PEMILIHAN Umum (Pemilu) 2024 tinggal menghitung hari. Tepatnya, diselenggarakan 14 Februari mendatang untuk memilih calon anggota dewan (DPR, DPD, dan DPRD), serta presiden.
Ini merupakan pemilu kelima yang saya ikuti sejak kali pertama punya KTP. Sekaligus, yang ketiga beruntun untuk mencoblos sosok yang sama dalam pilpres.
Yaitu, Prabowo Subianto.
Ya, saya sudah memilih beliau pada pilpres 2014 dan 2019 lalu. Keduanya, kalah dari Joko Widodo (Jokowi).
Pada 2009, saya juga mencoblos Prabowo. Namun, saat itu doi sebagai wakil mendampingi Megawati Soekarnoputri. Kalah juga, dari incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sementara, pada 2004 yang merupakan pilpres langsung perdana di Tanah Air, calon presiden (capres) pilihan saya juga kalah. Kadang, jadi bingung.
Setiap sosok yang saya coblos, kok selalu keok. Rekornya dari 2004 hingga 2019, skor 0-4!
Namun, ya ga apa-apa. Ini negara demokrasi. Setiap warganya bebas menentukan hak dalam pilihan.
Termasuk bagi saya, kalah atau menang itu biasa. Namanya juga hidup, ga semua yang kita inginkan bisa terwujud.
Misalnya, dalam sepak bola. Saya merupakan penggemar Juventus sejak 1994.