Penikmat film tanah air saat ini sedang dilanda hype Avenger Infinity War. Khusus di Indonesia, film yang mengisahkan berkumpulnya superhero semestanya Marvel bisa mulai menyaksikan pada 25 April 2018, atau lebih cepat 2 hari dari jadwal rilis internasional. Seperti diperkirakan, tiket penjualan untuk opening memecahkan rekor, bahkan untuk tiket pre sale sekalipun.
Melihat tingginya antusias masyarakat akan film ini, membuat kita sadar bahwa Marvel memang memiliki strategi jitu dalam membangun hype film-filmnya, terutama untuk film Avenger: Infinity War kali ini.
Hampir semua bioskop dipenuhi oleh penonton yang antre untuk menyaksikan film ini. Dimulai dari 10 tahun lalu saat proyek pertama film Iron Man muncul di layar lebar dan berlanjut rutin tiap tahun Marvel mengeluarkan setidaknya satu film superhero.Â
Setiap kali Marvel memperkenalkan jagoan baru, bermunculan pula penggemar superhero tersebut. Bahkan bukan lagi dari kalangan anak-anak melainkan juga orang tua. Marvel benar-benar sukses mengubah citra film pahlawan berkekuatan super dari yang dulunya untuk anak-anak menjadi film yang ditunggu kalangan usia dewasa.Â
Sebenarnya sebelum Iron Man muncul, citra superhero yang bukan film anak-anak sudah dilakukan oleh DC Universe melalui Batman Begins (2005) dan The Dark Knight. Namun saat itu film besutan sutradara Chritopher Nolan belum diproyeksikan menjadi bagian DC Universe, atau masih standalone.
Dari segi popularitas pun, generasi dibawah tahun 2000 lebih mengenal Superman atau Batman dibanding Ant-Man, Black Widow, Hawkeye, ataupun Black Panther.Â
Superhero Marvel yang banyak dikenal pada generasi itu hanya Spiderman yang dari jaman kecil sudah ada action figure serta posternya. Namun jika saat ini dibandingkan pencapaian dan hype antara superhero DC Universe dengan Marvel Universe, sepertinya Marvel masih lebih unggul. Mengapa demikian? Padahal DC Universe sebenarnya sudah punya modal bagus melalui populernya karakter Superman dan Batman.Â
Salah satu faktor yang tidak bisa dilepaskan adalah strategi Marvel dalam membangun semestanya. Pada awal proyek film Marvel, sudah dibangun grand design keseluruhan film yang nanti akan terlibat dalam universe yang dibangun, namun sekali lagi baru grand design nya saja, detail filmnya masing-masing adalah tugas sutradara yang mengambil proyek atau dipilih untuk menangani proyek. Setidaknya sejak tahun 2008, sudah ada lebih dari 10 film standalone Marvel yang mengisahkan masing-masing karakter.Â
Penonton seolah diajak mendalami pembangunan karakter masing-masing superhero sebelum digabungkan dalam satu film besar yang melibatkan keseluruhan superhero tersebut, Avenger.
Bisa diprediksi, fans dari masing-masing superhero di film standalone-nya akan berkumpul juga dalam film Avenger. Fans nya Iron Man yang meskipun ia tidak terlalu suka Thor tetap akan melihat Avenger, fansnya Hulk yang tidak mengikuti jalan cerita Ant-Man juga akan berkumpul menyaksikan Avenger. Bisa dibayangkan jika hal itu berlangsung selama 10 tahun.