Batara Kala kemudian menyeringai dengan mata yang melotot besar, "Ha ha ha, Wisanggeni kau salah menilaiku. Kau hanyalah anak kemarin yang secara tidak sengaja mendapatkan anugerah dari Dewata. Bahkan Gurumu, Batara Antaboga tidak pernah bersinggungan denganku, begitu juga dengan Batara Baruna, kami bagaikan air sungai dengan air sumur, yang tidak saling mengaliri. Sama sekali tidak pernah mengusili satu sama lain, tapi kau yang hanya cecoro berani berbuat sombong dihadapanku? Aku ingin menguji sampai dimana kehebatanmu yang selama ini digembar-gemporkan jagad". Kemudian dengan gerak cepat tangan Batara Kala langsung memukul wajah Wisanggeni. Plakk... Bunyi yang kencang dari suara pukulan Batara Kala tepat mengenai pipi kanan dari Wisanggeni, tapi anehnya yang dipukul malah diam saja tak bergeming. Hanya mengusap sedikit pipi dengan telapak kanan. "Hmm, untuk saat ini aku hanya ingin mendapatkan jawaban darimu, sementara tidak ingin meladenimu. Dapatkah kau menjawab pertanyaanku tadi, wahai penguasa kegelapan...?" Memerah muka Batara Kala saat mendengar sindiran dari Wisanggeni. Kemudian ia menjawabnya "Kau memang lain daripada yang lain, tubuhmu tidak mempan segala pukulan dan racun, padahal jangankan manusia, Dewata saja kalau terkena tamparanku akan mengalami kesakitan yang parah. Tetapi kau sama sekali tidak berpegaruh. Hebat. Sekarang aku akan menjawab pertanyaanmu agar kau puas sebelum mati dipukulan ku yang ketiga ini". Kemudian ia melanjutkan lagi. "Memang benar apa yang kau katakana barusan, sejujurnya di jagad raya ini, selain Ayahanda dan Ibunda, hanya tiga makhluk saja yang kemampuannya sangat kumalui. Yaitu Sri Kresna, sebagai titisan Wisnu, Sanghyang Antaboga dan Sanghyang Batara Surya. Hanya ketiga orang itu, untuk yang lainnya aku sangat memandang remeh. Bahkan Kakanda penguasa Khayangan, Batara Indra pun aku sama sekali tidak memandang mata kepadanya..." "Hmm..." Batara Indra hanya mendengus kecil ketika namanya disebut. "Ha ha ha, cukup sudah sandiwaramu itu Batara Kala, sekarang aku akan menuntut balas tentang lakonmu yang sangat menjemukan itu" dengan beringsut mundur, Wisanggeni bersiap-siap untuk menyerang Batara Kala. Sementara itu Batara Guru, Batara Brahma, dan Batara Narada juga hanya sanggup untuk menyaksikan suatu pertarungan yang seru ini tanpa ada yang merintanginya. Begitu juga dengan Dewata yang lain, mereka mundur beberapa tindak untuk memberikan tempat yang luas bagi pertarungan dua tokoh terhebat ini. Sesuai dengan sifatnya yang licik dan tak mau kalah, maka Batara Kala langsung mengambil inisiatif untuk menyerang Wisanggeni terlebih dahulu. Tapi sekarang Wisanggeni sudah bersiap sedia, sambil menghindar terjangan Batara Kala, ia melompat ke atas wuwungan Istana. Dan ketika, serangan Batara Kala mengenai tempat kosong langsung saja di tendang balik oleh Wisanggeni tepat dibawah pundak belakan Batara Kala. Brakk... Bunyi amblas lantai tempat mereka berpijak, saking tidak kuat menahan beban berat tubuh Batara Kala yang jatuh terjerembab. Saat hendak bangkit, oleh Wisanggeni kemudian ditambahkan dengan sebuah tancapan kuku yang sangat tajam, tepat mengenai leher Batara Kala. Croot...
* * *
Darah memuncrat kemana-mana, hingga hampir mengenai seluruh ruangan istana. Para Dewata segera menyingkapkan lengan untuk melindungi tubuh mereka dari cipratan darah. Bukan apa-apa, Karena para dewata tahu bahwa seluruh tubuh Batara Kala mengandung bisa yang sangat luar biasa, apalagi darah yang menjadi intisari racun tersebut. Batara Kala kesakitan mengerang panjang, sambil memegangi lehernya yang berlobang 10 bagian bekas tusukan jari Wisanggeni. "Haaah, sialan kau benar-benar membuatku murka, anak kecil. Sekarang terimalah pembalasanku ini!" dengan limbung, Batara Kala siap menyerang Wisanggeni dengan kekuatan penuh. Tubuhnya yang tinggi besar seakan hendak menelan Wisanggeni yang hanya seukuran manusia biasa. "Hupp, kena kau. Kali ini akan aku lumat habis tubuh dekilmu dan akan aku jadikan sarapan makan malam ku. Ha ha ha" tertawa Batara Kala, saat menangkap Wisanggeni. Tapi anehnya Wisanggeni seakan tidak merasakan apa-apa, hanya terdiam tak bergerak. "Pertama-tama akan aku putuskan tanganmu yang dekil lagi bau ini, ha ha ha" dengan menyeringai Batara Kala membetot kedua tangan Wisanggeni dengan mudah. Memang ukuran keduanya berbeda jauh, maka itu seperti boneka yang tak berdaya Wisanggeni dipermainkan oleh Batara Kala. "Breet..." bunyi pakaian robek dari Wisanggeni yang tak kuat menahan ketajaman kuku Batara Kala. "Hiih, uoooh" teriak Batara Kala, sekuat tenaga hendak membetot tangan Wisanggeni hingga dua bagian. Anehnya bukannya terputus, malah tidak bergeming sama sekali. Ditarik lagi dengan sekuat tenaga, masih juga tidak mau. Akhirnya Batara Kala, kesal. "Duh,, bocah sialan mengapa tanganmu tidak terputus, padahal badanmu sangat enteng. Kalau memang begitu adanya, sekarang akan aku pisahkan kepalamu dari tubuhmu yang jelek ini" Mendengar Batara Kala, hendak memutuskan kepala Wisanggeni. Para Dewata menjadi geger, riuh ricuh mereka menyarankan Batara Kala agar mengurungkan aksinya, karena akan mengotori Khayangan ini. Hanya Batara Guru, Batara Narada dan Batara Brahma yang terdiam, karena ketiganya menyadari akan kekuatan tersembunyi dari Wisanggeni yang belum dikeluarkan. Wisanggeni hanya tersenyum simpul, saat mendengar Batara Kala hendak membunuhnya. Ia malah mengejek Batara Kala, "Hai Raksasa kegelapan yang pandir, andai kau bisa membunuhku, maka akan aku anugerahkan kedudukan Jonggringsalaka ini kepadamu menggantikan si kakek bau Batara Guru. Hayo lakukanlah, jangan banyak bicara. Atau kalau kekesalanku sudah memuncak, bukannya kau yang membunuhku, yang ada adalah aku yang akan mengakhiri riwayatmu itu. Ha ha ha" Panas hati Batara Kala saat mendengar ejekan dari Wisanggeni. Dengan cepat ia langsung berusaha membelah leher Wisanggeni. Tapi lagi-lagi tidak terjadi suatu apapun, bagaikan batu karang yang kokoh, tubuh Wisanggeni hanya diam tak bergerak seolah tidak sedang menerima suatu siksaan. Akhirnya dengan frustasi, Batara Kala membanting tubuh Wisanggeni ke lantai. "Brakk..." Tapi bukannya jatuh terjerembab, Wisanggeni hanya berdiri dengan acuh tak acuh. Memalingkan wajahnya dari Batara Kala. Seakan tidak memandang mata barang sekejap pun kepada Dewa Kegelapan itu. Kesal hati Batara Kala, karena selama ia hidup baru kali ini ia merasakan ketidak berdayaan melawan musuh. Apalagi lawannya hanyalah seorang manusia dari keturunan Pandawa yang seharusnya menjadi mangsanya sehari-hari. [caption id="attachment_97479" align="aligncenter" width="300" caption="Batara Kala versi Jawa"]
* * *
Bersambung...
"kalau  BUKAN  KITA  SENDIRI  yang melestarikan wayang,
harus siapa lagi?
atau...
haruskah menunggu warisan budaya leluhur
diambil alih oleh pihak asing?
sehingga kita repot BERTERIAK
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!