Mohon tunggu...
Rudi Salam
Rudi Salam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bukan Artis. Pemuda biasa asal Makassar. Pertama kali menghirup udara bumi pada 9 Nop 1984. Seorang penikmat kopi, rokok, dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Not in My Lifetime

19 Mei 2012   18:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:05 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menemuinya di salah satu sudut malam, dalam sebuah kebetulan.

Masih dalam getaran tidak menentu. Saya mendekap rindu yang sangat. Menyelami setiap desiran angin yang menambah dinginnya suasana. Menyeruput kopi hitam penuh filosofi. Menghisap tembakau dalam-dalam dengan penuh gundah. Kukepulkan asapnya tebal-tebal. Berharap ketidaktenangan ini ikut terbang dan raib.

Saya tidak mengerti. Sangat tidak mengerti.

Pertama kali dalam hidupku. Ya! Saya tidak salah ketik. Ini pertama kalinya dalam hidupku. Merasakan hal ini sejak 8 tahun silam, tapi dengan kondisi yang sangat jauh berbeda.

"Kau yakin?" Pelan dia bertanya. Tidak langsung kujawab.
"Mungkin". Kujawab sambil mencoba terlihat lebih maskulin. Dia diam. Kutau bukan jawaban itu yang diharapkannya.

"Kau tau, Rud?" Saya menyimak, menunggu ia melanjutkan.
"Saya juga tidak mengerti kenapa perasaan ini muncul".  Katanya
"Yang pasti, kamu telah melakukan perampokan". Ia melanjutkan sembari memamerkan senyum indahnya.

Kau menggodaku. Lanjutkan, sayang. Kataku dalam hati.

Diapun bercerita panjang tentang yang telah kita lewati selama ini. Ada warna baru dalam hidupnya sejak kehadiranku. Begitupun sebaliknya. Kita sama-sama menikmatinya. Meski awalnya penuh ketakutan. Hehehe... ya! ketakutan.

Tapi ini menyenangkan sejauh ini. Lagipula, ini bukan kebohongan. Tapi perasaan yang sama kita sembunyikan. Tak ada yang tahu, kecuali aku, dia, dan Tuhan.

Saya jadi teringat pesan seorang bijak.
[Semua yang hadir adalah titipan Tuhan. Bahkan Cinta yang sedang dirasakan saati ini. Tuhan bisa saja menitipkannya atau bahkan mencabutnya kapanpun Dia mau]

Hari ini Dia menitipkannya. Entah sebagai hadiah, atau malah cobaan. Inilah mungkin slahsatu ketakutan kami.

"Kamu sudah makan malam?" Tanyanya.
"Belum. Kamu?" Aku balik bertanya.
"Sama". Jawabnya.

Ah.. Senyum itu lagi. Kataku dalam hati.

"Makan dulu yuk!"
"Ayo!"

Tut..tut..tut... Kita sama-sama menutup telepon.

****

Ribuan kilometer jauhnya di sana. Satu keluarga bahagia. Seorang wanita cantik memasuki Mall bersama suami dan dua orang anaknya. Di sebuah restoran Ayam.

****

Saya masih di sini. Dengan kopi dan rokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun