Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kenapa Harus Menabung di Bank Syariah?

3 Mei 2016   16:01 Diperbarui: 3 Mei 2016   16:06 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

AIR bisa membuat perahu berlayar, tapi juga dapat menenggelamkannya. Demikian, adagium lawas yang masih saya ingat dan relevan hingga kini. Sikap skeptis saya mengenai bank syariah sirna ketika saya menghadiri Kompasiana Nangkring iB Perbankan Syariah di Muamalat Tower, Sabtu (5/3).

Ibaratnya panas setahun diguyur hujan sehari, mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan acara yang saya ikut dengan tema "Aku Cinta Keuangan Syariah". Maklum, ini kali pertama saya mengikuti acara bertema perbankan di Kompasiana, khususnya syariah. Sebelumnya, saya juga sempat menghadiri event bertema syariah pada sektor asuransi.

Kebetulan, dalam acara yang bertujuan untuk mendukung kampanye "Aku Cinta Keuangan Syariah" (AKCI) ini turut menampilkan pembicara yang kompeten di bidangnya. Yaitu, Setiawan Budi Utomo selaku Deputi Direktur Pengembangan dan Edukasi Perbankan Syariah OJK. Juga turut hadir Purnomo B. Soetadi (Pejabat Eksekutif Consumer Retail Banking Bank Muamalat) dan Iskandar Zulkarnaen (Asisten Manager Kompasiana).

Dalam diskusi yang berlangsung setengah hari itu, sukses membuka pandangan saya mengenai bank syariah. Bahwa, mengenai keuntungan nonbunga tidak sesempit yang saya kira pada awalnya. Apalagi, setelah Setiawan menjelaskan mengenai Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 tentang bunga bank (konvensional) dalam pandangan islam.

Ternyata, hukumnya haram karena terkait riba. Jujur, saya agak merinding juga mendengarnya. Meski bukan pribadi yang taat, namun saya paham mengenai halal, sunnah, mubah, makruh, dan tentunya haram. Dalam artian, jika makanan yang saya konsumsi setiap hari saja harus halal, masa', giliran menabung malah haram.

Lalu, bagaimana dengan sistem bagi hasil dalam bank syariah? Setelah menyimak lebih lanjut dalam acara tersebut disertai tambahan dari buku saku berjudul Produk dan Jasa Perbankan Syariah, Infografis Mengenal Lebih Dekat Bank Syariah, bertanya pada rekan yang sudah lebih dulu punya rekening bank syariah, dan mencari informasi di internet, akhirnya saya paham.

Dalam sistem bagi hasil itu, ada kemungkinan saya sebagai nasabah untuk mendapat untung atau rugi. Kenapa? Sebab, berdasrkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan atau kuntungan yang diperoleh nasbah pembiayaan. Namun, porsi pembagian bagi hasil yang disepekati bersama berlaku tetap sama hingga berakhirnya masa perjanjian.

Jadi, jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan, sudah pasti kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak. Dalam hal ini, saya sebagai nasabah dan bank syariah itu.

Mungkin, kesannya ribet mengenai sistem bagi hasil. Saya saja butuh waktu beberapa hari untuk mengerti setelah mempelajarinya lebih lanjut. Tapi, itu wajar mengingat di dunia ini tidak ada yang instan.

Apalagi, hingga kini saya masih rancu mengenai kata syariah yang ternyata tidak atau belum baku dalam penulisannya. Sebab, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online yang saya kutip dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi, yang ada adalah syariat bukan syariah. Bunyinya, "Isl hukum agama yg menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dng Allah Swt., hubungan manusia dng manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan hadis: Alquran adalah sumber pertama dr -- Islam".

Saran saya mengenai penulisan syariah, ada baiknya Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Agar, merevisi penulisannya supaya masyarakat awam tidak bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun