Selama beberapa hari ia tinggal di Tanjung Duren, ia akhirnya mengetahui bahwa dirinya dititipkan oleh Ayahnya di sana kepada Kakeknya Datuk Marajo dan Neneknya Salisah . Ia merasa sedih dan dendam kepada Ayahnya yang meninggalkannya di pinggir jalan saat hendak naik bus untuk pulang ke Ibukota. Meskipun tidak mudah bagi Hepi, lama kelamaan ia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya tersebut. Hepi akhirnya disekolahkan oleh Datuk Marajo di salah satu SMP di desa tersebut serta dibimbing ketat agar ia tidak seperti ayahnya.
Selama di kampung Hepi belajar banyak hal dari guru, kakeknya, dan juga dari alam. Hepi memiliki sahabat yang bernama Attar dan Zen. Mereka bertiga selalu belajar, bermain, dan berpetualang bersama. Hepi dan kedua sahabatnya membentuk tim detektif cilik. Mereka melakukan penyelidikan beberapa masalah yang terjadi di kampungnya hingga melalui  petualangan yang tidak biasa, seperti mendatangi sarang jin, memburu biduk hantu pengedar narkoba, menangkap maling kampung, menyusup ke markas pembunuh pengedar narkoba di kampungnya, dan menghadapi Pandeka Luko si mata harimau, dia adalah seorang pahlawan kebangsaan yang masih hidup di rumah hitam yang tidak dikenali warga kampungnya.
Tak lupa Hepi juga memiliki tekad untuk mencari uang agar bisa kembali ke Jakarta. Berkat bantuan dari Attar dan Zen, akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sebagai pencuci piring di luko Mak Tuo Ros, menjadi kurir Bang Lenon, dan mengurus surau. Dari pekerjaannya itu, Hepi akhirnya memiliki banyak uang yang kemudian ia tabung di celengan bambu miliknya.
Di akhir petualangannya Hepi tersadar, ia baru menemukan makna dendamnya selama ini. Hepi menyadari rasa dendamnya kepada ayahnya itu menyelimuti rindu dan ketakutan mendalam akan ditinggal ayahnya, Martiaz. Sampai akhirnya ia memaafkan perbuatan yang dilakukan Martiaz terhadapnya.
Secara umum, novel ini menarik dan sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, karena berisi petualangan yang seru dan baru. Banyak pelajaran hidup yang bisa didapatkan di sini. Salah satu tokoh yang sangat menarik yaitu Pandeka Luko, dia adalah seorang pahlawan pada masa penjajahan Jepang yang masih hidup. Lewat cerita-cerita dan nasihatnya, Pandeka mampu mengubah hidup Hepi dengan meruntuhkan rasa dendam yang ada di hati Hepi terhadap ayahnya, Matriaz. Dia memberikan nasehat kepada Hepi : Kita boleh ditinggalkan, tapi jangan mau merasa ditinggalkan. Kita boleh dibuang tapi jangan mau merasa dibuang. Maafkan, maafkan, maafkan, dan lupakan.
Novel ini juga memberikan banyak motivasi dalam hidup kita. Kita bisa belajar bagaimana cara membentuk karaktek dan budi pekerti anak di pedesaan. Â Belajar dari alam juga sangat diperlukan. Selain itu, kita juga akan tahu bahwa adat dan agama tidaklah bertentangan, karena agama merupakan dasar dari terbentuknya sebuah adat.
Setiap karya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan novel anak rantau ini. Kelebihan dari novel ini adalah rasa Minang yang kental. Penulis menceritakan bagaimana suasana kampung di Tanah Minang, baik budayanya, bahasanya, orang-orangnya, serta makanan khasnya. Alur yang digunakan juga berjalan baik dan bahasanya pun mudah dipahami, mesikpun dalam novel ini ada beberapa kata berbahasa Minang yang tidak ada artinya sehingga membuat bingung.
Buku ini berhasil membuat saya seperti diajak pulang ke kampung halaman setelah merantau di Ibukota, menyesuaikan diri dengan kehidupan kampung dengan adat dan budaya Tanah Minang, serta kisah tentang keluarga yang mengharukan juga persahabatan yang dikemas dengan sangat baik. Semua ceritanya juga lengkap, penuh dengan kisah lucu dan menegangkan. Baca dan renungkanlah, maka kita akan tahu makna sebuah kehidupan.
Nama                   : Rochmah Nur Khasanah
Mahasiswa             : Universitas Muhammadiyah Malang