[caption id="attachment_345385" align="aligncenter" width="368" caption="Suasana di Pasar Santa (Sumber foto: Dokumentasi pribadi/ www.kompasiana.com/roelly87)"][/caption]
SORE itu, Sabtu (3/1) hujan nyaris mengguyur ibu kota sepanjang hari. Sungguh awal tahun yang tidak "mestakung" -semesta mendukung- bagi orang yang hendak melakukan aktivitas. Termasuk saya yang terjebak dalam rinai yang membasahi kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ingin balik, apa daya rintik-rintik hujan dan jalanan macet membuat tubuh ini menolak.
Beruntung, ketika sudah melewati Jalan Wolter Mongonsidi, saya teringat dengan satu tempat yang sejak beberapa bulan terakhir ini sangat familiar: Pasar Santa. Ya, pasar tradisional yang berlokasi di Jalan Cipaku ini kebetulan tidak jauh dari tempat saya berteduh. Apalagi, saya teringat pada beberapa berita di internet mengenai tempat tersebut yang kini sudah menjadi destinasi utama pencinta kopi.
Khususnya saat membaca postingan rekan blogger dan Kompasianer, Olive Bendon. Berbekal pengalamannya saat singgah di pasar yang dibangun sejak 1971 ini, saya pun ingin mencobanya. Niat awalnya, tentu ingin mencari tempat berteduh yang diikuti rasa penasaran untuk menikmati panganan yang ada di Pasar Santa.
Sambil menembus tetesan air yang turun dari langit, saya pun singgah di pasar tradisional yang sebelum 2014 itu sangat sepi. Sambil berkeliling sejenak dari lantai dasar hingga tiga, saya mencoba mencari kios yang cocok. Saat itu, sudah melewati maghrib yang membuat Pasar Santa ramai dikunjungi orang. Apalagi, bertepatan dengan malam Minggu.
Sempat aneh juga begitu mengetahui suasana yang sangat ramai di sebuah pasar tradisional meski hari hampir malam. Maklum, situasi seperti itu, biasanya terdapat pada pusat perbelanjaan, mal, bioskop, atau tempat hiburan. Tapi, ini malah terjadi di pasar tradisional yang akses masuknya saja harus melewati becek dan rumitnya parkir sepeda motor.
Hanya, rasa janggal itu berubah menjadi kagum tatkala saya menyaksikan keanekaragaman dari pasar yang sempat menjadi sentra batik di selatan Jakarta ini. Sebab, saya tidak hanya menemukan banyaknya kios yang menjual kopi seperti yang selama ini saya ketahui. Melainkan, berbagai variasi dagangan seperti makanan berat, pakaian, buku, hingga piringan hitam atau vinyl dari musisi legendaris!
Puas berkeliling dari a sampai z saya pun menetapkan hati untuk mencicipi kopi Aceh yang terkenal itu di kios GayoBies Kopi. Hangat dan wanginya Arabika sukses mengobati rasa lelah. Meski, saya bukan maniak kopi, namun sedikitnya saya memahami mana yang sekadar nikmat, nikmat, hingga luar biasa karena sering berkecimpung di dunia kopi.
Sambil menyeruput kopi hitam yang pekat dan panas serta memandangi lalu-lalang pengunjung pasar Santa. Saya pun turut berbincang dengan beberapa penggemar kopi yang merupakan anggota komunitas. Saat itu, mereka mengatakan bahwa Pasar Santa ini menjadi ramai karena banyaknya kios yang berjualan kopi. Sebelumnya, menurut mereka yang sudah menjadi langganan di berbagai kios penjual kopi, Pasar Santa ini tidak begitu familiar.
Berkat Televisi
Hal sama ketika saya tanyakan kepada salah satu juru parkir yang dengan ramah menceritakan keramaian di tempatnya bekerja sejak pertengahan tahun lalu. Saat itu, sebut petugas parkir, Pasar Santa kian ramai dikunjungi berkat masuk dalam acara kuliner di beberapa televisi. Alhasil, keramaian itu berkolerasi dengan pendapatan mereka yang meningkat drastis.
"Sebelom 2014, pasar ini sepi. Paling-paling bukanya sampe sore. Itu juga yang dagang bisa diitung jari. Kalo pembeli mah, apalagi. Jarang banget," tutur juru parkir sembari menghitung uang kembalian. "Sekarang mah, alhamdullilah, rame lagi. Bukanya juga bisa sampe tengah malam. Yang ga ada matinya di sini tuh, ya kopi sama jual-jual peralatan musik."
Bagi saya yang baru pertama kali singgah, Pasar Santa merupakan tempat yang unik. Jika dikemas lebih baik, terutama akses dan lokasi parkir, bukan tidak mungkin ke depannya bisa menjadi alternatif tongkrongan anak muda, bahkan tujuan wisata. Sebab, secara tidak langsung, keberadaan Pasar Santa bisa meningkatkan ekonomi bagi pelaku dan masyarakat sekitar.
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
[caption id="attachment_345386" align="aligncenter" width="368" caption="Antrean di lorong lantai tiga"]
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
[caption id="attachment_345387" align="aligncenter" width="368" caption="Kios yang menjual buku langka"]
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
[caption id="attachment_345388" align="aligncenter" width="368" caption="Hmm... piringan hitam (vinyl) dari musisi legendaris "]
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
[caption id="attachment_345389" align="aligncenter" width="277" caption="Pakaian yang dijual pun memiliki corak yang unik"]
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
[caption id="attachment_345390" align="aligncenter" width="277" caption="Santai sejenak menyeruput kopi Aceh..."]
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
Artikel Kuliner Sebelumnya:
- Menikmati Nasi Kucing di Sudut Utara Ibukota
- Nuria's Deli, Sensasi Merasakaan Masakan ala Jepang
- Urbanesia, Referensi Situs Mencari Beragam Tempat di Jakarta
- Menikmati Disneyland Hongkong Sambil Wisata Kuliner Halal
-
* Â Â Â Â * Â Â Â Â *
- Budi Kemuliaan, 8 Januari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H