Â
Antre sebelum foto di depan patung Ridwan Kamil (sumber foto: dokumentasi pribadi/Â @roelly87)
JOKO Widodo atau biasa disapa Jokowi dan Ridwan Kamil (kang Emil) merupakan dua dari sedikit tokoh populer nan bersahaja di Tanah Air. Yang satu merupakan presiden negeri ini dan satunya lagi walikota Bandung.
Kebetulan, dalam satu dekade terakhir, perjalanan karier keduanya melejit pesat. Jokowi mengawalinya sebagai walikota Solo, lalu menjabat gubernur DKI Jakarta, dan kini presiden Republik Indonesia (RI). Sementara, kang Emil kini sedang merintis karier di pemerintahan dengan memimpin kotamadya Bandung.
Sudah bukan rahasia umum lagi jika mereka termasuk dalam daftar pemimpin populer di negeri ini bersama Tri Rismaharini yang menjabat sebagai walikota Surabaya dan Basuki Tjahaya Purnama (gubernur Jakarta).
Yang menarik, meski "statusnya" lebih tinggi dibanding ketiga tokoh tersebut, bukan berarti Jokowi -saat ini- lebih dikenal rakyatnya di seluruh penjuru nusantara. Banyak faktor yang membuat popularitas pria kelahiran Solo, 21 Juni 1961 ini kian menurun dibanding saat baru menjabat presiden. Itu yang saya simak melalui berbagai berita di media online, televisi, dan cetak.
Bahkan, saya menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri betapa Jokowi sebagai presiden RI kalah populer dibanding kang Emil! Momentum itu terjadi pada hari kedua Idul Fitri, Sabtu (18/7). Tepatnya, ketika saya singgah di Museum Konperensi Asia Afrika (KAA), Jalan Asia Afrika, Bandung.
Saat itu, tampak ratusan masyarakat lebih antusias untuk foto bersama dengan patung kang Emil. Padahal, di sekitarnya, terdapat patung dari beberapa pemimpin negara, termasuk Jokowi. Namun, mayoritas warga, khususnya yang berasal dari Bandung cenderung berebut foto dengan kang Emil.
Wajar saja mengingat kang Emil bisa disebut sebagai salah satu calon pemimpin RI di masa depan. Bahkan, pemilik akun twitter @ridwankamil ini dicalonkan beberapa pihak untuk bersaing dengan Jokowi pada pemilu 2019. Tak jarang, sosok yang dua tahun lalu diusung Prabowo Subianto sebagai walikota ini mulai dilirik untuk menggantikan Basuki pada pilkada Jakarta 2017.
Namun, sebelum menggapai posisi DKI 1 dan juga RI 1, kang Emil harus bisa membenahi Bandung terlebih dulu. Sebab, jangan sampai pria berusia 43 tahun ini menjadi pemimpin yang prematur. Yaitu, di tingkat kotamadya belum beres, sudah ingin membenahi ibu kota, bahkan negara.
Maklum, meski menuai pujian dalam dua tahun kepemimpinannya di Bandung, tapi masih banyak pekerjaan yang harus dibenahi kang Emil. Terutama mengenai semrawutnya perencanaan ruang dan tata kota yang meliputi kemacetan, pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, hingga alihfungsi trotoar, halte, dan zebra cross.
Fakta itu yang saya lihat saat libur lebaran kemarin mengunjungi Bandung untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Menurut saya, kota yang sejak dulu dijuluki sebagai Paris van Java ini, bak pedang bermata dua. Di satu sisi, Bandung sudah bersolek dengan dibangunnya beberapa taman yang ikonik seperti Taman Jomblo, Taman Film, Taman Fotografi, dan sebagainya.
Namun, di sisi lainnya, masih banyak lobang yang harus ditambal-sulam. Entah itu kriminalitas, vandalisme, hingga banjir untuk beberapa daerah tertentu yang menjadi ironis mengingat Bandung berada di ketinggian. Sementara, mengenai kemacetan, jangan ditanya lagi. Lantaran, angkot sudah seperti raja jalanan yang berhenti dan menaikkan penumpang seenak jidat sopirnya saja, PKL menguasai trotoar, zebra cross, dan jembatan penyebarangan. Alhasil, pejalan kaki seperti anak tiri yang keberadaannya nyaris tidak mendapat tempat lagi.
Semoga saja, kang Emil mampu membenahi Bandung terlebih dulu sebagai ibukota Jawa Barat, sebelum mendapat mandat jadi DKI 1, atau bahkan memimpin negeri ini. Setuju?
Â
Salah satu bangunan bersejarah di kota Bandung (@roelly87)
* Â Â Â * Â Â Â *Â
Referensi: Kompas.com, Viva.co.id, Merdeka.comÂ
 Â
Artikel Terkait:
- Presiden dan Kepala BNN Kompak: Bandar Narkoba harus Dihukum Mati!
- Penghormatan Terakhir Presiden SBY untuk Pahlawan
- Profil Anang Iskandar: Calon Kapolri yang Merupakan Blogger Aktif
- Kenapa harus Blogger yang Kampanye?
- Anomali Ahok: Pahlawan atau Pengkhianat?
Â
Â
Â
- Kiara Condong, 20 Juli 2015
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H