Mohon tunggu...
Ahmad Ramdhani
Ahmad Ramdhani Mohon Tunggu... Konsultan - Freelance writer

Seorang Pembelajar di bidang kesehatan mental. (cek ig @wellbeing.shelter).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melanesia, Potret Rasisme di Indonesia

19 Mei 2020   16:22 Diperbarui: 19 Mei 2020   17:26 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : tirto. id

Pimpinan rukun warga menyebut kondisi tiang dan bendera itu difoto oleh seseorang dan menyebar di grup Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Pacar Keling, Tambaksari.

Buntut dari kejadian tersebut, dihari yang sama terjadi pengepungan asrama papua oleh satpol pp, polisi, tni, ormas dan warga setempat dengan dalih mencegah terjadinya usaha tindakan separatis. Dalam pengepungan dihari itu, terjadi lontaran caci-makian rasial dan lemparan batu dari orang-orang di luar asrama, termasuk oleh aparatur keamanan.

Pengepungan asrama kian belanjut hingga keesokan harinya. Pada 17 agustus, tepat diperingatan hari kemerdekaan indonesia, Sekitar pukul 13.00, puluhan orang berkumpul di depan asrama Kamasan. Selain aparat, warga sipil tampak mengenakan seragam ormas. Kata-kata rasial masih terdengar dalam momentum itu.

 Menjelang jam tiga siang, kepolisian mengeluarkan peringatan agar penghuni asrama keluar dan menyerahkan diri ke aparat. Tak lama sesudahnya, mereka menembakkan gas air mata ke arah asrama. Setelah mendobrak gerbang, aparat Brimob bersenjata laras panjang masuk asrama. Personel Brimob lalu menggiring 43 orang dari kelompok mahasiswa Papua ke truk polisi dan membawa mereka ke markas Polda Jawa Timur untuk diamankan.

Kronologi diatas menyisakan pertanyaan bagi penulis, "apa yang membuat warga setempat menarik kesimpulan jika mahasiswa papua diasrama ingin melakukan tindakan separatis ?".

Dalam berita yang sama, Pimpinan RW di kawasan asrama Kamasan menyebut imbauan pengibaran bendera Merah Putih diberikan kepada masyarakat sebelum Agustus ini. Pimpinan RW yang meminta namanya tak disebut itu berkata, "Tanggal 1 Agustus warga sudah harus mengibarkan bendera. Saya imbau, 'ayo pasang'. Tapi kalau tidak mau pasang ya tidak apa-apa," ujarnya.

 Jika kita mengesampingkan prasangka bahwa yang menjatuhkan bendera adalah penghunia asrama, maka menurut saya sikap yang diambil oleh penghuni asrama terkait pemasangan bendera cukup kooperatif, tidak ada penolakan. 

Sahura, mahasiswa asal surabaya yang juga perwakilan kontraS yang ada ditempat saat perkara terjadi menuturkan "Mereka kan tidak menolak saat tiang bendera itu dipasang. Mereka juga bilang, 'Kami baru tahu ada aturan seperti itu',". (BBC - red) 

Konklusi yang bisa penulis ambil dari penuturan tersebut adalah bisa saja terdapat perbedaan budaya antara masyrakat surabaya dengan papua dalam hal memperingati hari kemerdekaan indonesia, sehingga penghuni asrama dalam hal ini warga papua tidak melihat memasang bendera sebagai budaya dalam memperingati hari kemerdekaan indonesia.

 Lantas, apabila benar hal itu adalah budaya yang beredar di tanah papua, apakah hal tersebut adalah kesalahan ?

Menurut penulis, jika dilihat dari perpesktif lintas budaya, adalah sah jika rakyat papua tidak menganggap memasang bendera sebagai hal yang urgent. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun