Masa Remaja adalah masa transisi. Masa yang menghubungkan masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Ada juga yang menyebutnya dengan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa remaja, seorang anak akang mengalami perubahan-perubahan besar dalam hidupnya terutama terkait dengan fungsi seksual.
Remaja yang dalam bahasa Inggris disebut adolescence berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Anak justru dianggap dewasa dan normal jika mampu mengadakan reproduksi. Sebaliknya, anak belum dewasa jika belum mampu mengadakan reproduksi.
Sebagai masa peralihan, ada dua hal utama yang terjadi. Pertama, adanya perubahan lingkungan dan kedua adalah adanya perubahan karakteristik dalam diri sang remaja sehingga lebih bergejolak daripada perkembangan lainnya. Termasuk dalam mengontrol emosi, hasrat yang meluap-luap dan keinginan yang tak terbatas. Jadi ada 3 hal yang berubah ketika memasuki masa remaja yaitu : fisik, emosi dan psikis.
Usia remaja yang berkisar antara 10-19 tahun adalah periode pematangan organ reproduksi manusia makanya sering juga disebut dengan masa pubertas. Pubertas (puberty) adalah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual secara pesat terutama pada masa awal remaja. Meskipun memang, pubertas itu terjadinya berangsur-angsur bukan tiba-tiba terjadi.
Pubertas berada dalam rentang perkembangan ketika anak-anak yang merupakan makhluk aseksual berubah menjadi makhluk seksual. Pubertas dalam bahasa Latin berarti ‘usia kedewasaan’. Kata-kata tersebut sebenarnya lebih menunjukkan perubahan fisik dibandingkan perubahan perilaku. Wajar jika kesehatan reproduksi dan mental remaja menjadi soroton yang harus kita perhatikan bersama-sama.
Banyaknya kasus remaja yang terkena berbagai penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS di Sumatera Utara menjadi bukti bahwa masa remaja adalah masa yang sangat rentan. Informasi yang saya baca dari situs berita online Kompas.com menjadi bukti bahwa remaja yang kurang pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi akan mudah sekali terserang berbagai penyakit kelamin. Ditambah lagi, di usia remaja biasanya mereka malu dan enggan untuk bertanya perihal kesehatan reproduksi. Akibatnya, minim ilmu dan wawasan seputar kesehatan reproduksi sehingga lalai akan tanggungjawab. Ini berbahaya!
Masa remaja yang merupakan masa peralihan memang memiliki masalah kompleks yang sulit mereka tanggulangi sendiri. Informasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat 3 risiko yang sering dihadapi remaja dua diantaranya sangat erat dengan kualitas kesehatan reproduksi yang dikenal dengan istilah TRIAD KRR: (1) risiko kehamilan di luar nikah, aborsi dan terinfeksi penyakit menular seksual; (2) penyalahgunaan NAPZA dan ; (3) HIV/AIDS.
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem reproduksi (fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan spiritual (DITREM-BKKBN). Oleh karena itu, diperlukan upaya dan berbagai langkah sejak dini dalam rangka mempersiapkan remaja agar memiliki kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggungjawab. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan meningkatkan kualitas keluarga.
Keluarga adalah tempat ‘lahirnya’ remaja. Dimana remaja adalah salah satu anggota dalam keluarga. Oleh karena itu, sebagai seorang ibu yang kelak juga memiliki tanggungjawab dalam membesarkan anak, maka saya ingin kita semua ikut bertanggungjawab atas berbagai kasus pada remaja tersebut. Tentu tidak mudah bagi seorang remaja melewati masa peralihan tersebut tanpa dukungan dari keluarga. Maka kita harus melakukan sesuatu untuk mempersiapkan remaja dalam menghadapi masa transisi maupun pubertas tersebut, melalui peningkatan kualitas kesehatan reproduksi dan mental remaja.
Jika diibaratkan dengan sebuah gedung, maka dalam membangun kualitas kesehatan reproduksi dan mental remaja harus dimulai dari fondasi dan tiang. Dalam hal ini fondasi itu adalah didikan keluarga. Peranan orangtua sebagai sosok yang membimbing dan mengayomi sangat penting. Mengingat banyaknya remaja justru memilih orang lain atau internet untuk tempat mereka bertanya dan curhat maka sudah seharusnya peranan orangtua dikembalikan pada tempatnya. Setidaknya keluarga terutama kedua orangtua memiliki 4 fungsi berikut ini:
- Coach : kedua orangtua harus lebih banyak mendengarkan, menjadi teman, memberi nasihat bukan omelan dan memberikan kesempatan pada anak dalam usia remaja dalam belajar dan melakukan hal-hal baru sehingga mereka memiliki keahlian baru.
- Advocate : kedua orangtua harus lebih banyak belajar dan memperjuangkan hak-hak anak sebagai remaja terutama terkait bidang pendidikan, kesehatan dan kesehatan mental serta berbagai praktik dalam menyelesaikan sebuah masalah.
- Networker : kedua orangtua harus lebih memperkuat hubungan dan mendukung anak pada masa remaja. Mengingat di masa remaja, anak akan mengalami berbagai masalah yang kompleks untuk pertama kali dalam hidupnya.
- Caregiver : kedua orangtua harus lebih banyak menunjukkan rasa peduli, perhatian dan cinta sehingga anak dalam masa remaja merasa keluarga adalah tempat kembali yang terbaik, tempat bercerita yang paling menyenangkan. Karena ada orangtua yang senantiasa siap menerima dan menyayanginya dalam keadaan apapun bahkan di keadaan terburuk/terpuruk sekalipun yang mungkin terjadi dalam fase peralihan tersebut.
Menyibukkan remaja dalam berbagai kegiatan positif yang dilakukan oleh MAN 1 Padangsidimpuan di bawah ini juga bisa menjadi cara untuk menjauhkan remaja dari permasalahan pergaulan yang salah. Sebagai orangtua mungkin kita merasa itu sangat melelahkan tapi sebenarnya cara tersebut adalah cara yang cukup ampuh untuk mengawasi anak di usia remaja.
Kalau fondasi yaitu keluarga sudah kuat ditambah lagi lingkungan sekolah yang positif maka minimalisasi akibat buruk dari pergaulan bisa dilakukan. Di MAN 1 Padangsidimpuan, semua murid selain disibukkan dengan berbagai kegiatan positif juga diberi pendidikan akhlak dengan sebanyak-banyaknya.
Mereka banyak belajar agama dan mendalaminya agar dapat mempraktikkannya secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Lagi-lagi, tujuannya adalah sebagai bekal dan benteng remaja kelak dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Perpaduan antara keduanya memang sangat perlu untuk membangun kualitas kesehatan reproduksi dan mental remaja.
Tapi, saya mengapresiasi usaha organisasi maupun badan usaha milik pemerintah dalam mengedukasi remaja perihal kesehatan reproduksi. Sosialisasi memang sebaiknya dilakukan secara rutin. Semakin sering sebenarnya semakin baik sehingga mereka terus diingatkan untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Ini juga salah satu cara yang efektif dan efisien dalam membangun kualitas kesehatan reproduksi dan mental remaja di Indonesia. Kerjasama antara sekolah dengan berbagai pihak dalam menekan akibat buruk dari minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan mental sangatlah dibutuhkan.
Jangan lupa, fondasi atau dasar utamanya tetaplah harus dimulai dari ‘keluarga’ dimana anak yang berada dalam keluarga yang baik, akan lebih mudah dikontrol. Dikontrol dalam artian menjadi lebih bertanggungjawab dalam mengambil keputusan apapun dalam hidupnya. Jika sudah demikian, maka faktor pendukung lainnya yang ikut berperan dalam membangun kualitas kesehatan reproduksi dan mental remaja seperti penanaman moral lewat pendidikan agama, pergaulan dengan teman-teman, guru dan dukungan sekolah serta lingkungan dimana ia dibesarkan dan bertumbuh akan mengiringi hal-hal baik lainnya dalam hidupnya.
Proses pengambilan keputusan di usia remaja memang tidak mudah, karena itu mereka membutuhkan hubungan yang baik dengan orangtua untuk bertanya perihal apapun terutama yang terkait dengan perubahan-perubahan fisik dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Kesehatan reproduksi dan mental remaja sangat tergantung pada seberapa besar pemahaman dan pengetahuan yang diperolehnya terutama dari kedua orangtuanya sendiri.
Anak-anak yang dibekali dengan pendidikan seks akan lebih memahami dan aware terhadap berbagai perbuatan yang nantinya bisa berdampak buruk dalam hidupnya. Masa remaja adalah masa dimana anak banyak ingin coba-coba. Jadi, jangan sampai mereka tersesat karena merasa tidak menemukan tempat bertanya seputar kesehatan reproduksi ya.
Sebagai penutup saya ingin sekali menyampaikan bahwa pada dasarnya anak terlahir dengan bersih dan suci, ketika mereka tumbuh menjadi kanak-kanak hingga menjadi remaja, orangtualah yang memberikan 'warna' dalam hidupnya.
Masa remaja adalah salah satu fase terpenting dalam kehidupan seorang anak dimana kualitasnya sebagai seseorang yang bertanggungjawab untuk menjaga kesehatan reproduksi dan mental dapat tercermin dari bagaimana ia mampu melalui masa remajanya. Namun demikian dukungan penuh agar masa remaja dapat dilalui dengan penuh kebahagiaan sangat dibutuhkan, karenanya mari kita jadikan 'keluarga' sebagai tempat terbaik untuk masa transisi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H