Sebaliknya, jika KZ mengambil sikap menolak panggilan Komnas HAM, padahal sebelumnya KZ sendiri yang menyatakan bersedia dipanggil jika diperlukan untuk memberi penjelasan tentang kasus tersebut, masyarakat akan semakin bertanya-tanya dan mungkin akan semakin percaya bahwa sebenarnya isu-isu PS terkait dengan penculikan dan penghilangan 13 aktivis tersebut adalah benar.
Syarat yang diajukan oleh KZ, seperti pembentukan "Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi" yang bertugas mengusut semua pelanggaran HAM yang diduga terjadi di Indonesia, itupun untuk saat ini terlalu berlebihan bahkan akan dianggap hanya sebagai alasan saja untuk menghindari dari panggilan Komnas HAM.
Lebih baik, saat ini karena KZ sudah terlanjur membuat pernyataan, bersikaplah ksatria sebagaimana ucapan seorang prajurit, lebih cepat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada kasus penculikan dan penghilangan 13 aktivis tersebut dan membuktikan bahwa PS tidak terlibat dan bertanggung jawab adalah sikap yang tepat dan benar.
Mungkin dengan cara tersebut, kemungkinan PS menang dalam Pilpres mendatang akan semakin besar karena kepercayaan masyarakat terhadap PS akan semakin tinggi, dan jika PS terpilih sebagai Presiden, bukankah keinginan KZ untuk membentuk "Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi" untuk mengusut semua pelanggaran HAM di Indonesia akan semakin mudah dilakukan?
Jika Kivlan Zen 'mundur' dari ucapannya sendiri, maka pernyataan seorang Prabowo Subianto saat berada di Bandara Halim Perdana Kusuma, Minggu (16/3/2014) yang menyatakan bahwa seorang pemimpin yang ucapannya mencla-mencle itu berbahaya bagi Indonesia, sebenarnya bukan ditujukan untuk Jokowi tetapi ditujukan untuk mantan anak buahnya sendiri, yaitu Kivlan Zen!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H