Mohon tunggu...
Rocky Saputra
Rocky Saputra Mohon Tunggu... -

Seorang wni yang sipit,meminjam istilah ahok.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memilih Berbeda dengan Ahok

6 Juli 2014   08:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:17 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bosan rasanya melihat perdebatan ,siapa yang harusnya layak menjadi presiden RI pada 9 juli 2014.

Lebih enak rasanya melihat piala dunia brazil yang menegangkan dan tidak ada kampanye gelap,kecuali listriknya padam,maka suasana pertandingan akan gelap gulita.

Namun piala dunia tidak membawa efek besar kepada kita, kecuali kalau kita pejudi yang menang taruhan.

Disisi lain, pilpres 2014 pasti akan memberikan efek yang dirasakan, baik itu positip ataupun negatif.

Lalu apa pilihan saya ?

Sebagai orang yang "sipit" dan termasuk minoritas, dianjurkan mengikuti ahok (setidaknya melalui suatu blog yang saya baca) untuk memilih prabowo.

Saya mengingat,beberapa tahun lalu, Ahok datang ke gereja kami di kelapa gading,menjelaskan visi misinya yang baik. Terus terang saya pesimis , pola pikir Ahok yang baik, dapat diterima oleh sistim pemerintahan yang korup. Bersyukurlah saya salah, karena kemudian mayoritas rakyat Jakarta memilih Ahok sebagai wagub.

Pencapaian yang baik terus diraih Ahok didalam pemerintahan. Sehingga menuai buah buah kebaikkan. Hal yang positip bagi negara.

Namun apakah dengan demikian, kita yang sipit dan beragama minoritas harus mengikuti langkah Ahok,memilih Prabowo sebagai Presiden Indonesia?

Saya yakin Ahok sendiripun akan menjawab Tidak.

Pola pikir serta pengalaman dan informasi yang didapat dan dirasakan setiap orang , tidaklah sama. Walaupun matanya sipit,bukan bearti sudut pandangnya sama.

Apakah Jokowi akan memimpin dengan sempurna? Saya rasa tidak mungkin.

Namun pengamatan dan informasi yang kita baca, kita melihat persinggungan dan pengelompokkan, yang cukup berbeda.

Di kelompok yang satu,penuh ormas bernilai kekerasan dan partai yang bermasalah yangmana hingga ketumnya dijadikan tersangka KPK. Disatu sisi, sahabat saya memberitahukan, bahwa para ormas tersebut memberikan dukungan, dan tidak diminta. Masakkan didukung sebuah ormas,maka muncul penolakkan? Gak sopan khan menolak dukungan orang. Bagi saya,bilamana didukung oleh suatu kelompok yang menentang minoritas dan juga bergaya diatas hukum, ada saatnya harus menolak atau mendiamkan.

Mendapatkan dukungan selalu berujung transaksional. Apakah PDI-P tidak akan ada politik transaksional sebagaimana diucapkan diberbagai kesempatan? Saya rasa tidak dapat dipercaya 100%. Namun dengan hanya memiliki "grup" kecil dan berjanji tidak akan transaksional, maka secara otomatis mempersulit (PDIP)untuk bertransaksional dengan mudah,yang berujung merugikan Rakyat.

Disisi yang lain, kubu yang penuh partai dan penuh dukungan ormas, serta sudah mengumbar posisi khusus bagi para pendukungnya, tentu pada dirinya sendiri sudah mengikatkan dirinya pada kegiatan transaksional. Sangat disayangkan,karena ini menghilangkan atau mengecilkan kemungkinan menempatkan orang yang benar pada posisi yang tepat.

Beberapa tahun sebelum Jokowi menjadi gubernur DKI,saya sudah mendapatkan testimoni dari sahabat saya di Solo,bahwa mereka memiliki walikota yang bagus dan disukai rakyat. Kemudian sejarah mencatat bahwa dia menjadi Gubernur DKI.

Apakah dia tegas ? Apakah dia pernah mendaki gunung? Apakah dia ganteng ? Serta masih banyak apakah yang lain..... Merupakan pertanyaan yang tersirat dan muncul diberbagai pembicaraan.

Namun yang lupa ditanyakan, apakah dia orang yang sadar dirinya ada dibawah hukum dan mencoba melaksanakan hukum yang ada ? Merupakan hal yang perlu dikaji dan menjadi salah satu dasar saya memilih Jokowi.

Jokowi didalam dia menjabat , baik di swasta ataupun pemerintahan, tidak pernah dipecat dan malah "dipromosikan" oleh rakyat. Ketika Lurah Susan disuruh pindah karena dia Kristen, Jokowi dan Ahok , patuh kepada hukum dan peraturan, dengan membela Lurah Susan. Karena pada dasarnya hukum di negara ini, tidak mendiskriminasikan seorang pejabat karena faktor SARA.

Seseorang dikatakan tegas karena dia patuh kepada hukum, bukan karena dia diatas hukum. Tegas tidak harus dikonotasikan dengan muka galak dan sebagainya, apalagi dikorelasikan dengan muka ganteng atau jelek.

Apakah Jokowi akan memimpin Indonesia lebih baik? Tidak seorangpun dapat menjamin.

Namun merujuk kepada informasi ataupun sejarah serta track record, saya rasa layak untuk memberikan kesempatan kepada Jokowi menjadi Presiden,menggantikan SBY.

Dan untuk kali ini bolehkan saya tidak searah dengan Ahok :)  , sang idola saya ? Dan juga berbeda pandangan dengan sekelompok pendeta , yang mencampurkan kebaktian dan kampanye , demi mendukung capres yang lain.

Apapun hasil pilpres, saatnya bangsa ini maju bersama. Jangan lagi ada fitnah memfitnah dan sebagainya. Kita semua cinta Negara ini. Majulah Indonesia,Indonesia Hebat !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun