Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Antara Guardian dan Sepinya Penonton Akibat Spiderman

2 Mei 2014   08:51 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305395" align="aligncenter" width="336" caption="Poster Guardian (Sumber: http://filmindonesia.or.id/)"][/caption]

Kejar-kejaran di jalan raya, berondongan peluru, dan aksi beladiri nan memikat yang diperankan sempurna oleh sang pemeran. Itulah gambaran dari film terbaru karya anak negeri: Guardian. Film yang disutradarai Helfi Kardit ini berhasil memacu adrenalin saya setelah sebulan terakhir masih terpukau oleh aksi Baseball Bat Man di The Raid 2: Berandal.

Ya, sejak Januari lalu, Guardian termasuk salah satu film laga yang paling saya tunggu sepanjang tahun ini. Tentu, setelah The Raid 2, Killers, dan Pendekar Tongkat Emas. Meski sempat kecewa saat menyaksikan akibat efek Computer Generated Imagery (CGI) yang terkesan kaku layaknya sinetron bertema silat murahan dengan animasi naga di salah satu televisi. Itu terjadi di pertengahan film saat baku hantam di sebuah jembatan layang yang melibatkan jatuhnya mobil hingga tertabrak bus transjakarta.

Namun, kekurangan itu berhasil ditutupi dengan baik oleh pemeran utamanya. Sebut saja, Dominique Diyose sebagai Sarah, Tio Pakusadewo (Oscar), Nino Fernandez (Roy), dan si elegan Kimmy Jayanti (Bianca). Tak ketinggalan, aktris impor Amerika Serikat yang pernah main pada film Hollywood seperti Final Destination dan DOA: Dead or Alive, yaitu Sarah Carter (Paquita).

Bagi saya, kehadiran mereka memberi warna baru dalam dunia perfilman Indonesia. Sebab, penampilan mereka di Guardian sangat memesona. Hingga, dana puluhan miliar rupiah untuk properti penghancuran kendaraan bisa terbayar lunas lewat aksi mereka yang sangat total. Setidaknya bagi saya pribadi yang sepanjang pemutaran film terkesan dengan aksi Dominique yang memerankan sebagai ibu angkat bagi Belinda Camesi (Marsya).

Memang sih, secara kualitas film ini masih kalah epik dibanding The Raid 2: Berandal yang saya tonton lebih dari lima kali. Apalagi terhadap prekuelnya (The Raid) yang kini menjelma sebagai genre baru untuk film bertema laga hingga level dunia, khususnya seni bela diri. Namun, kentalnya unsur drama dalam Guardian menjadi nilai lebih. Bagaimana naluri keibuan dari seorang wanita demi menyelamatkan anaknya meski itu bukan kandung.

Tema seperti itu yang mungkin belum pernah saya saksikan dari film Indonesia yang bergenre laga. Sementara, kisah spionase yang melibatkan kepolisian (Roy), calon menteri (Oscar), dan mafia Meksiko (Paquita) ibarat bumbu yang lebih menyedapkan suatu masakan. Ini menjadi menarik mengingat Guardian disutradarai Helfi Kradit yang biasanya membesut film bertema horor plus esek-esek: Suster Keramas, Mati Muda di Pelukan Janda, hingga Setan Facebook.

Sayangnya, film yang diproduksi Skylar Pictures ini kurang tanggap saat menentukan tanggal perilisan. Maklum, mereka meluncurkan Guardian pada 30 April yang berbarengan dengan film box office Hollywood, The Amazing Spide-Man 2: Rise of Electro! Itu berlaku bagi saya yang sempat bingung memutuskan apakah menyaksikan secara perdana tayangan Guardian atau Spiderman.

Sebuah dilematisasi mengingat Guardian merupakan film yang saya tunggu sejak awal tahun. Sementara, Spiderman adalah film yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.  Akhirnya, dengan alasan nasionalisme yang bertujuan demi membangkitkan perfilman Indonesia, saya pun memilih yang pertama: Guardian. Hanya, menjadi miris ketika saya menyaksikannya di sebuah teather di kawasan Selatan Jakarta.

Pasalnya, selain saya berdua yang kebetulan sedang libur kerja, hanya ada empat orang yang menonton Guardian! Alhasil, kami berenam jadi saksi bisu rilis perdana Guardian. Padahal, di tempat pembelian tiket, ramai pengunjung yang memesan Spiderman. Itu bertolak belakang ketika sebulan lalu saya menyaksikan The Raid 2 yang sampai hampir kehabisan tiket saking penuhnya dan malah dapat kursi di depan layar.

Memang sih, selain faktor gengsi untuk menyaksikan film Hollywood seperti Spiderman terdapat beberapa alasan lain mengenai sepinya Guardian. Mulai dari waktu yang saya tonton, pukul 21.15 WIB, lokasi teather, sampai minimnya promosi. Bisa dipahami mengingat Spiderman jelas lebih populer sejak satu dekade belakangan ini sebagai salah satu film yang paling laris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun