Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta Menjelang Waktu "Berbuka" Puasa…

22 Agustus 2011   20:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_130982" align="alignnone" width="680" caption="Semrawutnya, Jakarta..."][/caption]

"Memangnya kamu doang yang puasa, orang lain juga pada puasa. Saya juga puasa, tapi kamu harus menghormati pengendara lain juga. Jangan mentang-mentang kamu puasa terus mau dihormati yang tidak puasa, justru yang puasa itu seharusnya Menghormati orang yang tidak berpuasa..."

Pukul 17:25 wib. Di suatu jalan raya di daerah Senen, Jakarta Pusat. Braak...! "Anj**g lo! Punya mata lihat-lihat dong! Masak, mobil segini gedenya ga kelihatan. Liat ne, body mobil gw jadi penyok. Lo mesti, tanggung jawab!" Ucap pengemudi sebuah mobil sedan mewah, terlihat kesal sembari memaki saat mobilnya terserempet remaja yang mengendarai motor. "Lagian siapa suruh, lo punya mobil ga maju-maju. Tuh lihat, udah hijau dari tadi. Bukannya jalan, malah berhenti!" "Eh, sial lo. Tunggu..." Pengemudi mobil itu terlihat naik pitam, dan langsung bergegas melepas seat belt terus turun dari bangkunya untuk menghampiri sang pengendara motor. Namun, sebelum melangkah keluar. Sang pengendara motor itu sudah tancap gas duluan. Ngeeng, ngeeng... "Bodo amat, gw buru-buru mau buka!" Sambil ngeloyor pergi meninggalkan pengemudi yang sedang marah itu, sang pengendara motor meninggalkannya seolah tanpa dosa. Hanya tinggal pengemudi mobil yang cuma bisa mengelus dada, tak tahu harus berkata apa lagi. Sementara itu, dari arah belakang terdengar rentetan bunyi klakson pertanda mobilnya jangan melintang di tengah jalan.

*  *  *

"Wah, macet banget Bos. Kita lewat mana sekarang?" Ucap Wanto, sang sopir kepada Atasannya di persimpangan jalan Dewi Sartika. "Yaah, To. Jam segini di Jakarta, mana ada yang tidak macet. Apalagi sekarang bulan puasa, orang-orang mau pada buka puasa. Mana ada yang mau ngalah..." Jawab Syamsudin dengan lugas. Atasan yang satu ini memang terkenal sabar, apalagi ia juga sedang puasa harus banyak-banyak menahan amarah. "Apa bagusnya kita lewat jalan Condet saja Bos? Itu kan jalan kecil, siapa tahu aja ga begitu macet." Ujar Wanto memberikan alternatif kepada Syamsudin. "Sama aja To, apalagi lewat jalan setapak itu. Malah yang ada kita terjebak macet, ga sempat Taraweh kita..." Belum sempat Syamsudin melanjutkan perkataannya, tiba-tiba dari arah depan terdapat sebuah angkot yang menyalip dan berhenti di tengah jalan. Ngiiiiikkk.... Deru suara rem, memekakkan telinga. Kalau saja mobil mereka tidak ada Airbag, mungkin tubuh Syamsudin dan Wanto sudah mencelat keluar jendela. "Astagfirrullah..." Dengan jantung yang berdebar, Syamsudin mengucap sembari menghela nafas. "Sopir Bang**t!!!" Maki Wanto naik darah, langsung saja ia keluar dari mobil, meskipun dicegah oleh atasannya namun tetap tidak mempan. Biasanya Wanto selalu menurut apa kata Syamsudin, namun untuk yang satu ini karena kelewat kesal. Maka ia sama sekali tidak mengindahkan ucapan atasannya itu. Malah sambil menarik kerah baju sang sopir angkot, kemudian ia memberikan ketupat bengkulu yang bertubi-tubi terhadap sopir yang juga masih muda. Hingga terjadilah perkelahian ditengah jalan saat tujuh menit lagi menjelang buka puasa...

*  *  *

"Ah, To. Kenapa ga mau sabar, padahal sedikit lagi sudah mau buka, sia-sia saja kamu menahan lapar dan minum dari subuh, kalau akhirnya tidak bisa mengendalikan hawa nafsu." Berkata Syamsudin kepada Wanto, setelah perkelahian dilerai oleh massa.

*  *  *

Beberapa hari kemudian. "Yah, Aris mau ngabuburit dulu ya. Ntar pulangnya kalo udah mau buka" Berkata, Aris kepada ayahnya. "Hati-hati, jangan ngebut. Lihat kanan kiri kalau mau belok" Jawab Sopian menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan. "Iya", sahut Aris sembari keluar dari gang rumahnya berbarengan dengan rombongan kawannya untuk berkeliling Ngabuburit.

*  *  *

[caption id="attachment_126286" align="aligncenter" width="360" caption="macet, macet dan macet..."][/caption]

Tidak berselang lama, di tikungan depan sebuah Pusat perbelanjaan besar di kawasan Tanah Abang.

Hampir saja sepeda motor miliknya menyerempet sebuah truk, kalau saja tidak membanting stir. Mungkin motor beserta Aris sudah tidak remuk menjadi perkedel. Kawan-kawan Aris langsung mengerubuti sang sopir, terlihat sang sopir yang sudah berumur tampak keheranan mengerutkan kening. "Pak, pelan-pelan dong bawa mobilnya. Gimana ne, teman saya jadi lecet semua" Berkata salah satu kawan Aris menuding kearah Bapak Sopir. "Lho, kok saya yang disalahin? Sudah jelas kalian yang pada ngebut, di jalan raya kok bawa motor ugal-ugalan. Untung saja saya keburu membanting stir, kalau nggak..." Sahut sang Bapak Sopir dengan sabar. "Kami bukannya ngebut Pak, tapi lagi mengejar waktu buat berbuka puasa..." Akhirnya Aris menjawab lirih menahan sakit, sembari merangkak bangun dengan dipapah kedua temannya. Sopir tua itu hanya bisa menggelengkan kepala, setelah termenung sejenak akhirnya ia berkata: "Memangnya kamu doang yang puasa, orang lain juga pada puasa. Saya juga puasa, tapi kamu harus menghormati pengendara lain juga. Jangan mentang-mentang kamu puasa terus mau dihormati yang tidak puasa, justru yang puasa itu seharusnya Menghormati orang yang tidak berpuasa... Semua orang juga pengen cepat-cepat buka, tapi bukan begini caranya. Lihat akibat ulah kamu, semua kena dampaknya Truk saya jadi nyungsep ke pembatas jalan. Tadinya rencana kamu buka puasa dirumah, akhirnya malah buka puasa dijalan. Dan juga harus mempertanggung jawabkan kelakuan kamu, kepada pihak yang berwajib karena telah membuat kemacetan..."

*  *  *

Dari jauh, terdengar sayup-sayup suara Adzan menggema di pinggir jalan...

*  *  *

[Telkomsel Ramadhanku] * * * * Choirul Huda * * * * _______________________________________________________________________________ Foto: diambil via Kompas Images 1 & 2 Note: Hanya sedikit pengalaman pribadi, tidak lebih...! _______________________________________________________________________________ Serial Ramadhan Lainnya: - Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik - 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...! - Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I) - Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran... - Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah... - Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun