dibalik kesunyian, tersirat sebuah keramaian...
Begitu juga dengan Batari Durga, ia tersentak kaget hampir-hampir tak percaya dengan perkataan Wisanggeni barusan. Tapi dasarnya Ia adalah seorang Dewi yang kenyang makan asam garam, maka meskipun hatinya empot-empotan dan bergidik. Tapi kalau dilihat dari luar seperti biasa saja, seolah tidak takut dengan Wisanggeni. "Aku mengerti tentang perbuatanku dan anakku dimasa silam. Aku mengaku salah, tetapi juga tidak mau menebusnya. Kau mau mengamuk atau merusak Khayangan ini bukan urusanku, bahkan kau mau membunuh semua dewa-dewi yang ada disini pun aku tak perduli sama sekali. Terserah kau saja..." Wisanggeni bingung melihat sikap Batari Durga yang tenang dan acuh tak acuh. Meskipun ia mempunyai mata batin yang dapat melihat kejadian kedepan serta dapat membaca pikiran orang. Tapi ia hanyalah manusia yang masih polos, belum berpengalaman menghadapi orang banyak. Perbuatannya terhadap Batara Kala hanya emosi sesaat karena ulah Batara Kala sendiri yang merintanginya saat sedang berhadapan dengan Batara Guru. Batari Durga dapat menyelami perasaan yang melanda Wisanggeni, maka itu dengan melirik penuh arti kepada Batara Guru kemudian ia maju ke hadapan Wisanggeni. "Baiklah aku mengaku salah, begitu juga dengan anakku Dewasrani, jadi sekarang apa yang kau inginkan Wisanggeni?" "Aku hanya ingin menuntut balas atas perbuatanmu dahulu. Titik." Jawab Wisanggeni cepat. "Hmh, sombongnya dirimu anak muda. Dengan kekuatanmu segitu kau merasa bisa menjungkir balikan alam semesta ini? Padahal kau harus sadar bahwa diatas langit masih ada langit. Meskipun saat ini kau dapat berbuat keonaran dihadapan Batara Guru, itu hanya setitik kecil. Diatas Batara Guru, masih ada Sanghyang Tunggal, dan Sanghyang Wenang. Jangan seolah-olah kau tidak merasa dirimu sudah hebat. Camkan itu! [caption id="attachment_97588" align="aligncenter" width="300" caption="BATARI DURGA, versi Wayang Kulit Jawa"]
...malam sebelum datang badai, langit tampak cerah...
Dengan mata berapi-api kemudian ia membuka suara, "lebih baik kalian ketiga dewata minggir, ada yang ingin kusampaikan kepada Batara Guru" "Maaf, Wisanggeni. Takkan kami biarkan kau mengusik ketenangan Khayangan lagi. Sudah cukup tiga korban berjatuhan, lebih baik engkau segera bertobat dan merenungkan kembali kesalahan yang barusan engkau lakukan. Atau kalau tidak, maka kami tiga serangkai yang akan meringkusmu!" Ucap Batara Indra sebagai pimpinan tertinggi di Khayangan. "Hmmh" Wisanggeni hanya mendengus di hidungnya. Kemudian ia berkata, "tidakkah kalian lihat sudah tiga makhluk yang menjadi korban tanganku. Sebenarnya aku sudah memaafkan mereka, tapi tanganku ini lain daripada yang lain. Untuk itu secara halus aku meminta kalian bertiga agar mundur, biarkan aku berbicara dengan Batara Guru. Kalau tidak, maka nasib kalian akan lebih parah daripada Batari Durga cs..." "Silahkan saja, kalau kau sanggup" sahut Batara Indra sambil menyerukan para Dewa untuk mengepung Wisanggeni. Benar saja, dalam sekejap kawanan Dewata itu sudah mengepung rapat Wisanggeni. Walaupun dalam hati mereka takut dan ngeri melihat kekejaman Wisanggeni terhadap Batari Durga bertiga, tetapi mereka juga tidak sudi atasannya, yaitu Penguasa Khayangan Batara Guru menjadi korban keganasan Wisanggeni selanjutnya. "Baiklah, aku tidak ingin mencari masalah dengan kalian semua, yang aku inginkan hanyalah Batara Guru seorang. Tapi kalau kalian memaksa, maka aku tidak akan segan-segan lagi" Ucap Wisanggeni mencoba untuk menahan sabar. "Minggirlah kalian..." tiba-tiba dari tubuh Wisanggeni mengeluarkan angin panas yang membuat semua dewata tercerai berai. Hanya Batara Surya saja yang sanggup menahan dengan sekuat hati, Batara Bayu sang Dewa angin pun tak kuasa menahan gempuran lawannya itu. Begitu juga dengan Batara Indra, yang segera mencari tempat berlindung untuk mengeluarkan busur saktinya. Dan segera membidikkan ke arah Wisanggeni. Tapi Wisanggeni bermata jeli, dengan sekali lihat sudah dapat menerka maksud dari Batara Indra. Ia hanya memiringkan tubuhnya, hingga panah itu gagal mengenainya dan menembus angkasa. Bunyi panah sakti dari Batara Indra sungguh menggelegar dan memekakkan telinga. Kaget juga Wisanggeni mendengarnya, hingga hampir terdiam beberapa saat. Kesempatan itu digunakan oleh Batara Bayu dan Batara Surya untuk memegang erat-erat tubuhnya. Kemudian datang lagi beberapa dewa yang ikut memegangi seluruh tubuh Wisanggeni hingga sama sekali tak bergerak. Setelah itu Batara Yamadipati, Dewa Kematian membawa sebuah rantai untuk membelenggu raksasa yang ada di Neraka. Tubuh Wisanggeni dibelenggu dengan kuat, hingga untuk menggoyangkan badan saja Wisanggeni tidak sanggup. Para Dewata berteriak sorak-sorai, melihat Wisanggeni sama sekali tidak berkutik. Meskipun ada beberapa yang sangsi karena mereka menyangka Wisanggeni pura-pura, tapi setelah dijelaskan oleh Batara Yamadipati, mereka baru mempercayainya bahwa diseluruh jagad ini tidak pernah ada yang dapat lepas dari kuatnya belenggu tersebut. Kemudian Batara Indra mendekati Wisanggeni yang sudah tak berdaya itu. Setelah menghela nafas, ia segera membidikkan sekaligus empat panah saktinya ke masing-masing urat di tangan dan kaki, supaya Wisanggeni tidak dapat menggunakan kekuatannya lagi.
* * *
Bersambung...
"kalau  BUKAN  KITA  SENDIRI  yang melestarikan wayang,
harus siapa lagi?
atau...
haruskah menunggu warisan budaya leluhur
diambil alih oleh pihak asing?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!