Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, resmi menetapkan Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibukota berikutnya. Pemindahan secara resmi akan dilakukan pada tahun 2024 dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara sebagai pusat ibukotanya. Rencana pemindahan ibukota sebenarnya sudah sejak lama didengungkan, bahkan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah disampaikan bahwa Jakarta sudah bukan pusat pemerintahan yang ideal lagi. Namun akhirnya baru pada tahun 2019 rencana tersebut disampaikan secara resmi kepada publik.
Beberapa pihak ada yang menanggapi dengan optimis namun banyak juga yang kontra. Masih terlalu dini untuk melihat hasil dari pindahnya ibukota ke Pulau Borneo, namun kita dapat sedikit melihat sejarah negara Malaysia dalam upaya pemindahan ibukota.
Â
Malaysia dikatakan sukses memindahkan pusat pemerintahannya, tidak hanya secara fisik namun juga dampak yang diciptakan. Mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa sejak tahun 1999 Kuala Lumpur sudah bukan lagi pusat pemerintahan Malaysia. Kuala Lumpur tetap menjadi ibukota negara namun pusat pemerintahan dipindah ke Putrajaya, yang diambil dari nama Perdana Menteri pertama Malaysia yaitu Tengku Abdul Rahman Putra.
Sejak tahun 1995, pemerintah Malaysia terus berupaya membangun infrastruktur di Putrajaya untuk mempersiapkan proses pemindahan pusat pemerintahan mereka. Dulunya, daerah tersebut adalah lahan sawit. Berdasarkan berbagai sumber, Kuala Lumpur saat itu sudah mencapai titik macet yang tinggi karena selain menjadi pusat pemerintahan juga menjadi pusat perdagangan, keuangan, dan pariwisata. Sehingga opsi untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya yang berjarak 25 km dari Kuala Lumpur diharapkan mampu mengurangi problematika di ibukota lama.
Pemerintah Malaysia saat itu sudah mulai memikirkan sistem e-government sehingga optimis pemindahan ibukota tidak akan membebani birokrasi. Selain itu, dengan dipindahkannya pusat pemerintahan dengan ibukota, diharapkan dapat lebih fokus dan tidak saling mengganggu.
Sementara itu, wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara diklaim minim potensi bencana alam seperti banjir, gunung Meletus, tanah longsor, gempa bumi dan tsunami. Lokasinya dekat dengan kota-kota besar di Kalimantan seperti Samarinda, Palangkaraya, dan Balikpapan. Sedangkan akses transportasi disokong oleh Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Balikpapan.Â
Kepadatan penduduknya 29,22 jiwa/km, jauh lebih rendah dibandingkan DKI Jakarta 15,7 ribu jiwa/km. Tingkat kepadatan yang rendah ideal bagi pusat pemerintahan karena untuk urusan administratif dan rapat misalnya, tidak perlu berlama-lama di jalan karena terjebak macet. Sedangkan untuk urusan bisnis dan perniagaan, Jakarta masih akan berfungsi sebagaimana biasanya.
Â
Â
Proses pemindahan pusat pemerintahan tentunya akan diikuti dengan pemindahan tenaga administratif dan birokrasi. Posisi kementrian sebagai bagian dari pemerintahan akan beralih juga ke Kaltim. Lantas bagaimana dengan gedung-gedung kementrian pusat di Jakarta? Karena lahan dan bangunan merupakan milik negara, kemungkinan besar akan disewakan untuk keperluan swasta supaya tetap memberi tambahan pemasukan bagi kas negara. Jadi, tidak perlu muncul isu gedung-gedung bagus dibiarkan kosong apalagi berhantu.
Kembali berkaca kepada Putrajaya, pemindahan pusat pemerintahan bukan berarti memindahkan seluruh aktivitas perniagaan, bisnis, bahkan ekonomi ke daerah baru. Melainkan hanya berfokus pada urusan pemerintahan saja. Putrajaya tidak menjadi pusat bisnis, demikian juga ibukota Indonesia baru nanti. Jakarta akan tetap menjadi daya Tarik dengan Monas sebagai ikonnya, sama seperti Kuala Lumpur dengan Menara Petronasnya.
Â
Putrajaya saat ini bahkan menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Malaysia, padahal kota ini baru dibangun pada tahun 1995. Komplek pemerintahan Putrajaya yang dikenal Putrajaya International Convention Centre menjadi daya tarik Beserta dengan Masjid Pink. Diharapkan hal ini juga terjadi pada Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara kelak.
Â
Terlepas dari harapan positif tersebut, terdapat pula kekhawatiran terutama dari sektor lingkungan hidup. Daerah Kalimantan Timur merupakan Kawasan hutan "Paru-Paru Dunia" dan terdapat Kawasan konservasi satwa langka seperti Orang Utan. Memang untuk Kawasan ibukota dikatakan akan dibangun pada area hutan produksi atau di luar kegiatan kehutanan.Â
Namun demikian, wilayah di sekitar tentu akan berdampak. Yang dikhawatirkan, justru munculnya kebakaran-kebakaran hutan yang berujung pada pembukaan lahan oleh penduduk maupun swasta. Bagaimanapun, keberadaan ibukota baru merupakan magnet alami bagi munculnya usaha.
Â
Â
Disamping itu juga kemungkinan munculnya dampak sosial. Jakarta sudah sejak lama menjadi ibukota yang multikultural, banyak budaya yang berdatangan ke Jakarta sejak masih bernama Batavia. Kalimantan Timur meskipun sudah sejak lama menerima pendatang dari berbagai daerah (terutama saat era transmigrasi), akan kedatangan lebih banyak lagi penduduk baru. Hal ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Kalimantan Timur untuk berkembang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI