[caption id="attachment_208087" align="aligncenter" width="480" caption="Axl Rose, Elton John, dan tiga personel tersisa Queen (article.wn.com)"][/caption] Sekitar satu atau dua dekade lalu, disaat teknologi belum secanggih sekarang, jika tidak mendatangi langsung ke arena konser, sulit untuk menyaksikan aksi dari beberapa band dan  musisi yang bersangkutan. Tidak seperti sekarang, dimana mudahnya ditemukan beragam video dari laman Youtube maupun situs musik lainnya. Pada dekade 1990-an, ketika itu paling banter, untuk melihat penampilan musisi adalah melalui kepingan vcd atau kaset betamax dan tipe sejenisnya yang sekarang terasa kuno. Apalagi, berbicara tentang musik (rock) tentunya ada perasaan subyektif mengenai beberapa musisi atau band pilihannya. Sedari akhir 1990-an, saya sendiri mengagumi Guns N' Roses, baik mendengarkan lagunya melalui kaset maupun kepingan cd. Kendati bagi saya GNR adalah yang terbaik, namun tidak lantas mengacuhkan beberapa musisi atau band dari genre lainnya. Toh, asal masih bernada do, re, mi, fa, so, la, dan si, tentu saya tetap menyukainya terlepas siapa dan kontroversi dibalik musisi atau band tersebut.
* Â Â Â * Â Â Â *
1. Queen di Rock In Rio 1985 Merinding rasanya menyaksikan aksi konser mirip opera dari band raksasa asal Inggris, Queen. Â Enam tahun sebelum bubarnya band akibat sang vokalis, Freddie Mercury tewas, Queen mampu menghipnotis lebih dari 200 ribu penonton di Rock City, Rio De Jeneiro, Brasil. Festival akbar bertema Rock In Rio pada 11 Januari 1985, menjadi kenangan tersendiri bagi Queen dan juga jutaan penggemarnya hingga kini. Bagaimana tidak, penonton disuguhi belasan lagu wajib mereka dengan berbagai corak, mulai dari kesedihan, euforia, keputus-asaan, hingga kemenangan. Love Of My Life, salah satu lagu hits yang paling terkenal dari Queen, dibawakan dengan syahdu oleh Mercury. Hingga mampu membuat 200 ribu penonton hanyut menyalakan korek api untuk menerangi areal konser seluas 25o ribu meter persegi. Setelah itu, lantunan misterius ala Bohemian Rhapsody, hentakan I Want To Break Free, hagemoni We Will Rock You, dan pamungkasnya, ditutup dengan We Are The Champions! Alhasil, konser di Rock In Rio 1985, menjadi konser terbesar -dari segi penonton- Queen hingga akhirnya band tersebut berhenti seiring tewasnya Mercury.
* Â Â Â * Â Â Â *
2. Guns N' Roses di Tribute Freddie Mercury 1992 Mama, ooh I don't want to die Sometimes wish I'd never been Born at all... Lantunan bait akhir dari Eltohn John, saat menyanyikan salah satu lagu fenomenal abad ini, Bohemian Rhapsody, dalam konser The Freddie Mercury Tribute - Concert For Aids Awarness, 20 April 1992. Setelah itu, muncul Axl Rose, pentolan Guns N' Roses, dengan penampilan atraktifnya ikut menyanyikan empat bait terakhir dari lagu yang diciptakan pada 1975. So you think you can stone me and spit in my eye So you think you can love me and leave me to die Oh, baby, can't do this to me, baby Just, gotta get out, just gotta get righ out here Tak pelak, kehadiran Axl, membuat 72 ribu penonton yang memadati Stadion Wembley, menjadi bergemuruh. Sebab, sebelumnya sudah diketahui bahwa Axl itu adalah sosok yang anti terhadap kaum gay. Sementara, John sendiri sudah jelas-jelas mengakui kalau dirinya adalah seorang gay. Alhasil, duet keduanya itu menjadikan anggapan media saat itu mengenai sikap rasialis Axl, menjadi buyar. Bahkan, sosok yang akan melakoni konser di Jakarta, pada 15 Desember mendatang, dengan khidmat turut merangkul John bersama gitaris legendaris Queen, Brian May. Selain duet dengan John, Axl Rose dan Guns N' Roses (GNR) juga membawakan dua lagu hits mereka, Knock' In On Heavens Door's dan Paradise City. Sementara, sebagai lagu pamungkas, Axl turut berkolaborasi dengan tiga penggawa Queen lainnya, May, John Deacon, dan Roger Taylor, untuk membawakan We Will Rock You. Usai turut serta dalam konser tersebut, May, dengan bangga memuji Axl sebagai vokalis jenius yang dikenalnya selain Mercury dan John Lennon. Bahkan, saking terpesona dengan lengkingan suara vokalis bengal tersebut, May ikut membantu Axl dalam pembuatan album teranyar GNR, Chinese Democracy.
* Â Â Â * Â Â Â *
3. Michael Jackson di Superbowl 1993 Pada dekade 1980-an hingga awal 1990-an, tidak ada satupun musisi (solo) yang mampu menyaingi kepopuleran Michael Jackson. Ratusan juta keping albumnya telah terjual di seluruh dunia, dalam tiga dekade karir bermusiknya. Puncaknya, ketika Jackson menelurkan album Dangerous (1991) yang sangat fenomenal dan bersanding dengan Thriller (1992). Kendati Dangerous kalah bersaing dengan album Nirvana, Nevermind, akibat kebosanan dari generasi muda saat itu, yang menginginkan pembaruan bermusik. Namun, Dangerous yang sebagian besar bercerita mengenai sisi kehidupan antar umat di seluruh dunia, tetap memikat di hati penggemarnya. Tidak terkecuali saat Jackson diundang untuk tampil dalam final sepak bola Amerika (NFL) di Superbowl XXVII, 31 Januari 1993. Musisi yang dijuluki "King of Pop" itu, mampu membuat 90 ribu penonton terharu saat membawakan hit, Heal The World. Aksi teatrikalnya pada panggung di tengah lapangan itu, membuat merinding penonton yang serentak menggerakkan tangannya ala Mexican Wave, namun dengan gambar kartun anak kecil di sekeliling stadion.
* Â Â Â * Â Â Â *
4. Â Nirvana versi Unplugged di New York 1993 Empat bulan jelang tewasnya Kurt Cobain, Nirvana mengadakan konser akustik yang diprakarsai stasiun televisi MTV. Konser bertajuk MTV Unplugged in New York, menjadi penampilan panggung terbaik Cobain bersama dua koleganya, Krist Novoselic, dan Dave Grohl. Nirvana mampu membuat ratusan penonton dalam Sony Studio, New York, terpana akan suara berat Cobain. Kendati tanpa lagu hitnya, Smells Like Teen Spirit, namun trio asal Seattle itu tetap tampil memikat dengan instrumen akustik mereka. Total 14 lagu dibawakan Nirvana, yang kemudian menjadi salah satu album legendaris mereka, yang dirilis pada 18 November 1994. Yang menarik, pagi hari sebelum melaksanakan konser, Cobain sendiri berada dalam kondisi terpuruk. Saat itu, "dosis" heroin yang dikonsumsinya terasa kurang yang mengakibatkan kambuh dan harus meminta pertolongan medis. Namun, sorenya ia bisa tampil memikat dan menghibur jutaan penonton yang menyaksikannya langsung maupun melalui video rekamannya. Entah apa yang dilakukan manajemen Nirvana dan tim medis, hingga Cobain dengan lancar memetik gitar dan menyuarakan lirik kebingungan ala Grunge.
* Â Â Â * Â Â Â *
5. Jimi Hendrix di Woodstock 1969 43 tahun yang lalu, disaat era musik rock mulai menggema seiring banyak bermunculannya beberapa musisi tenar seperti The Beatles, Jim Morisson, Jimi Hendrix, Janis Joplin, The Rolling Stones, dan sebagainya. Di belahan bumi utara, tepatnya kawasan Woodstock, sekitar 45 mil dari kota New York, diselenggarakan festival musik terbesar saat itu, Woodstock. Â Konser yang dilangsungkan selama lima hari, 15-19 Agustus 1969, merupakan cikal bakal pertunjukkan konser terbesar maupun festival musik akbar dunia yang mempengaruhi Rock In Rio, Big Day Out, Lollapalooza, dan sebagainya. Pasalnya, tidak mudah untuk mendatangkan beberapa nama tenar, seperti Hendrix, Joplin, The Who, Crosby Stils Nash & Young, hingga Santana. Selain itu, Woodstock merupakan penampilan terakhir dari Hendrix dan Joplin yang tewas dua tahun setelahnya (19 September dan 4 Oktober 1970) akibat over dosis. Namun, aksi mereka hingga empat dekade selanjutnya tetap dikenang oleh generasi muda. Bukan karena atribut, atau prilaku mereka yang menyimpang. Melainkan faktor bermusik yang turut mempengaruhi ribuan musisi setelah mereka, terutama dari Hendrix. Gitaris kidal yang dikenal sebagai "Dewa Gitar" itu, merupakan gitaris terbaik sepanjang masa versi berbagai majalah musik maupun situs musik. Aksinya mencabik-cabik gitar dengan lidah dan permainain kidal, diakui sebagai yang terbaik oleh maestro gitar selanjutnya, seperti Eric Clapton, Steve Vai, Jimmy Page, Slash, hingga Kurt Cobain.