Mohon tunggu...
Rodame Napitupulu
Rodame Napitupulu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Seorang ibu, memiliki tiga orang anak, senang menulis dan ingin berbagi melalui tulisan. Kini berprofesi sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan. Salam sehat dan sukses selalu.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ramadhan Harga Stabil, Mungkinkah?

22 Juli 2014   02:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:38 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu rumah tangga seperti saya ini paling heboh kalau ramadhan datang. Heboh menyambutnya dengan hati yang riang sekaligus heboh menghadapi kenaikan sembako yang kerap kali hadir mengisi bulan ramadhan. Bagaimana tidak heboh? harga sembako dan sayuran naik sedikit demi sedikit setiap belanja di warung-warung dekat rumah maupun di ‘mamang sayuran’ yang rutin lewat di depan rumah. Ramadhan tahun lalu paling kesal, tidak hanya saya saja tetapi semua ibu-ibu komplek pada mengeluh dan tidak senang dengan harga yang disampaikan di warung maupun yang disebutkan oleh ‘mamang sayur’. Bukannya apa-apa, namanya juga sembako (sembilan bahan pokok) bukan sembata (sembilan bahan tambahan). Artinya posisinya sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan sulit digantikan dan tidak bisa dianggap remeh terutama jika terjadi kenaikan harga. Bisa-bisa masyarakat tidak tercukupi pangannya dan ini sangat tidak baik. Tidak cuma sembako, lauk-pauk dan sayuran pun ikut-ikutan naik. Beberapa kali saya berbelanja di ‘mamang sayur’ dan setiap belanja saya rutin menanyakan harga setiap komoditi yang saya beli. Mencengangkan, setiap komoditi sayuran dan daging naik meskipun kenaikannya berbeda-beda, tapi selalu semakin mahal dari hari ke hari, kalau belanja setiap hari, lumayan juga total pengeluarannya.

[caption id="attachment_349008" align="aligncenter" width="300" caption="Pedagang Sayuran Keliling (sumber: dok.Agus Supriyatna)"][/caption]

Syukurlah ramadhan tahun ini terasa sedikit lebih menyenangkan dan nyaman di hati, bukan karena esensi ramadhannya berkurang tapi karena harga-harga sembako dan sayuran relatif stabil dan bersahabat di kantong kaum ibu seperti saya ini. Meskipun naik sedikit tapi tidak sampai mencekik. Bahkan beberapa kali ‘mamang sayur’ merelakan dagangannya dijual dengan sedikit potongan harga. Apakah ini berarti ramadhan tahun ini harganya stabil? Semoga saja demikian hingga lebaran nanti. Senantiasa stabil sehingga menenangkan masyarakat seperti ibu rumah tangga seperti saya ini hingga ke ramadhan-ramadhan yang akan datang.

Saya selalu berpikir ramadhan harga stabil itu tidak mungkin bisa tercipta, karena faktanya memang hampir tiap tahun di bulan ramadhan semua serba naik. Pengetahuan saya yang minim tentang keuangan, moneter dan inflasi membuat saya selalu menyalahkan pemerintah jika hal tersebut terjadi. Saya tidak tahu persis siapa dan apa di balik ketidakstabilan harga di bulan ramadhan. Yang jelas setiap kali saya menonton berita di televisi dan membaca berita di media online, selalu dan selalu saja ada keluhan dari masyarakat terkait ketidakstabilan harga di bulan ramadhan. Pedagang kerap berkilah bahwa pasokannya yang kurang sehingga barang menjadi langka dan mau tidak mau harus menaikkan harga. Korbannya adalah masyarakat termasuk saya sendiri yang merasakan dampak dari aksi menaikkan harga oleh oknum pedagang yang tidak bertanggungjawab itu. Lagi-lagi masyarakat menjadi korban atas ketidaktahuan penyebab naiknya harga. Alhasil, masyarakat tak jarang harus mengorbankan menu pangan yang bergizi bahkan harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama ramadhan. Tentu saja ini sangat menyedihkan, seharusnya tidak boleh terjadi.

Apakah peran pemerintah dalam menolong masyarakat sudah maksimal? Apakah memang kenaikan harga sembako dan sayuran serta produk lainnya tidak bisa dihindari terutama di bulan ramadhan? Bukankah pemerintah berkewajiban memenuhi hak hidup warganya? Siapa yang bertanggungjawab atas naiknya harga? Dan ada begitu banyak pertanyaan yang menghantui pikiran saya.

Ternyata ada yang namanya Bank Indonesia, sebuah lembaga yang diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan kebijakan moneter, kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan keuangan. Kebijakan moneter, namanya memang asing untuk ibu rumah tangga seperti saya ini. Namun, penting untuk kita ketahui bersama agar tidak ada aksi saling menyalahkan antara pemerintah dan masyarakat ketika harga tidak stabil di bulan ramadhan. Begini, kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mempengaruhi kondisi perekenomian melalui pengendalian likuiditas perekonomian, untuk mencapai sasaran akhir berupa ‘stabilitas harga’ (dan mungkin juga pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja). Likuiditas perekonomian itu dapat dikendalikan dengan cara pengendalian uang yang beredar, suku bunga atau instrumen moneter lainnya seperti nilai tukar dan devisa. Selama ini yang kita ketahui Bank adalah tempat menyimpan uang, tidak sepenuhnya salah namun Bank Indonesia berbeda dengan Bank-bank umumnya di Indonesia. Karena Bank Indonesia bertugas mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar dan suku bunga) agar mencapai inflasi.

[caption id="attachment_349010" align="aligncenter" width="468" caption="Sumber gambar : Kompas.com/Robertus Belarminus Bank Indonesia"]

14059445661431926066
14059445661431926066
[/caption]

Kenapa harus mencapai sasaran inflasi? Sebelumnya, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu apa itu inflasi. Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Tetapi kalau kenaikan harga hanya satu atau dua barang saja maka tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu sifatnya meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Seperti di bulan ramadhan, biasanya selain harga sembako naik, sayuran, tiket pesawat, tiket bus, tiket kereta api, pakaian dan banyak barang lainnya juga ikut naik harganya. Jika kejadian seperti ini terus-menerus terjadi hingga lewat bulan ramadhan artinya terjadi inflasi di Negara kita. Disinilah peranan Bank Indonesia dibutuhkan, mengeluarkan kebijakan moneter guna mengontrol harga barang tetap stabil.

[caption id="attachment_349011" align="aligncenter" width="376" caption="sumber gambar : ipotnews.com"]

1405944747773862693
1405944747773862693
[/caption]

Tahun 2014 ini misalnya, Bank Indonesia menetapkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1%. Artinya batas toleransi kenaikan hanya 1 %, tidak boleh lebih karena akan menganggu kestabilan perekonomian Negara. Ada dua dampak buruk yang mungkin terjadi akibat terjadinya inflasi. Pertama, jika harga barang secara umum naik terus-menerus, masyarakat akan panik sehingga perekonomian tidak berjalan normal karena di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang dan memborong barang-barang dan di sisi lain ada masyarakat yang tidak mampu membeli barang, ini berimbas pada berbagai kekacauan di masyarakat. Kedua, jika terjadi panik besar-besaran maka masyarakat cenderung menarik tabungan besar-besaran untuk membeli dan menumpuk barang akibatnya bank kekurangan dana yang berdampak pada kebangkrutan dan dana investasi yang tersedia menjadi rendah.

[caption id="attachment_349012" align="aligncenter" width="482" caption="sumber gambar : inkcinct.com.au"]

14059449822070556295
14059449822070556295
[/caption]

Guna mencegah terjadinya dampak inflasi tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengantisipasi tekanan inflasi menjelang perayaan hari besar agama termasuk ramadhan-idul fitri dan memitigasi risiko inflasi semester II-2014. Selain itu, Bank Indonesia juga mengontrol yang namanya 4K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi), hal ini untuk meminimalkan tekanan harga pangan yang mungkin meningkat. Kegiatan yang paling sering melihat di televisi dalam menjaga kestabilan harga adalah operasi pasar dan pasar murah. Dimana pihak dari pemerintah yang langsung terjun ke pasar-pasar untuk mengecek harga berbagai komoditi. Menariknya pasar murah hasil kerjasama dengan beberapa instansi pemerintah terbukti dapat membantu masyarakat yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama selama bulan ramadhan hingga idul fitri.  Baru-baru ini, Bank Indonesia juga mengadakan acara silaturahim 'kompasiana nangkring' dan bukber guna mengedukasi masyarakat terkait peranan Bank Indonesia, inflasi dan kenaikan harga di bulan ramadhan.

[caption id="attachment_349023" align="aligncenter" width="420" caption="sumber gambar : Dok.Sutrisno Budiharto"]

1405949019474609777
1405949019474609777
[/caption]

Menurut saya, respon kebijakan dari Bank Indonesia tersebut cukup baik. Meskipun tidak bisa sepenuhnya mengontrol ke tiap-tiap daerah namun dengan kerjasama dan komunikasi yang intensif yang terintegrasi dengan baik dari pusat ke daerah tentu saja sebenarnya inflasi dapat dijaga. Karena itu selain Bank Indonesia, ada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri yang bekerjasama membentuk Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) yang saling berkoordinasi dalam mencegah inflasi hingga ke daerah-daerah. Pendekatan melalui acara 'kompasiana nangkring' oleh Bank Indonesia dan kompasiana juga perlu diberi apresiasi karena dengan begitu diharapkan masyarakat semakin cerdas dalam memahami moneter, inflasi dan kenaikan harga.

Kestabilan harga adalah impian semua orang, terutama di bulan ramadhan-idul fitri dan hari besar lainnya. Karena ketika inilah, aktivitas belanja baik pangan, sandang maupun papan meningkat tajam. Tidak hanya itu, arus mudik yang tidak dapat dihindari menyebabkan tingginya intensitas berbagai alat transportasi di Indonesia. Jalur transportasi menjadi sibuk dan penuh, distribusi barang-barang menjadi sedikit terganggu. Kita harus yakin bahwa ada Bank Indonesia melalui kebijakan moneternya yang berupaya menjaga stabilnya harga termasuk di bulan ramadhan seperti sekarang ini. Tetapi mengandalkan Bank Indonesia saja belum cukup, diperlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menjaga stabilnya harga.

Sebagai warga Negara Indonesia yang baik, jadilah warga yang bijak dan cerdas ketika berbelanja terutama di bulan ramadhan-idul fitri. Sebaiknya sesuaikan kemampuan ekonomi kita, jangan berbelanja di luar batas kemampuan ekonomi kita. Meski banyak tawaran menarik di bulan ramadhan, baiknya tidak menjadi masyarakat yang konsumtif. Karena hal-hal tersebut bisa memicu naiknya harga barang. Bagi pedagang sebaiknya jangan menumpuk barang-barang, karena bisa menganggu siklus jual beli di pasar. Transaksi barang produksi menjadi turun dan hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya kenaikan harga.

Kita tidak boleh saling menyalahkan jika harga naik di bulan ramadhan, masing-masing pihak punya peranan dan tangggungjawab dalam menciptakan harga yang stabil di Indonesia. Seperti Bank Indonesia yang siap beraksi untuk menjaga harga barang-barang tetap stabil melalui kebijakan moneternya dan termasuk kita sebagai warga negara Indonesia dalam perilaku jual beli kita (baik sebagai pedagang maupun pembeli).


Ramadhan harga stabil? Bisa, tentu bisa, kita semua bisa turut mengendalikannya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun