Mohon tunggu...
Rodini Ariani
Rodini Ariani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Fiskal Pemerintah dalam Merelaksasikan Pajak untuk Meningkatkan Daya Beli Masyarakat

26 November 2022   21:38 Diperbarui: 26 November 2022   21:57 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerintah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan ekonomi. Salah satunya fokus pada pemberian pinjaman modal kerja yang lebih besar bagi pengusaha UMKM. Selain itu, pemerintah -- melalui Kementerian Keuangan -- merilis beberapa insentif pajak dan langkah-langkah mitigasi bagi wajib pajak yang terkena dampak pandemi Covid-19 untuk membantu pemulihan ekonomi nasional. Apa itu insentif dan relaksasi pajak?

Insentif pajak dan kredit pajak merupakan inisiatif pemerintah terkait dengan upaya negara menarik investor untuk mendorong kegiatan ekonomi. Hal ini juga menimbulkan persaingan antar negara untuk meyakinkan investor agar pindah dan berinvestasi di negaranya sendiri dan tidak pindah ke negara lain.

Seputar insentif perpajakan yang diberlakukan sementara oleh pemerintah di masa pandemi Covid-19, seperti

Karyawan menerima tambahan penghasilan berupa pajak yang tidak dapat dikurangkan karena kewajiban perpajakannya menjadi tanggung jawab negara. Jika perusahaan memiliki cabang, cukup lapor negara sudah menggunakan dana PPh sesuai pasal 21 dan berlaku untuk semua cabang.

Seperti disebutkan sebelumnya, karyawan yang bekerja di perusahaan yang beroperasi di salah satu dari 1.189 industri yang ditentukan, perusahaan yang mendapat status Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE), atau perusahaan di daerah pengawasan pabean berhak menerima manfaat pajak penghasilan berdasarkan Pasal 21 (PPh) yang pemerintah bertanggung jawab bertanggung jawab.

Insentif ini diberikan kepada karyawan dengan NPWP dan penghasilan bruto tahunan tetap dan teratur sampai dengan Rp200 juta.

Berikutnya adalah insentif pajak untuk UMKM. Diketahui, berdasarkan Peraturan Kabinet Nomor 23 Tahun 2018 (PPh Final PP 23), pelaku UMKM akan mendapatkan insentif PPh final sebesar 0,5% yang dibayarkan pemerintah. Dengan demikian, wajib pajak UMKM tidak perlu membayar pajak.

Selain itu, pihak yang berbisnis dengan UKM juga tidak diwajibkan untuk memotong atau memungut pajak saat membayar biaya kepada UKM. MIME yang ingin menggunakan insentif ini tidak perlu mengirimkan sertifikat PP 23, melainkan hanya mengirimkan laporan pelaksanaan setiap bulan.

Insentif lainnya adalah pemotongan pajak atas pekerjaan konstruksi. Perlu diketahui, negara membayar PPh final pekerjaan konstruksi kepada wajib pajak yang menerima penghasilan dari pekerjaan konstruksi dalam Program Percepatan Pemanfaatan Irigasi (P3-TGAI). Pendanaan tersebut bertujuan untuk mendukung peningkatan pasokan air (irigasi) sebagai proyek padat karya, yang merupakan prasyarat penting bagi pertanian kita.

Ada lagi insentif impor di bawah PPh Pasal 22. Dalam hal Wajib Pajak yang beroperasi di salah satu dari 730 cabang yang disebutkan (sebelumnya cabang nomor SP-05/2021721), perusahaan KITE atau perusahaan yang berada di daerah pabean berhak mendapatkan pembebasan pemungutan PPN impor sesuai Pasal 22.

Selain itu, ada insentif dalam poin Pasal 25 PPh. Wajib Pajak yang aktif di salah satu dari 1.018 cabang (sebelumnya 1.013 cabang), perusahaan KITE atau perusahaan yang berbasis di zona tugas menerima diskon 50% untuk artikel sesuai 25 PPh. pembayaran yang harus dilakukan

Kemudian ada insentif PPN, dimana Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah, perusahaan KITE atau perusahaan di kawasan tugas yang beroperasi di salah satu dari 725 industri tertentu (sebelumnya 716 industri) menerima insentif pengembalian dipercepat hingga premi maksimum Rp. 5 miliar.

Selain insentif pajak tersebut, pemerintah juga mengeluarkan beberapa keringanan. Di antaranya, tarif pajak badan diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun pajak 2020 dan 2021, kemudian menjadi 20 persen pada tahun pajak 2022 tarif pajak badan umum. Oleh karena itu, pajak penghasilan badan adalah 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021 dan kemudian 17% dari tahun pajak 2022.

Kemudian ada pula relaksasi berupa perpanjangan batas waktu pengelolaan keuangan. Dalam perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (UU 28/2007) tentang Peraturan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak berdasarkan Pasal 25(3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 diperpanjang menjadi paling lama enam bulan.

Batas waktu penerbitan surat ketetapan pajak mengacu pada hak pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam Pasal 113(8) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) perubahan Pasal 1 UU Nomor 17 B Pasal 6 1983 tentang Peraturan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 6/1983), masa berlakunya diperpanjang paling lama enam bulan.

Belakangan, batas waktu penerbitan keputusan keberatan menurut Pasal 26(1) UU 28/2007 diperpanjang paling lama enam bulan. Jangka waktu permohonan pengurangan atau pembatalan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang keliru, pengurangan atau pembatalan hasil pemeriksaan menurut Pasal 36(1) UU 28/2007 diperpanjang paling lama enam bulan. 

Pada saat yang sama, pengembalian kelebihan pembayaran pajak diperpanjang maksimal satu bulan, menurut Pasal 113(3) UU Cipta Kerja, yang mengubah Pasal 11(2) UU 6/1983.

Mitigasi lainnya adalah penyediaan jasa kepabeanan. Diketahui, Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk memberikan pembebasan atau keringanan pajak dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau ancaman yang mengancam perekonomian nasional. 

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2020 tentang Pemberian Keringanan Bea dan/atau Cukai dan Pajak Atas Barang Impor Untuk Mengatasi Pandemi Virus Corona (Covid-19) Tahun 2019 beserta perubahannya .

Bantuan lain adalah perpajakan perdagangan elektronik. Pemerintah bermaksud memungut PPN atas penggunaan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak pada platform sistem perdagangan elektronik (PMSE) asing. Selain PPN, pemerintah juga memungut PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE wajib pajak luar negeri yang memiliki posisi keuangan signifikan di Indonesia.

Dengan memfasilitasi keringanan pajak dan bantuan bagi masyarakat Indonesia, diharapkan masyarakat bersatu dan calon investor terus berinvestasi di Indonesia. Selain itu, dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dan tidak lagi merasa sebagai beban, meningkatkan pendapatan pemerintah dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Nama : Rodini Ariani 

Prodi Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis 

Universitas Palangka Raya 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun