Dosen A : “ngapain ikutan BPJS?, BPJS itu makan uang rakyat? Tidak syariah?”
Dosen B : “kenapa begitu?”
Dosen C : “iya, gak ada gunanya sosialisasi, BPJS Cuma akan membebani saja”
Dosen D, E, F dan yang lain : “kenapa-kenapa?”
Dosen A : “gini ya, coba teman-teman pikirkan baik-baik, kita kan kalo jadi peserta membayar iurannya tiap bulan, tiap bulan loh ya, terus kalo kita gak sakit iuran yang kita setorkan itu kemana, diapain, ya kan jelas kita dirugikan. Masa gak sakit, uang gak kembali, mendingan nabung aja dapat bagi hasil lagi, ya kan?”
Dosen B, C dan yang lainnya : “oooooo iya betul juga ya, keterlaluan nih BPJS apanya yang nolong?”
Dosen A menjelaskan dengan semangat berapi-api dan panjang lebar tepat sekitar 10 menit acara sosialisasi BPJS Kesehatan dimulai di ruang Auditorium kampus. Saya memperhatikannya dengan seksama sambil berpikir, mungkin masih banyak yang berpikir tentang BPJS Kesehatan seperti itu bukan cuma oknum tersebut bahkan bisa saja yang lainnya ikut berpendapat sama dengan opini miris yang disampaikannya itu. Seolah-olah hari itu menjadi mimpi buruk buat mereka yang hadir dalam acara sosialisasi.
Saya pun dengan lantang menjawabnya, “begini ya, BPJS Kesehatan itu gotong-royong, tempat kita saling menolong satu sama lainnya, kalo kita bergabung jadi peserta BPJS Kesehatan nantinya berarti kita ikut berpartisipasi dalam menyehatkan orang Indonesia, ikut menolong mereka yang sakit dan tak mampu, ikut berbuat baik dan melakukan sebuah perbuatan yang terpuji”, jelas saya dengan nada yang penuh antusias.
Tapi dia belum puas juga lalu kembali melontarkan pertanyaan, “iuran kita nanti tidak kembali, tidak dipake untuk kita kan ya, lalu itu yang dipake untuk orang lain?, begitu maksudmu?”.