Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Antara Quick Count dan Final Sesungguhnya

21 Juli 2014   22:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:39 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai di sini, bagi saya ada yang janggal. Pasalnya, kedua kubu capres-cawapres itu berpegang  pada hasil hitung cepat. Memang, sejauh ini dalam beberapa pemilihan umum (pemilu) baik presiden, legislatif, hingga kepala daerah, metode quick count tergolong tepat.  Mayoritas hasilnya hanya terpaut satu hingga lima persen dari hasil akhir versi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dasar itu  yang menurut saya pribadi kurang layak dijadikan pegangan. Sebab, adakalanya quick count  meleset. Contohnya ketika Pemilu Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Timur 2008 yang hitung cepat beberapa lembaga survei berbeda dengan hasil hitung manual  KPU.
Nah, fakta itu bagi saya sangat menggelitik. Kok bisa kedua capres-cawapres saling mendeklarasikan kemenangan. Ibarat sepak bola, sebelum wasit meniup peluit panjang, haram bagi setiap tim untuk merayakan kemenangan.

Contohnya di final Liga Champions 2013/14 Real Madrid versus Atletico Madrid. Saat itu, Atletico unggul lebih dulu pada menit ke-36 melalui tandukan Diego Godin. Memasuki injury time, bek Madrid, Sergio Ramos menyamakan kedudukan.

Puncaknya, saat memasuki perpanjangan waktu. Permainan Atletico yang sudah merasa menang jadi merosot karena kebobolan pada menit-menit akhir. Sementara, motivasi penggawa Madrid menggila usai gol Ramos. Hasilnya sudah dapat ditebak, gelontoran tiga gol tanpa balas pada waktu 2x15 menit diciptakan Gareth Bale, Marcelo, dan Cristiano Ronaldo. Madrid menang dengan skor 4-1!

KPU sebagai Wasit

Berdasarkan fakta itu, seyogianya kita menunggu hasil pilpres 2014. Dalam hal ini, KPU sebagai wasit yang akan “meniup” peluit panjangnya pada 22 Juli.

Seperti yang dikatakan Ketua KPU, Husni Kamil Malik kepada saya beberapa waktu lalu di kantornya di Jalan Imam Bonjol No. 29 Jakarta Pusat, “Saya sangat menikmati sepak bola Indonesia. Saya berharap semua calon pada pemilu mendatang agar menjunjung tinggi sportivitas seperti di sepak bola. Supaya pihak yang kalah ikhlas menerima dan yang menang tidak jemawa.”

Lalu, bagaimana jika ada salah satu pihak yang tidak bisa legawa? Semuanya berpulang pada sikap capres-cawapres itu, meski kita berharap mereka bisa berlaku gagah. Sebagaimana di langit hanya ada satu matahari, begitu juga dengan di sebuah negara hanya ada satu pasangan presiden-wakil presiden. Toh, sepengetahuan saya soal sepak bola, di final hanya ada satu tim yang keluar sebagai juara. Jadi, mari kita menyongsong “final lainnya” pada 22 Juli mendatang.

- Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi 19 Juli 2014.

*      *      *

Postingan Piala Dunia sebelumnya:

- Ketika Sepak Bola Tidak Bisa Diprediksi
Anomali di (Fase Grup) Piala Dunia 2014
Drama Penuh Kejutan di Pekan Pertama Piala Dunia 2014
Lanjutan atau Akhir dari Hegemoni Spanyol
Kilas Balik Piala Dunia 2006: Italia Juara di Kandang Jerman
Kilas Balik Piala Dunia 1982: Italia Samai Rekor Brasil
Kilas Balik Piala Dunia 1970: Momentum Kehebatan Brasil
Trofi Piala Dunia, Antusiasme Masyarakat, dan Impian 2018
Adu Penalti, Beban Psikologis untuk Sang Penendang
Jadi Penonton di Rumah Sendiri
Antara Turin dan Resolusi Luar Biasa
Kasus Del Piero, Ketika Loyalitas Tak Dianggap
Del Piero, Sosok Pemain Sepak Bola Paling Konsisten yang Menjadi Panutan

Artikel bertema sepak bola lainnya:
Helena
Nonbar Suporter Mancanegara
Hikayat Sepak Bola
Kisah The Raid dalam Laga Barcelona vs Chelesa
Final Klasik Prancis Terbuka 2014: Nadal Vs Djokovic

*      *      *

- Jakarta, 21 Juli 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun