Jujur saja, "3 Nafas Likas" bukan film terbaik yang pernah saya tonton. Namun, "3 Nafas Likas" merupakan salah satu dari sedikit film yang pernah saya saksikan pertama kailnya sejak 1997 yang mampu menggugah perasaan saya. Bahkan, hingga sehari setelah menyaksikan film ini, aura sosok Likas dan Djamin Ginting sukses menghipnotis saya hingga berusaha mencari referensi resmi yang valid. Termasuk di beberapa situs militer.
Ya, mungkin bagi saya "3 Nafas Likas" setara dengan Petualangan Sherina, Ada Apa Dengan Cinta?, Mirror, Negeri 5 Menara, dan The Raid. Kenapa? Sebab, film berdurasi 107 menit ini mampu membuat saya kesengsem. Bukan hanya faktor tokoh utama (Vino-Atiqah), melainkan juga alur cerita, pameran pendukung, detailnya waktu dan setting tempat.
Itu karena jalan cerita disajikan secara runut dari awal hingga akhir ketika Likas yang sudah tua menceritakan masa lalunya kepada seorang penulis (Hilda). Saya jadi membayangkan percakapan antara Rose DeWitt Bukater (Kate Winslet) menuturkan kenangan "indah dan tragisnya" bersama Jack Dawson kepada awak kapal pencari harta karun dalam "Titanic".
Ketegaran Likas sejak kecil hingga ditinggal orang-orang yang dicintainya itu sungguh mengharukan. Mulai dari sang bunda, kakak, dan suaminya. Tapi, justru Likas tidak ingin menyerah dan berusaha untuk tetap "kuat" mengarungi hidupnya hingga kini. Sampai yang membuat saya kagum, ketika di akhir cerita, tokoh Likas tua seolah mengatakan, sang ibu, kakak, dan suaminya telah memberikan segalanya untuk tetap kuat. "Jadi, untuk siapa kau bernafas?"
* Â Â Â * Â Â Â *
Saya baru mengetahui bahwa tokoh Likas itu nyata setelah melihat credit di akhir film yang menyatakan beliau kini berusia 90 tahun. Saking penasaran, saya mencoba mencari referensi mengenai jati dirinya di internet yang ternyata suami dari salah satu tokoh militer tenama di negeri ini, Djamin Ginting.
Pantas saja, ketika film sedang berlangsung, di belakang kursi yang kami tempati sempat ramai ketika adegan Djamin Ginting bertemu Sukarno atau saat ditugaskan Soeharto sebagai Dubes Kanada. Dari obrolan -bisik-bisik- mereka, diketahui bahwa sebagian rombongan remaja itu memang berasal dari keturunan Karo. Termasuk mengenai perbedaan suku Karo yang terdapat dalam film ini dengan suku Batak yang mulanya saya pikir sama.
[caption id="attachment_330006" align="aligncenter" width="500" caption="Djamin Ginting dan Likas saat bertugas di Kanada (sumber: www.3nafaslikas.com)"]
* Â Â Â * Â Â Â *
Resensi Film Sebelumnya:
- Antara Guardian dan Sepinya Penonton Akibat Spiderman
-Â Antara Hammer Girl, Palu, dan Senjata Unik dalam Film Lainnya
-Â The Raid 2: Ekspekstasi Berlebihan dari Film Gado-gado
-Â Magnet Titi Rajo Bintang dalam 12 Menit: Kemenangan untuk Selamanya
-Â Cinta dalam Kardus dan Ide Orisinil Sebuah Film
-Â Serunya Menyaksikan Film "Negeri 5 Menara" Bersama Kompasianer
-Â "Negeri 5 Menara" Sarat Makna dan Bukan Sekadar Film Hiburan
-Â "Negeri 5 Menara" Film yang Membuat BJ Habibie Kagum
-Â #republiktwitter, Ketika Cinta, Karir, dan Politik Berasal dari Dunia Maya
-Â Republik Twitter, Saat Jejaring Sosial Memengaruhi Kehidupan Nyata
-Â Looking For Eric: Sisi Lain Eric Cantona