Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Idul Fitri, Kisah di Balik Sebuah Kamar Sel...

31 Agustus 2011   15:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:19 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...Didunia ini, manusia mana yang tak berdosa

Alim Ulama atau Orang Suci pun

Dahulunya tidak pernah luput dari Dosa!

Sebagaimana Mereka, begitupun dengan diriku sendiri

Namun, aku mempunyai niat untuk menebusnya kembali...

[caption id="" align="aligncenter" width="363" caption="http://www.kalimantan-news.com/data/foto/berita/20100331151140_2C497E8.jpg"][/caption] - Suatu siang di salah satu LP dikawasan Timur Jakarta. "Ayah..." Teriak seorang anak berusia belasan tahun. "Hu hu hu..." Isak anak kecil itu. Lalu ia melanjutkan, "Ayah... Lulu ingin sekali Lebaran bareng Ayah di rumah. Seperti lebaran tahun kemarin..." "Sabar, ya Nak. Mungkin tahun depan kalau Ayah sudah dinyatakan tidak bersalah, kita bisa berlebaran bareng. Sekaligus ke rumah nenek kamu di Semarang." Jawab sang Ayah dengan tegar dan lirih. "Enggak Mau... Pokoknya hari ini Ayah mesti pulang. Kasihan Ibu sudah masak ketupat banyak, kalo ga dimakan..." "Iya, Lulu. Ayah ngerti, tapi yang sabar yah Nak... Suatu saat Ayah pasti pulang..." "Tapi kapan, sudah lebih dari enam bulan, ayah ga ada dirumah. Lulu kangen sekali sama  Ayah. Apalagi waktu puasa kemarin, saat sahur itu Lulu sangat sedih. Ga ada Ayah yang suka ngebangunin, juga ga ada yang ngebeliin Lulu es Kopyor waktu Buka..." "Iya, Lulu yang sabar aja ya, dan berdoa sama Tuhan semoga Ayah bisa segera bebas" Sahut sang Ayah terharu melihat kelakuan putri bungsunya. Kemudian setelah ia menarik nafas sejenak kemudian ia berkata kepada anaknya yang sulung. "Rendi, gimana sekolah kamu? lancar-lancar aja kan..." "Iya, Yah. Rendi sekarang sudah kelas tiga sma..." Jawab sang anak pertamanya itu, terlihat lebih kuat menyaksikan sang Kemudian dengan memeluk Lulu dan Rendi dikedua sisianya, Alfin hanya bisa menghela nafas yang panjang sembari memandang wajah sang istri tercinta...

*  *  *

Teringat saat sembilan bulan yang lalu, waktu itu perusahaannya mengalami pailit akibat tidak dapat menyelesaikan tenggat waktu suatu proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun suatu jembatan. Saat itu, sebenarnya uang hasil pendanaan proyek sudah habis untuk membeli bahan. Dan juga ada sebagian yang digelapkan oleh beberapa kawannya dengan dalih untuk melicinkan proyek. Berhubung ialah yang bertanggung jawab, maka semua "dosa" dilimpahkan kepada dirinya. Jadilah ia sebagai kambing hitam dari persekongkolan antara perusahannya dengan pemerintah setempat. Padahal dirinya sama sekali tidak mencicipi hasil uang tersebut barang sepeserpun... Tapi ia pun adalah seorang lelaki, tidak tega melihat belasan bawahannya akan bernasib sama seperti dirinya, jika ia melepas tanggung jawab itu. Jadilah ia yang memasang badan demi kepentingan perusahaan. Sebab bisa saja ia mengelak berbeagai tudingan itu, namun ia tidak tega kalau harus membuat runtuh nama baik perusahaan yang pernah dibangunnya itu beserata kawan-kawan kuliahnya dulu. Akhirnya ia berpikir, demi kepentingan orang banyak maka harus mengesampingkan kepentingan pribadi. Hingga ia sendiri meringkuk didalam sel penjara yang gelap dan pekat...

*  *  *

Beruntung ia mempunyai istri yang sabar beserta keluarga yang mau menerimanya apa adanya. Sebab dalam pikirannya bisa saja namanya bersih didepan khalayak umum, tapi nama perusahaannya bakalan hancur, dan juga runtuhlah semua hasil keringat serta jerih payah yang dibangunnya selama belasan tahun ini. "Pah, kenapa kamu tetap bersikukuh menyembunyikan temanmu yang kabur itu"  Suatu ketika sang Istri pernah menanyakan perihal tentang ia yang terlalu. "Bukan begitu Mah, soalnya Irwan itu pernah menolong kita saat perusahaan terpuruk dan juga ia pernah beberapa kali menyelamatkan nyawa Papah saat lagi berkeliling di pedalaman." "Tapi kan bukan berarti Papah diam saja dijadikan kambing hitam, mana dia seenaknya saja pergi keluar negeri tanpa pamit membawa uang perusahaan yang milyaran itu. Dasar Irwan seorang teman yang tidak punya Liangsim...!" "Biarlah, Mah. Dosa ini Papah sendiri yang menanggungnya. Sebab Papah pernah bersumpah, kalau suatu saat Papah akan membantu dia apabila ia berada dalam kesulitan. Dan rupanya sekarang terbukti, biarpun Papah menempuh resiko dalam penjara namun sumpah itu dapat terbayar lunas." Ujarnya menjelaskan lebih lanjut. "Lagian didunia ini manusia mana yang tidak pernah berbuat salah. Kecuali Nabi, semua orang pasti pernah berbuat salah termasuk Papah dan Mamah. Papah sudah mempunyai tekad, bahwa ini harus diselesaikan." Lalu, dengan lirih, ia kembali menerawang ke masa lalu. "Mungkin ini hukum karma yang berlaku bagi Papah. Masihkah ingat saat Papah sedang merintis Perusahaan itu, dengan tega juga Papah menyingkirkan kawan baik semasa SMA yang saat itu bahu membahu mengembangkan perusahaan. Lanjutnya mengingat masa lalu, sekitar tahun 90an silam. Terus saat krisis moneter tiba, hampir semua perusahaan konstruksi pailit tetapi tidak dengan perusahaan Papah. Itu terjadi bukan karena kepiawaian Papah dalam bertahan menghadapi krisis, namun itu semua terjadi karena akal licik Papah yang diam-diam mengakuisi perusahaan rekanan. Hingga akhirnya sang pemilik perusahaan itu tahu, menjadi stress hingga sekarang. Lalu waktu perebutan tender tahun 2006 silam, Papah berhasil mengambil alih mega proyek di pulau Sumatera. Padahal perusahaan kita kurang kuat kalau bersaing dengan perusahaan sejenis yang disokong dana luar biasa terlebih lagi adanya pihak asing yang ikut menanamkan modal. Mama tahu apa yang Papah lakukan saat itu?" Sang Istri hanya terdiam. Kemudian, ia kembali melanjutkan. "Jauh sebelum mega proyek itu dicanangkan, Papah beserta Irwan sudah sepakat untuk menyuap beberapa kepala pemerintahan disana hingga akhirnya mereka menggolkan..." Jadi kalau sekarang ini terjadi hal seperti ini, Papah menganggap ini semua adalah balasan atas dosa masa lalu Papah. Sebab Papah yakin, kemanapun Papah lari dan mengelak. Tetap saja Hukum Karma pasti berlaku..."

*  *  *

"Pah, Mamah pamit dulu ya. Bel tanda besuk selesai sudah berbunyi. Nanti sekitar minggu depan, saya kesini lagi. Mungkin anak-anak tidak bisa ikut sebab senin nanti sudah mulai masuk sekolah..." Ujar sang istri mengingatkan.

"Iya, Mah jaga diri baik-baik. Rendi, Lulu, sekolah yang benar ya. Biar besar nanti bisa jadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara. Tidak seperti Papah..."

"Iya, Pah..." Sahut mereka berdua pelan.

*  *  *

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wallilah Ilham...

Gema takbir masih berbunyi disiang hari melalui Mesjid samping LP.

Saat itu, ia hanya mampu memandang jauh kepergian Istri dan kedua anaknya yang kemudian meninggalkannya.

Seraya bersenandung:

...Didunia ini, manusia mana yang tak berdosa

Alim Ulama atau Orang Suci pun

Dahulunya tidak pernah luput dari Dosa!

Sebagaimana Mereka, begitupun dengan diriku sendiri

Namun, aku mempunyai niat untuk menebusnya kembali...

*  *  *

* * * * Choirul Huda * * * * _______________________________________________________________________________ Note: entah fiksi atau nyata, hanya orang tertentu yang dapat memahaminya... _______________________________________________________________________________ Serial Idul Fitri Lainnya: - Ramadhan, Malam Pamungkas Menjelang Hari Yang Fitrah - Idul Fitri, Tetes Air Mata di Pusara Sang Bunda... - Idul Fitri, Meriahnya Takbiran di Musholla Kami... - Idul Fitri, Sisi Lain Akibat "Lebaran" Diundur. (Ketupat Ibu Bisa-bisa Basi...) - Idul Fitri, Saatnya Kompasianer Saling Memaafkan... - Idul Fitri, Air Mata Yang Menetes di Pusara Sang Bunda...

*  *  *

Serial Ramadhan Lainnya: - Ramadhan, Ketika Sang Bos Konveksi "Kepusingan" Ditagih THR Pemuda Kampung... - Ramadhan, Ketika Kawanan Murid SD itu, melakukan "BUDI" (Buka Puasa Diam-diam) - Ramadhan, Sepinya Musholla Menjelang Lebaran - Serial Ramadhan: Lebaran Cuma Sehari, Sibuknya Berbulan-bulan...! - Ramadhan, Hukum Rimba di Jakarta menjelang waktu "Berbuka" Puasa... - Ramadhan, Antara Sepinya Lokalisasi dan PSK yang Mudik - 17 Agustus: Hari Kemerdekaan yang Rakyatnya sama sekali Belum Merdeka...! - Geliat Pedagang Nanas menjelang Lebaran (I) - Ramadhan, Metamorfosis Sebelum Bulan Puasa, Saat ini dan Setelah Lebaran... - Ramadhan, Mudik Naik Motor untuk Mengirit atau malah... - Ramadhan, Brakkk. Pergi mencari Gelar: Pulang tinggal Nama… - Antara Lebaran, Leburan dan Liburan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun