Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sisi Lain Dahlan Iskan

9 Oktober 2014   11:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:46 3595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_328065" align="aligncenter" width="491" caption="Dahlan Iskan dengan santai bercerita (foto: www.kompasiana.com/roelly87)"][/caption]

Indonesia akan menjalani pergantian pemimpin pada 20 Oktober mendatang. Saat itu, tentu terdapat beberapa perubahan pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Mengenai suksesi tersebut, saya jadi teringat pada sosok vokal yang menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan. Bagi saya, pria yang akrab disapa dengan panggilan inisial, Pak DI ini merupakan figur yang unik.

Wajar, karena sejak tahun 2011 lalu, Dahlan dikenal sebagai sosok yang kerap berperilaku nyeleneh. Tentu, semua yang dilakukannya sangat positif dan tanpa pencitraan layaknya beberapa pejabat saat ini. Wajar, bila saya memasukkan beliau sebagai anggota "Empat Serangkai" bersama Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), dan Ridwan Kamil (Emil). Itu karena kinerja mereka sudah teruji.

Di antara keempat figur tersebut, hingga kini baru Dahlan yang saya dapat temui langsung. Tentu, itu berkaitan dengan pekerjaan saya sehari-hari. Kebetulan, Pak DI ini bukan orang asing di dunia olahraga. Beliau kini menjabat sebagai Ketua Federasi Barongsai Indonesia (FOBI). Bahkan, pria berusia 63 tahun ini memiliki pengalaman segudang di sepak bola. Tepatnya, pada dekade 1990-an, Dahlan akrab dengan klub Persebaya Surabaya. Baik sebagai manajer umum atau Ketua Harian. Alhasil, sejak 2013 lalu, obrolan kami terasa nyambung setiap kali bertemu.

*       *       *

Pagi itu di bulan September, saya kembali menemuinya di kantornya di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Tidak lain untuk meminta pendapat mengenai performa tim nasional Indonesia U-23 dan U-19. Dahlan pun dengan antusias menceritakan a sampai z mengenai performa "Tim Garuda". Tak hanya itu, beliau pun menyisipkan cerita masa lalunya yang tentu tidak bakal saya dapat jika sekadar hanya membaca biografinya saja.

Hanya, sebelum itu, saya harus menunggu sekitar empat jam. Lantaran ketika saya tiba di kantornya, beliau sedang bersiap menuju bandara Soekarno Hatta untuk rapat direksi. Hebatnya, seakan tidak ingin mengecewakan saya, Dahlan yang semasa muda disebut sebagai salah satu jurnalis terbaik yang pernah dilahirkan di negeri ini mengirim pesan.

"Aduh, saya ada rapat dengan Garuda. Mungkin bisa menunggu di RRI jam 10.00 WIB," ujar Dahlan melalui pesan singkat (sms) yang sudah pasti saya jawab, iya. Singkatnya, beliau tiba sebelum satu jam dari yang ditentukan. Seusai melakukan diskusi mengenai donor darah, beliau pun mengajak saya kembali ke kantornya. Ketika saya ingin menuju tempat parkir, saya dicegah. Ternyata, saya diminta untuk naik ke mobil dinasnya.

Tentu saja, sambutan hangat ini membuat saya kembali deg-degan. Sebab, ini kali kedua saya diberi tumpangan dari seorang menteri untuk melakukan rutinitas pekerjaan. Menurut Dahlan, hari itu jadwalnya sibuk karena harus menemui beberapa kolega lainnya, jadi beliau mengajak wawancara dengan saya di dalam kendaraannya. Mungkin disebabkan mantan Direktur Utama PLN tidak enak hati karena sudah melontarkan janji kepada saya.

Sudah pasti dapat saya memakluminya mengingat di lobi kantornya sejak pagi memang sudah menunggu beberapa orang yang ingin menemuinya. Baik itu dari pejabat pemerintahan, swasta, hingga media. Ternyata, kami tidak menuju kantornya, melainkan ke sebuah rumah makan di bilangan Pecenongan, Jakarta Pusat. Tepatnya, Dahlan hendak sarapan bubur dahulu karena sejak pagi memang beliau sudah diburu rutinitasnya yang padat.

Nah, dalam perbincangan di mobil dan juga restoran, Dahlan menceritakan banyak hal. Termasuk masa lalunya yang unik karena beliau mengaku tidak tahu tanggal lahirnya. "Itu, 17 Agustus ya saya yang pilih. Sebab, orangtua saya dulu memang tidak mencatat tanggal segala. Yang pasti, seingat saya lahir enam tahun setelah merdeka," kata Dahlan menyebut hari kelahirannya.

Yang menarik ketika selesai membicarakan persoalan sepak bola dan olahraga di tanah air, Dahlan kembali menceritakan masa lalunya. Salah satunya mengenai kisah cintanya dengan sang istri, Nafsiah Sabri. Dengan gaya yang humoris, Dahlan menuturkannya secara perlahan. Terlebih setelah tahu, saya memang belum berumah tangga.

"Dulu, saat kuliah tahun 1970-an, saya benci tentara. Karena mereka sering bertindak semena-mena terhadap rakyat jelata. Maklum, saya ini orang melarat. Ayah dan ibu saya bukan dari kalangan berada, melainkan hanya petani. Tapi, sejak kecil, saya berusaha untuk mandiri dan berusaha, berusaha, serta berusaha," ucap Dahlan yang diamini asisten pribadi serta sopirnya yang turut menyimak.

"Tapi, saking bencinya, malah saya dapat pacar dari anak tentara yang kini menjadi istri," Dahlan mengungkapkan dengan jenaka yang disambut tawa kami di dalam mobil.

*       *       *

Ya, banyak sisi lain dari Dahlan yang baru saya ketahui. Maklum, sebelum menemuinya, saya memang membekali diri dengan membaca beberapa riwayat hidupnya melalui biografi, otobiografi, atau tulisannya di berbagai media cetak dan online. Ternyata, Dahlan memang lain daripada yang lain. Beliau itu mewakili karakter orang Jawa Timur yang keras di luar tapi lembut di dalam. Itu terlihat ketika kami bersiap makan, tanpa diduga beliau langsung menyendokkan bubur ke mangkok saya. Seumur-umur, saya baru kali ini mendapat "jamuan" istimewa dari seorang pejabat!

Karena itu bagi yang belum mengenalnya secara langsung, akan melabeli Dahlan sebagai sosok yang urakan. Meski begitu, Dahlan merupakan pribadi yang tegas. Itu diiyakan salah satu petugas di kantornya saat saya menungguinya yang menyebut Dahlan tidak pantang bulu kepada bawahannya. Salah kena omel dan jika benar akan mendapat pujian.

Sisi lain Dahlan mengenai benci-membenci pun berimbas pada kariernya. "Waktu masih jadi pengusaha, saya benci sekali dengan yang namanya PLN. Soalnya, listrik sering padam. Eh, takdir membawa saya menjadi Direktur Utama PLN. Karena itu, kamu -maksudnya saya- jangan pernah membenci sesuatu, ntar malah kebalikan," tutur Dahlan, kali ini dengan sikap yang sungguh-sungguh.

[caption id="attachment_328066" align="aligncenter" width="491" caption="Pak DI saat menyemangati pendonor darah"]

14128049281076804508
14128049281076804508
[/caption]

*       *       *

[caption id="attachment_328067" align="aligncenter" width="491" caption="Disendoki bubur yang membuat saya salah tingkah"]

14128050061890785080
14128050061890785080
[/caption]

*       *       *

Sebelumnya tentang 4 Serangkai
- Anomali Ahok: Pahlawan atau Pengkhianat?
- Jokowi, Sang Gubernur Gaul
- James Bond Syuting di Jakarta?

*       *       *

Foto-foto merupakan dokumentasi pribadi (www.kompasiana.com/roelly87)
- Cikini, 9 Oktober 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun