Tadi pagi saya mengantar istri ke Bandara Soetta karena ada jadwal memberi kuliah di Sekolah Tinggi Kesehatan di batam, kebetulan hari Jum'at saya jadikan hari libur untuk aktivitas kerja jadi saya bisa mengantarkan istri.
Biasanya jika berkendara bersama, ada obrolan yang kami lakukan sepanjang perjalanan, tetapi sejak meninggalkan rumah, masuk pintu tol TMII, kemudian masuk pintu tol dalam kota Cililitan hingga Slipi, istri lebih 'fokus' berbalas pesan menggunakan gadget-nya, hanya sekali bertanya; "Abi ga ngantuk kan". Saya tidak menjawab, karena sedang asik juga mendengarkan suara khas Andrea Bocelli berduet dengan penyanyi hitam manis Heather Headley di kanal youtube mobil.
Lepas tol layang Grogol, istri baru selesai dengan aktivitasnya kemudian menawarkan teh panas dalam botol termos kecil yang dibawa dari rumah, setelah saya minum kemudian saya bertanya ada apa, karena saat istri berbalas pesan, ada kata yang diucapkan oleh istri yaitu; "Kasihan.....", Ternyata istri berbalas pesan dengan teman SMA-nya yang menceritakan menggunakan BPJS itu sangat merepotkan.
Saya ingat, beberapa minggu yang lalu teman istri ini meminta bantuannya untuk mencarikan kamar inap di rumah sakit tempat istri bekerja untuk kakaknya karena terdiagnosa kanker dan harus menjalani kemotherapi. Sepanjang perjalanan hingga bandara akhirnya saya dan istri membahas masalah BPJS ini.
Yang dikeluhkan oleh teman istri ini adalah menggunakan (JKN) BPJS ternyata lebih merepotkan dibanding saat menggunakan "Askes", istri saya-pun mengakui karena belum berjalan lancarnya sistem kesehatan yang baru ini, banyak pasien yang bingung dan merasa direpotkan dengan 'aturan' sistem berobat yang diterapkan.
Saya bertanya kepada istri, apa contohnya, dijawab seperti yang dialami oleh temannya ini adalah saat berobat jalan. Dulu saat menggunakan "Askes", tidak ada pembatasan pemeriksaan dalam satu hari selama waktu pemeriksaan masih ada, maksudnya jika satu hari harus bertemu dengan beberapa dokter untuk dilakukan pemeriksaan tidak menjadi masalah.
Tetapi dengan JKN BPJS, pemeriksaan yang dilakukan dibatasi berdasar biaya yang muncul yang sudah ditetapkan besarannya, misal besaran biaya yang ditanggung oleh JKN BPJS satu hari sebesar Rp 500.000,-, sedangkan pemeriksaan yang harus dilakukan kepada pasien biayanya mencapai Rp 1.000.000,-, maka pemeriksaan terhadap pasien tersebut dilakukan selama dua hari, padahal sebenarnya pemeriksaan seluruhnya mungkin dapat dilakukan hanya satu hari saja.
Kemudian, karena penerapan sistem seperti itu, setiap harinya terjadi antrian pemeriksaan pasien yang sangat panjang. Menurut istri saya, ada pasien yang datang ke rumah sakit pukul 7 pagi, mendapat nomor antrian hampir mencapai 300, dapat dibayangkan nomor antrian 1 diambil pada pukul berapa?
Dari dua contoh tersebut, saya berpikir akan muncul masalah baru, yaitu contoh beberapa pemeriksaan pasien yang mungkin dapat selesai hanya satu hari, karena adanya pembatasan biaya per satu hari, maka akan mundur menjadi dua hari atau lebih. Jika pasien datang jauh dari luar kota, maka harus menginap di sekitar rumah sakit, artinya ada biaya tambahan lain yang harus dikeluarkan selama pemeriksaan.
Mengenai antrian yang panjang, memungkinkan juga terjadi biaya lain yang dikeluarkan pasien, contoh, mungkin ada pasien yang menitip kepada pegawai kebersihan rumah sakit yang bertugas malam-pagi untuk mengambilkan nomor antrian terlebih dahulu, tentu saja dengan imbalan uang kepada petugas tersebut, bahkan mungkin akan terjadi jual beli nomor antrian pemeriksaan kepada pasien.
Juga ditambahkan oleh istri, masalah obat-obatan pasien BPJS kadang mengalami kelangkaan sehingga menyulitkan pasien yang membutuhkan, akhirnya mau tidak mau pasien yang membutuhkan membeli dulu walau nanti ada perhitungan penggantiannya. Saya berpikir untuk hal ini, bagi pasien mampu mungkin tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan pasien yang tidak mampu?
Akhirnya kami sampai di bandara, istri turun dan saya langsung meluncur pulang sambil masih memikirkan obrolan saya dengan istri mengenai BPJS. Saya melihat jam mobil masih menunjukkan pukul 06.32, artinya saya masih dapat memacu mobil agak cepat karena belum terkena macet di dalam tol dalam kota sambil ditemani suara Andrea Bocelli berduet dengan penyanyi cantik Sarah Brightman.
BPJS adalah singkatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, ternyata badan ini 'leburan' dari PT. Askes dan Jamsostek, BUMN yang bergerak di layanan asuransi kesehatan, Saat itu PT. Askes dikhususkan untuk asuransi kesehatan Pegawai Negeri baik TNI, polisi, dan sipil, sedang Jamsostek khusus menampung asuransi ketenaga-kerjaan pegawai swasta.
BPJS mulai beroperasi per 1 Januari 2014, produk dari BPJS adalah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan Ketenaga-kerjaan, BPJS sendiri bernaung dibawah Kelembagaan Kepresidenan sesuai dengan Undang-Undang Negara dan Peraturan Pemerintah yang mengaturnya.
Saat BPJS akan dioperasionalkan, banyak pihak menyatakan kesiapan pemerintah belumlah maksimal, banyak pihak menyarankan perkuat dulu infrastruktur pelaksana dasar (rumah sakit, tenaga medis, perusahaan obat dan medis) agar tidak muncul masalah di lapangan, bahkan ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa 'pemaksaan' BPJS adalah salah satu pencitraan Presiden SBY menghadapi Pileg dan Pilpres 2014.
Terbukti memang, khusus untuk produk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS hingga saat ini masih banyak mengalami kendala, bukan karena SDM yang tidak mampu tetapi karena aturan main yang 'saling berbenturan' di lapangan, benar memang pihak-pihak yang terkait terus pula melakukan perbaikan layanan berdasar masalah yang muncul, tetapi malah seakan Pemerintah sedang melakukan trial and error sistem dengan nyawa pasien dipertaruhkan.
Saya mencoba masuk website dari BPJS, tidak banyak informasi yang dapat saya peroleh untuk mengetahui apa sebenarnya manfaat lebih yang dapat diperoleh dari JKN BPJS jika dibanding dengan asuransi kesehatan sebelumnya. Dalam website resmi BPJS tersebut, tidak ada penjelasan substantif mengenai JKN BPJS, bahkan ketika saya ingin mengakses menu layanan kesehatan yang akan di dapat oleh peserta JKN BPJS, menu tersebut 'sepertinya' mengalami kendala.
Saya tergerak menulis artikel ini adalah saat tadi saya melakukan Sholat Jumat, Khutbah Jumat bertema wabah flu mers yang saat ini sedang melanda Madinah dan Mekah, intinya adalah bercerita tentang Khalifah Umar Bin Khatab, seorang pemimpin Islam yang sangat dicintai oleh rakyatnya karena tanggung jawab dan perhatian beliau yang luar biasa kepada rakyatnya.
Diceritakan, suatu malam seseorang melihat Khalifah Umar Bin Khatab sering masuk ke rumah salah satu penduduk, ternyata penghuninya adalah seorang janda tua yang buta dan sedang sakit. Janda itu mengatakan, tiap malam memang ada orang yang datang ke rumahnya untuk memberi obat-obatan dan makanan, tetapi janda tua itu tidak tahu siapa orang yang sangat perhatian tersebut.
Kita mungkin tidak akan pernah membayangkan seorang SBY melakukan seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khatab, tetapi ada baiknya, karena BPJS itu langsung dibawah Kelembagaan Presiden dan apa yang terjadi di lapangan mengenai kendala-kendala JKN BPJS bukanlah cerita isapan jempol, seperti beberapa contoh yang saya tuliskan disini, SBY melakukan sesuatu agar kendala-kendala tersebut cepat teratasi dan pasien JKN BPJS mendapat pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Saya jadi teringat pesan istri di bandara saat akan turun dari mobil, setelah mencium tangan saya; "Hati-hati...., terus masalah BPJS ga usah ditulis di kompasiana-mu ya", sambil tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H