Saat ini dampak paling besar dari isu lingkungan dan energi adalah berasal dari pemanasan global. Permasalahan ini menjadi tugas yang perlu dipikirkan oleh setiap negara di dunia. Liwa Supriyanti, seorang pengusaha konstruksi baja, punya kiat jitu untuk membawa bisnisnya menghadapi isu serius tersebut.
Pemanasan global adalah proses pemanasan atmosfer bumi dan lautan karena peningkatan jumlah gas yang memerangkap panas, seperti karbon dioksida. Dua dari banyak cara untuk membantu mengurangi dampak perubahan iklim adalah dengan mengurangi jejak karbon dan menggunakan sumber daya terbarukan.
Yang dimaksud sumber energi terbarukan adalah tenaga Matahari dan angin. Dua sumber energi tersebut menghasilkan listrik tanpa melepaskan emisi karbon ke lingkungan. Sedangkan sumber energi yang tidak terbarukan adalah bahan bakar fosil yang berupa batu bara dan minyak. Keduanya melepaskan emisi gas rumah kaca saat dibakar untuk listrik dan melepaskan emisi saat diekstraksi dari tanah.
Di seluruh dunia istilah sumber energi terbarukan menjadi semakin umum dan sangat familiar karena kebijakan tersebut memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil daripada bahan bakar fosil. Pilihan untuk beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan menjadi sebuah keniscayaan.
Â
Meskipun begitu, setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda tentang bahan bakar fosil. Bahkan kebijakan pada satu negara (serikat) bisa berbeda-beda sesuai negara bagian masing-masing. Hal itu bukan menjadi masalah berarti jika tujuannya untuk menjaga kelestarian Bumi yang kita tinggali ini.
Sedangkan di Indonesia sendiri sedang menghadapi masalah besar berkenaan dengan pemanasan global dengan adanya deforestasi. Masalah itu dipicu akibat musnahnya sekitar 20 persen hutan alam pulau sebagai dampak dari produksi minyak sawit secara besar-besaran. Tentu saja hal ini menyebabkan sejumlah masalah lingkungan serius.
Kiat dari Liwa Supriyanti
Sebagai pengusaha yang usahanya memiliki dampak langsung terhadap lingkungan, Liwa Supriyanti tidak tinggal diam. Perempuan yang telah berkecimpung selama 20 tahun di industri perdagangan kimia dan baja itu telah bekerja keras untuk membuat perubahan dalam situasi ini.
Usaha ramah lingkungan pertama yang dilakukan Direktur perusahaan Gunung Prisma itu adalah dengan membuat baja dari besi tua. Seiring dengan peningkatan teknologi dari bisnisnya, Liwa membawa pada keluaran karbon dan upaya keberlanjutan mereka.
Perempuan yang meraih gelar sarjana Ekonomi dari Universitas Parahyangan Bandung itu percaya bahwa jika praktik berkelanjutan digunakan dalam skala besar maka akan mampu mengurangi perubahan iklim dan membawa keseimbangan kembali bagi planet ini. Upaya itu bertujuan agar usaha tersebut menjadi yang terdepan dalam membawa sumber daya terbarukan ke pabrik-pabrik di seluruh dunia.
Liwa Supriyanti berkomitmen untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan kesempatan kerja di Indonesia. Perusahaan Gunung Prisma telah memproduksi baja berkualitas tinggi dengan energi terbarukan yang murah. Upaya tersebut benar-benar berdampak positif terhadap lingkungan.
Green Steel
Perempuan yang berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga itu juga memiliki inisiatif untuk memperjuangkan adalah green steel, yakni sebuah komitmen hijau (ramah lingkungan) dalam industri mereka. Tidak hanya bagi Gunung Prisma saja, Liwa juga mendorong klien untuk mendukung komitmen yang telah dijalani oleh pihaknya.