Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seri Wayang II - Wisanggeni (Membunuh Batara Kala...)

25 Maret 2011   22:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:26 18354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

...Ayah Bunda tercinta satu yang tersisa

mengapa kau tiupkan nafasku ke dunia

hidup tak ku sesali mungkin ku tangisi

ku ingin rasakan cinta;

"semakin jauh ku melangkah, semakin perih jejak langkahku

hariku pun semakin sombong, meski hidup terus berjalan"

terus berjalan...

* * *

[caption id="attachment_97478" align="alignleft" width="150" caption="Batara Kala 2"][/caption] Batara Kala, segera bangkit dan menyeringai kepada Wisanggeni. Dengan tertatih-tatih kemudian ia mendekati Wisanggeni sembari tersenyum sinis. "Oh ini toh, yang telah membikin goro-goro di Jonggringsalaka? Pantas dari tadi hawa aneh yang bau terpancar dari tubuhmu yang kecil dan dekil". Ejek Batara Kala. Sementara Wisanggeni hanya diam tak bergeming, saat diejek. Ia hanya mendongakkan kepala sambil memandang jauh keatas langit. Seolah-olah tidak mendengar perkataan Batara Kala. Batara Guru langsung menengahi, "sudahlah Kala, jangan Engkau berbuat onar lagi. Disini sedang ada pertemuan antara Aku dan Wisanggeni, anak dari Penengah Pandawa. Lebih baik engkau kembali saja ke kediamanmu di Gondomayit sana..." "Aku menolak, aku ingin tetap berada disini untuk memastikan apakah anak yang masih bau kencur ini bisa membuat onar di Khayangan sini" sahut Batara Kala enteng. "Batara Kala, aku perintahkan kau untuk kembali ke kediamanmu sekarang. Titik" bentak Batara Guru. "ha ha ha, wahai Ayahanda tercinta, janganlah mencoba untuk menakutiku. Aku bebas untuk bertemu dengan siapa saja dan tidak ada yang bisa melarangnya. Termasuk Engkau, Ayahanda tercinta, Ibuku, serta saudaraku yang paling "sakti mandraguna", Indra. Jadi, aku merdeka". "Terserah kau sajalah, yang terpenting sekarang ini jangan kau memancing di air keruh" gumam Batara Guru sembari menghela nafas. "Lagipula, jangankan satu orang Wisanggeni yang hanya keturunan dari Pandawa. Bahkan Pandawa Lima saja, dapat aku kalahkan dengan mudah. Dan kalau saja tidak ada si Tukang Usil Kresna, mereka sudah kulumat hidup-hidup. Jadi apalagi yang kutakutkan?" Wisanggeni hanya tersenyum tatkala Batara Kala, bicara dengan Batara Guru. Dan ia kemudian buka suara, "Wahai Batara Kala, dari tadi kau selalu menyebut tentang kelemahan Pandawa dan mengagungkan dirimu sendiri. Sekarang aku ingin bertanya, diantara kau dengan Sri Kresna, manakah yang lebih kuat?" Tersentak Batara Kala saat mendengar tentang Sri Kresna, dengan wajah merah padam ia tertawa nyaring hingga menggetarkan seluruh khyangan Jonggringsalaka. "Ha ha ha, kau bilang tentang Sri Kresna, si tukang usil itu? Aku tidak takut kepadanya, kekuatan kami seimbang, meskipun ia lebih cerdas tapi aku rasa dapat menandinginya. Hanya ketiga kekuatannya yang membuat aku sedikit gentar..." "Huh, pasti kau kepikiran tentang Tiwikrama darinya, Senjata Cakra yang maha dahsyat itu, serta Bunga Wijaya Kusuma itu bukan! Tak kusangka, engkau sebagai Dewa Kegelapan bisa takluk menghadapi seorang manusia titisan Batara Wisnu!!! Ha ha ha" Wisanggeni, tertawa nyaring dengan terbahak-bahak, hingga sedikit menggetarkan khayangan, bahkan singgasana Batara Guru ikut bergoyang saking kencangnya suara teriakan tersebut". Kaget juga Batara Kala, menyaksikan kekuatan yang maha dahsyat yang dipamerkan Wisanggeni. Bahkan kakinya sampai gemetaran saking menahan paniknya. Para Dewata yang mendengar langsung juga tak kalah panik dan gempar, dalam anggapan mereka teriakan Batara Kala yang dahsyat saja masih bisa dikalahkan oleh teriakan Wisanggeni, begitu juga apabila mereka berdua bertempur, pasti Wisanggeni akan lebih unggul. Dalam pemikiran para Dewa yang sebagian egois, merasa siapapaun yang menang tidak akan merubah keadaan karena sama-sama akan mengacaukan khayangan. Tapi dalam hati mereka masing-masing berkata, bahwa mereka mendoakn semoga Wisanggeni dapat mengalahkan Batara Kala agar ia Batara Kala tidak sombong lagi terhadap mereka, dan segera kembali ke Gondomayit. Tapi konsekuensinya, mereka akan berhadapan dengan suatu makhluk, yaitu manusia setengah dewa yang sangat sulit dikendalikan...

* * *

Batara Kala kemudian menyeringai dengan mata yang melotot besar, "Ha ha ha, Wisanggeni kau salah menilaiku. Kau hanyalah anak kemarin yang secara tidak sengaja mendapatkan anugerah dari Dewata. Bahkan Gurumu, Batara Antaboga tidak pernah bersinggungan denganku, begitu juga dengan Batara Baruna, kami bagaikan air sungai dengan air sumur, yang tidak saling mengaliri. Sama sekali tidak pernah mengusili satu sama lain, tapi kau yang hanya cecoro berani berbuat sombong dihadapanku? Aku ingin menguji sampai dimana kehebatanmu yang selama ini digembar-gemporkan jagad". Kemudian dengan gerak cepat tangan Batara Kala langsung memukul wajah Wisanggeni. Plakk... Bunyi yang kencang dari suara pukulan Batara Kala tepat mengenai pipi kanan dari Wisanggeni, tapi anehnya yang dipukul malah diam saja tak bergeming. Hanya mengusap sedikit pipi dengan telapak kanan. "Hmm, untuk saat ini aku hanya ingin mendapatkan jawaban darimu, sementara tidak ingin meladenimu. Dapatkah kau menjawab pertanyaanku tadi, wahai penguasa kegelapan...?" Memerah muka Batara Kala saat mendengar sindiran dari Wisanggeni. Kemudian ia menjawabnya "Kau memang lain daripada yang lain, tubuhmu tidak mempan segala pukulan dan racun, padahal jangankan manusia, Dewata saja kalau terkena tamparanku akan mengalami kesakitan yang parah. Tetapi kau sama sekali tidak berpegaruh. Hebat. Sekarang aku akan menjawab pertanyaanmu agar kau puas sebelum mati dipukulan ku yang ketiga ini". Kemudian ia melanjutkan lagi. "Memang benar apa yang kau katakana barusan, sejujurnya di jagad raya ini, selain Ayahanda dan Ibunda, hanya tiga makhluk saja yang kemampuannya sangat kumalui. Yaitu Sri Kresna, sebagai titisan Wisnu, Sanghyang Antaboga dan Sanghyang Batara Surya. Hanya ketiga orang itu, untuk yang lainnya aku sangat memandang remeh. Bahkan Kakanda penguasa Khayangan, Batara Indra pun aku sama sekali tidak memandang mata kepadanya..." "Hmm..." Batara Indra hanya mendengus kecil ketika namanya disebut. "Ha ha ha, cukup sudah sandiwaramu itu Batara Kala, sekarang aku akan menuntut balas tentang lakonmu yang sangat menjemukan itu" dengan beringsut mundur, Wisanggeni bersiap-siap untuk menyerang Batara Kala. Sementara itu Batara Guru, Batara Brahma, dan Batara Narada juga hanya sanggup untuk menyaksikan suatu pertarungan yang seru ini tanpa ada yang merintanginya. Begitu juga dengan Dewata yang lain, mereka mundur beberapa tindak untuk memberikan tempat yang luas bagi pertarungan dua tokoh terhebat ini. Sesuai dengan sifatnya yang licik dan tak mau kalah, maka Batara Kala langsung mengambil inisiatif untuk menyerang Wisanggeni terlebih dahulu. Tapi sekarang Wisanggeni sudah bersiap sedia, sambil menghindar terjangan Batara Kala, ia melompat ke atas wuwungan Istana. Dan ketika, serangan Batara Kala mengenai tempat kosong langsung saja di tendang balik oleh Wisanggeni tepat dibawah pundak belakan Batara Kala. Brakk... Bunyi amblas lantai tempat mereka berpijak, saking tidak kuat menahan beban berat tubuh Batara Kala yang jatuh terjerembab. Saat hendak bangkit, oleh Wisanggeni kemudian ditambahkan dengan sebuah tancapan kuku yang sangat tajam, tepat mengenai leher Batara Kala. Croot...

* * *

Darah memuncrat kemana-mana, hingga hampir mengenai seluruh ruangan istana. Para Dewata segera menyingkapkan lengan untuk melindungi tubuh mereka dari cipratan darah. Bukan apa-apa,  Karena para dewata tahu bahwa seluruh tubuh Batara Kala mengandung bisa yang sangat luar biasa, apalagi darah yang menjadi intisari racun tersebut. Batara Kala kesakitan mengerang panjang, sambil memegangi lehernya yang berlobang 10 bagian bekas tusukan jari Wisanggeni. "Haaah, sialan kau benar-benar membuatku murka, anak kecil. Sekarang terimalah pembalasanku ini!" dengan limbung, Batara Kala siap menyerang Wisanggeni dengan kekuatan penuh. Tubuhnya yang tinggi besar seakan hendak menelan Wisanggeni yang hanya seukuran manusia biasa. "Hupp, kena kau. Kali ini akan aku lumat habis tubuh dekilmu dan akan aku jadikan sarapan makan malam ku. Ha ha ha" tertawa Batara Kala, saat menangkap Wisanggeni. Tapi anehnya Wisanggeni seakan tidak merasakan apa-apa, hanya terdiam tak bergerak. "Pertama-tama akan aku putuskan tanganmu yang dekil lagi bau ini, ha ha ha" dengan menyeringai Batara Kala membetot kedua tangan Wisanggeni dengan mudah. Memang ukuran keduanya berbeda jauh, maka itu seperti boneka yang tak berdaya Wisanggeni dipermainkan oleh Batara Kala. "Breet..." bunyi pakaian robek dari Wisanggeni yang tak kuat menahan ketajaman kuku Batara Kala. "Hiih, uoooh" teriak Batara Kala, sekuat tenaga hendak membetot tangan Wisanggeni hingga dua bagian. Anehnya bukannya terputus, malah tidak bergeming sama sekali. Ditarik lagi dengan sekuat tenaga, masih juga tidak mau. Akhirnya Batara Kala, kesal. "Duh,, bocah sialan mengapa tanganmu tidak terputus, padahal badanmu sangat enteng. Kalau memang begitu adanya, sekarang akan aku pisahkan kepalamu dari tubuhmu yang jelek ini" Mendengar Batara Kala, hendak memutuskan kepala Wisanggeni. Para Dewata menjadi geger, riuh ricuh mereka menyarankan Batara Kala agar mengurungkan aksinya, karena akan mengotori Khayangan ini. Hanya Batara Guru, Batara Narada dan Batara Brahma yang terdiam, karena ketiganya menyadari akan kekuatan tersembunyi dari Wisanggeni yang belum dikeluarkan. Wisanggeni hanya tersenyum simpul, saat mendengar Batara Kala hendak membunuhnya. Ia malah mengejek Batara Kala, "Hai Raksasa kegelapan yang pandir, andai kau bisa membunuhku, maka akan aku anugerahkan kedudukan Jonggringsalaka ini kepadamu menggantikan si kakek bau Batara Guru. Hayo lakukanlah, jangan banyak bicara. Atau kalau kekesalanku sudah memuncak, bukannya kau yang membunuhku, yang ada adalah aku yang akan mengakhiri riwayatmu itu. Ha ha ha" Panas hati Batara Kala saat mendengar ejekan dari Wisanggeni. Dengan cepat ia langsung berusaha membelah leher  Wisanggeni. Tapi lagi-lagi tidak terjadi suatu apapun, bagaikan batu karang yang kokoh, tubuh Wisanggeni hanya diam tak bergerak seolah tidak sedang menerima suatu siksaan. Akhirnya dengan frustasi, Batara Kala membanting tubuh Wisanggeni ke lantai. "Brakk..." Tapi bukannya jatuh terjerembab, Wisanggeni hanya berdiri dengan acuh tak acuh. Memalingkan wajahnya dari Batara Kala. Seakan tidak memandang mata barang sekejap pun kepada Dewa Kegelapan itu. Kesal hati Batara Kala, karena selama ia hidup baru kali ini ia merasakan ketidak berdayaan melawan musuh. Apalagi lawannya hanyalah seorang manusia dari keturunan Pandawa yang seharusnya menjadi mangsanya sehari-hari. [caption id="attachment_97479" align="aligncenter" width="300" caption="Batara Kala versi Jawa"]

13010903341202844193
13010903341202844193
[/caption] Akhirnya, ia berkata "Cih, Wisanggeni. Tubuhmu benar-benar kebal segala macam senjata maupun racun, tapi jangan senang dulu. Karena aku akan membunuhmu saat..." Sebelum ia meneruskan perkataannya lagi, dengan gerak melebihi kilat Wisanggeni menyerang kea rah pusar Batara Kala hingga meyelusup bolong melewati tubuh raksasa itu. "Bless..." Dari tangan Wisanggeni memegang suatu jantung yang masih berdenyut, Batara Kala hanya terdiam sesekali mengerang tak berdaya. Dan kemudian ambruk... Para Dewata hendak mendatangi tubuh Batara Kala yang masih tersisa sedikit kehidupan, walau samar-samar. Tetapi terhalang oleh pusaran angin dari dalam tubuh Wisanggeni yang membuat mereka tidak bisa mendekatinya. Bahkan seorang Batara Bayu, sang Dewa angin tak kuasa untuk menangkal kekuatan angin yang maha kencang melebihi taufan itu. "Ha ha ha, barang siapa yang hendak melangkah menuju tubuh Buto ini barang sejengkal pun, akan mengalami nasib yang sama dengan dia". Sambil menunjuk kepala Batara Kala, dan kakinya menginjak kencang kepala Batara Kala, hingga mengeluarkan banyak darah. Sesekali terdengar lenguhan kecil dari mulut Batara Kala yang sama sekali sudah tak berdaya...

* * *

Bersambung...

Choirul Huda ________________________________________________________________________________ Sumber: Penamaan dan Foto: Wikipedia, Google Lirik: Kirana (Dewa 19) ________________________________________________________________________________ Tulisan-tulisan terkait: - Seri Wayang II - Wisanggeni (Menggemparkan Khayangan!)  3 - Seri Wayang II - Wisanggeni (Menggugat Dewata)  2 - Seri Wayang II - Tiwikrama Sri Kresna Yang Menggemparkan Alam Semesta - Invasi Tokoh Komik ke Dunia Wayang ( I ) - Seri Wayang XXI - Empat Serangkai Terhebat (Wisanggeni, Antasena, Antareja dan Gatot Kaca) * * * * * * * * *

"kalau  BUKAN  KITA  SENDIRI  yang melestarikan wayang,

harus siapa lagi?

atau...

haruskah menunggu warisan budaya leluhur

diambil alih oleh pihak asing?

sehingga kita repot BERTERIAK

untuk mengakuinya lagi...!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun