[caption caption="Sinergi Regulasi dan Inovasi Kunci Kemandirian Energi Nasional"][/caption]
Gas habis, bahan Bakar kendaraan habis dan listrik padam itu sama dengan kematian. Mati karena tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa bepergian kemana-mana, tidak bisa mandi, tidak bisa membaca dan tidak bisa melakukan berbagai kegiatan dalam hidup sehari-hari. Ekonomi pun mati.
Galau dan kuatir menyelimuti perasaan saya, setiap kali gas habis, listrik padam dan mobil tidak bisa dipakai karena tidak ada minyaknya. Terbukti sudah, bahwa kita sangat tergantung pada energi termasuk migas (minyak dan gas). Dalam kehidupan sehari-hari, migas tidak dapat dipisahkan dalam menunjang berbagai aktivitas. Mulai dari penerangan, penggunaan lemari es, mesin cuci dan perangkat elektronik lainnya juga untuk menghidupkan mesin kendaraan. Semuanya memerlukan minyak dan gas.
Ketidaktersediaan migas menyebabkan kepanikan dan rasa kecewa. Hal tersebut adalah akibat dari ketergantungan kita pada energi, yang mungkin akan semakin parah. Maka bisa dikatakan bahwa energi merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena memang ternyata salah satu sumber energi utama yang paling sering digunakan masyarakat Indonesia adalah migas. Tercatat penggunaannya sekitar 69 % dari total sumber energi.
[caption caption="Rencana dan Program APBN 2016Â (Data Infografis 1 Tahun Pembenahan ESDM,2015)"]
Selain itu, disebutkan juga bahwa tahun 2015 ini saja, Indonesia mengkonsumsi 1,8 juta bph (barel per hari) minyak mentah. Sementara itu, Indonesia hanya bisa memproduksi 820 ribu bph, dimana asing berhak atas 50 % sisanya Indonesia sekitar 400 ribu bph. Artinya Indonesia mengimpor sisanya yaitu sekitar 1,4 juta bph yaitu senilai Rp 750 triliun.
Sayangnya, kita terlena dengan selalu menjadi pasenggers alias penumpang yang hanya ingin enaknya saja, menikmati semuanya dengan mudah dan tahu beres saja. Kita tidak memposisikan diri kita sebagai driver alias pengemudi. Dimana harus memikirkan berbagai kemungkinan buruk yang terjadi, bagaimana agar semua selalu nyaman dan bagaimana agar di dalam perjalanan semua lancar. Begitu juga dengan migas, kita terlalu enak, karena selalu merasa ada, selalu disediakan, tinggal beli dan bayar semua bisa dinikmati. Lalu, tidak sadar bahwa migas akan habis dan tidak dapat diperbaharui.
Richard Smalley (peraih Nobel Kimia tahun 1996) menyampaikan bahwa energi adalah masalah utama manusia pada beberapa dekade mendatang. Masalahnya adalah proses pencarian, pengolahan hingga distribusi energi tidak mudah padahal manusia tidak dapat hidup tanpa energi. Semua itu memerlukan biaya dan pengorbanan yang sangat besar agar sampai ke tangan kita. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk mencari sumber energi tersebut, kita tidak memikirkannya kan? Belum lagi ada protes disana sini karena dampak buruk yang ditimbulkan akibat pencarian atau eksplorasi sumber energi. Masyarakat juga belum memahami bahwa proses pemurnian migas itu memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar. Dimana setiap daerah pengeboran migas memiliki tingkat kesulitan yang beragam sehingga tidak jarang dibutuhkan orang-orang yang ahli dan professional untuk menanganinya.
Suatu saat nanti, migas akan semakin langka. Terutama jika kita boros pemakaian. Oleh sebab itu, diperlukan usaha untuk mencapai kemandirian energi nasional. Usaha tersebut meliputi dua hal yaitu penghematan energi nasional dan pengembangan energi alternatif.
Â
Penghematan Energi Nasional