin Yung (Jin Yong). Dalam satu adegan, diceritakan perwakilan aliran kepercayaan dari Persia mengatakan kepada Ketua Partai Gobi (Emei).

Bahwa, ilmu silat memang dapat ditingkatkan dengan pelajaran dan latihan. Sungai dan gunung mudah ditaklukkan, tapi watak manusia susah diubah:

5. Kpopers

4. Pasangan yang bucin

3. Ego fan klub sepak bola

2. Megalomania pendukung capres

1. Pemalas (Contoh Pak Ogah, Kang Parkir Liar, Ormas, Menteri Korupsi, Anggota DPR tidur, dll)

Berdasarkan interaksi dan pengalaman sehari-hari, kelima jenis manusia tersebut sangat complicated. Bahkan, meski dimandikan dengan air kembang tujuh rupa dari lima benua pun, sulit.

Pada saat yang sama, di jalan raya ada tiga instansi yang menurut saya keberadaannya tidak berguna. Minimal, ada atau ga, tidak mengubah keadaan.

Bahkan, kehadirannya malah memperkeruh suasana. Itu meliputi:

3. Dishub

2. Satpol PP

1. Polisi

Nomor buncit, kerjaannya cuma mengangkut motor dan mobil rakyat jelata saja. Sementara, kendaraan pejabat atau yang terlihat mewah, ga berani. Pecundang!

Yang kedua, cuma mampu mengejar pedagang kaki lima saja. Pada saat yang sama, resto atau mal yang bangunannya melanggar jalan umum didiamkan. Termasuk, cuek dengan keberadaan pak ogah dan parkir liar. Sumpah, ga rela saya bayar pajak ke negara buat gaji Satpol PP seperti ini.

Polisi? Panjang banget. Akan saya uraikan di bawah ini.

Btw, apa korelasi antara tiga instansi ini dengan yang saya ulas pada paragraf awal.

Yupz, soal watak. Mereka ini sangat susah diminta untuk berubah lebih baik!

Baru gercep untuk bertindak jika sudah viral. Negara macam apa ini?

*       *       *

KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) genap berusia 78 tahun pada 1 Juli nanti. Segenap masyarakat, pengusaha, politisi, akademisi, tokoh agama, penguasa tambang, 9 naga, 5 gajah, 3 seblak, hingga pentolan ormas pun pada sibuk bersiap mengucapkan selamat untuk instansi yang bermarkas di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan ini.

Minimal, pada pasang spanduk: Selamat HUT Bhayangkara ke-78 disertai foto mereka berjabat tangan dengan pejabat tinggi Polri.

Meski, saya yakin mayoritas dari mereka memberi ucapan selamat dengan rasa terpaksa. Ha... Ha... Ha...!

Btw, sebagai bagian dari rakyat jelata yang hobi ngeblog, tentu saya ingin mengucapkan selamat untuk ultah ke-78 Polri lewat artikel ini. Serius?

Yongkru.

Saya teringat komentar Prof. Mahfud MD dua tahun lalu saat rapat di DPR, "Lebih baik 60 tahun dengan polisi jelek, dari pada semalam tanpa polisi. Semalam saja tidak ada polisi, besoknya negara hilang."

Ha... Ha... Ha... Miris, euy.

Tapi, ini fakta. Mau gimana lagi.

Saya bisa berharap suatu saat nanti, Dishub dan Satpol PP ditiadakan akibat keberadaannya nirguna. Namun, ga dengan Polri. Sebab, gimana pun, keberadaan polisi sangat dibutuhkan.

Meski, sejelek apa pun kinerja mereka. Sebab, saya pribadi sangat membutuhkan mereka.

Mulai dari permohonan SKCK untuk lamaran kerja atau buat SIM (https://www.roelly87.com/2021/04/bikin-sim-c-hanya-rp-155-ribu-ini.html).

Kita semua sayang, eh salah. Kita semua butuh polisi!

Lanjut, ya.

Eh... Bentar! Ada tukang bakso lewat. Padahal kan dini hari WIB ini saya ga lapar.

Waduh, tiba-tiba di seberang ada tukang somay. Lalu, tukang batagor, nasi goreng, seblak, cangcimen, dan banyak lagi yang datang pakai gerobak.

Ada apa ini?

Btw, kok di belakang dan samping celana mereka ada benda yang tak asing. Mirip handphone tapi beda.

HT...

Mereka ini pedagang beneran atau anggota kepol...

(Tulisan terputus)

*       *       *

SEBAGAI bloger, saya sudah banyak menulis artikel tentang polisi. Bahkan mencapai puluhan baik di blog pribadi, www.roelly87.com atau via Kompasiana (www.kompasiana.com/roelly87) dan di media sosial (facebook, twitter, instagram dengan username identik: @roelly87).

Artikelnya bervariasi. Ada yang baik dan buruk.

Memberi apresiasi atau kritik. Wajar.

Misalnya ini https://www.roelly87.com/2016/04/jakarta-metropolitan-police-expo-2016.html dan https://www.kompasiana.com/roelly87/552bbed46ea834027a8b45e1/pengalaman-sehari-di-mabes-polri.

Sebagai bloger, tentu saya berusaha untuk fair. Baik ya saya bilang baik. Kalo buruk ya saya katakan buruk. Sesederhana itu.

Bahkan, kritik saya pada 2013 lalu masih terpasang di fanpage facebook Divisi Humas Polri, berjudul Polisi Siap Dikritik (https://www.facebook.com/share/p/rAH6ZPbKH1Tuv1vo/?mibextid=oFDknk).

Bintang lima untuk admin FP epbi itu. Hingga kini, artikel tersebut masih utuh.

Langka banget sih momen ini. Jarang-jarang ada instansi yang mau dikritik dan bahkan tetap mencantumkan masukan masyarakat itu di laman resmi FB-nya.

Hanya, itu 11 tahun silam. Sekarang?

Bahkan, polisi justru mencari orang yang memviralkan anggotanya yang membunuh bocah di Sumatera Barat. Duh, gusti...

Btw, pak polisi yang terhormat, saya ingin tanya nih. Jika orang yang memviralkan itu sudah ketemu, mau kalian apakan ya?

Semoga orang tersebut baik-baik saja.

Seharusnya, justru polisi yang berterima kasih atas viralnya berita itu. Sebab, jadi tahu bahwa di level bawah, banyak anggota kalian yang brutal.

(Level elite aja, JENDERAL BINTANG DUA Ferdy Sambo membunuh di Komplek Polisi)

Insiden di Sumbar itu bukan yang pertama atau terakhir. Banyak lagi sebelumnya, saat ini, dan yang akan datang.

Jangan-jangan, setelah menulis artikel ini, saya juga bakal dicari pak polisi yang terhormat?

Ih... Takut!

Padahal, saya mau kasih kado untuk mereka yang merayakan HUT ke-78. Namun, bingkisan berupa mahkota itu masih tertahan di DC Cakung.

Eh, Cirebon deh. Secara, kasus pembunuhan Vina yang terjadi sejak 2016 silam belum terungkap!

Apalagi, jika mengantarkan kadonya ke Markas Besar Kepolisian Daerah (Mabes Polda) Metro Jaya, sesuai domisili saya di Jakarta, pun saya enggan. Sebab, parkirnya mahal banget.

Oktober lalu saya ke sana, harus mengeluarkan Rp 4.000. Padahal ga sampe lima menit. (Sumber: https://www.instagram.com/p/CySufvYSaeD/?igsh=OGdkdndhcnFudGJs).

Slogan 3M (melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat) cuma sebatas template. Gimana warganya mau lapor, baru mau masuk gedungnya aja udah mikir akibat tarif parkirnya mahal.

*       *       *

KRITIK tanpa solusi itu hanya omong kosong.

Pemerintah yang merupakan perwakilan negara, termasuk Polri harus mau menerima kritik. Secara, mereka digaji dari pajak yang dibayarkan seluruh rakyat Indonesia.

Di sisi lain, sebagai bagian dari masyarakat, saya wajib untuk memberi kritik. Tentu, masukan dan pendapat yang membangun. Alias, konstruktif.

Bukan malah destruktif. Alias, sekadar ujaran kebencian saja.

Sebagai bloger, tentu saya kerap menyuarakan kritik lewat tulisan atau unggahan di media sosial. Diterima atau tidak oleh pihak yang bersangkutan, itu cerita lain.

Toh, saya sadar diri, cuma sekadar remahan rangginang di kaleng biskuit lebaran. Sementara, instansi yang saya kritik berada di Menara Gading.

Misalnya, terkait proyek abadi Pantura (https://www.kompasiana.com/roelly87/54f76c86a33311a8368b47fc/nangkring-bareng-kemenpu-dan-sorotan-proyek-abadi-pantura?page=all#section2).

Juga terkait TNI sebagai Paswalyur alias Pasukan Pengawal Sayur (https://www.kompasiana.com/roelly87/550def16813311842cbc6125/di-usia-tni-ke-66-ini-semoga-tidak-ada-lagi-paswalyur-pasukan-pengawal-sayur).

Mendengar keluh dan kesah dari pegawai Bea Cukai (https://www.roelly87.com/2015/11/membongkar-rahasia-bea-cukai.html).

Terkait Kang Parkir Liar (https://www.kompasiana.com/roelly87/65fb6652c57afb34d16edc62/terima-kasih-orang-baik-3).

Soal Pak Ogah (https://www.kompasiana.com/roelly87/660a7824de948f4be5083f32/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa-apa).

Dishub yang pengecut (https://www.instagram.com/p/CnjGD8yS5oQ/?igsh=MWZ6b2dmZWg5OHlweQ==).

Ormas bangsat dan akamsi sok jagoan (https://www.kompasiana.com/roelly87/55091051a33311f6432e3af3/ramadhan-ketika-sang-bos-konveksi-kepusingan-ditagih-thr-pemuda-kampung).

Pengawalan yang dikutuk masyarakat akibat tet tot tet tot nguing nguing (https://www.roelly87.com/2023/04/lawan-arogansi-di-jalanan-jangan-pernah.html)

Dan, banyak lagi.

Sebenarnya masih banyak yang mau saya tuangkan di artikel ini. Apa daya, saya sadar. Bahwa, sampai mulut berbusa pun kita mengkritik, tetap saja polisi tidak akan berubah.

Eh, ga deh. Saya punya pengalaman positif dengan mereka.

Salah satunya sudah saya tulis 12 tahun silam, https://www.kompasiana.com/roelly87/550b8fb4a333119c1e2e3db8/tidak-semua-polisi-berperilaku-kurang-baik?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR1GNJ-WQhdbM2nOha-8455gfrgSa35hJjLZOYfIHShyznbbQEWSQfUcG40_aem_LTZKflEWQ3KNaLsrutQSXA (buset ini link-nya panjang banget :).

Bahkan, ini paling dalam. Sumpah, saya merinding saat dulu menulisnya.

Secara, judulnya aja keren banget: Polisi Menggugat (https://www.kompasiana.com/roelly87/550bb640a33311d81a2e39ce/polisi-menggugat?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR0Siq3aBY1NZozR4tOXyBhOonU0gbFNyoghkP42dq75odXQnKA8Hns1zyI_aem_gJ-tfScrBHvgw__2eCbZEQ).

*       *       *

TIADA perjamuan yang tak berakhir. Alias, artikel ini harus disudahi.

Di sisi lain, terkait citra polisi yang kian negatif, saya ingat pepatah. Selama gunung masih menghijau, jangan takut kehabisan kayu bakar.

Itu berarti, selama saya, Anda, kalian, dan kita semua rakyat Indonesia, yang saat ini masih bernafas, tentu memiliki asa bahwa kelak, polisi akan berubah jadi lebih baik.

Kapankah waktunya tiba?

Entahlah. Saya bukan cenayang.

Yang saya pahami, perubahan itu pasti. Cepat atau lambat, hanya soal waktu.

Termasuk, polisi. Mereka akan segera jadi lebih baik, JIKA:

- Menghentikan suap atau faktor orang dalam saat menerima calon siswa di Akpol

- Menghilangkan stigma ABS (Asal Bapak Senang) yang membuat penyelidikan kasus jadi berbelit-belit

- GRATISKAN PARKIR DI SETIAP KANTOR POLISI. Ini gimana rakyat kecil mau lapor, baru masuk gedung polisi aja udah dikenakan tarif parkir

- BERANTAS KANG PARKIR LIAR, PAK OGAH, ORMAS BANGSAT, DLL (Maaf, capslock jebol!)

- Edukasi anggota yang muda agar tidak larut dalam euforia medsos. Dikit-dikit bilang, "Gimana negara ini jika ditinggal kami libur 3 hari." Hello... Kalian polisi, bukan seleb!

- Gercep dalam menangani kasus tanpa pandang bulu. Bukan sekadar baru gerak kalo udah viral

- Blablabla

- Blablabla

- Blablabla (ngantuk nulisnya udah subuh, jadi kehapus sebagian)

- Terakhir... Ini yang paling gampang ditulis tapi mahasukar untuk dilaksanakan. Kalo kata game era dingdong 90-an ini Raja Tamat. Kapolri harus berani PUTUS DUA GENERASI. Alias, para jenderal yang memegang jabatan krusial harus kompeten. Jangan paksa Boomers untuk menangani kasus penting. Contoh nyata, di Kemenkominfo. Ya Tuhan, kementerian itu sungguh tak berguna. Menteri sebelumnya ditangkap akibat korupsi BTS. Eh, yang baru malah ga lebih baik hingga data negara bisa dijebol pihak luar.

Oke, cukup sekian kado berupa kritik dari saya untuk menyambut HUT Bhayangkara ke-78.

Saya berharap, saat tahun depan merayakan ultah ke-79, stigma negatif terkait polisi di masyarakat sudah berubah jadi positif.

Ga instan tentunya. Tapi, kalo ga dimulai sekarang, mau sampai kapan?***

*       *       *

- Jakarta, 28 Juni 2024

*       *       *

Referensi:

- https://www.kompas.tv/nasional/321248/mahfud-md-kutip-ibnu-taimiyah-lebih-baik-60-tahun-dengan-polisi-jelek-daripada-semalam-tanpa-polisi

- https://metro.tempo.co/read/1884734/kapolda-sumbar-mau-cari-orang-yang-viralkan-kasus-afif-maulana-kompolnas-jangan-disampaikan-ke-publik

- https://m.antaranews.com/berita/2973105/kapolri-jadikan-kritik-sebagai-obat-pahit-tapi-menyehatkan

- https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-7402420/temui-nenek-yang-dipungli-anggota-kasatpol-pp-pekanbaru-minta-maaf-ganti-uang

- https://megapolitan.kompas.com/read/2024/06/25/14332721/warga-kami-sudah-lapor-ke-dishub-terkait-pungli-di-jalan-samping-rptra

*       *       *

Artikel Terkait TNI-Polri dan Pemerintah

- Polri (Banyak banget, ada puluhan di www.roelly87.com dan www.kompasiana.com/roelly87)

- TNI (11/12 banyak)

- Pemerintah (13)

...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun