Satu di antara yang menarik dan mencuri perhatian dari pelantikan Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran pada 21 Oktober 2024 lalu, adalah Abdul Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin.
Diakui atau pun tidak, Cak Imin memang unik dan kekecualian. Bagaimana tidak? Pada Pilpres 2024 lalu, Cak Imin berpasangan dengan Anies Baswedan merupakan rival Prabowo-Gibran. Bahkan dalam sesi kampanye dan debat, cukup tajam mengkritisi pasangan nomor 2 itu. Namun begitu Prabowo-Gibran dinyatakan menang dalam kontestasi Pilpres oleh KPU, Cak Imin adalah orang pertama yang dikunjungi Prabowo di Kantor DPP PKB.
Prabowo pun di hadapan awak media sempat berkelakar, "Kemarin PKB berada di paslon yang bersaing dengan kubu saya, persaingannya menegangkan juga. Tapi saya tidak tahu ilmunya Gus Imin apa. Walaupun persaingannya ketat, tapi kita tetap senyum." Prabowo secara langsung mengaku kagum dengan Cak Imin, (24/4).
Begitu usai dilantik sebagai Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, publik pun kembali disuguhkan dengan postingan mengejutkan oleh Cak Imin. Ia dengan istri tampak mesra makan bersama Anies Baswedan yang didampingi juga oleh sang istri, Fery Ferhaty. Tentu protret itu seketika mencairkan emosi para pendukung di Pilpres lalu yang hampir ditumpahkan kepadanya.
Jadi alih-alih Cak Imin dibenci para pendukungnya karena kecewa atas merapatnya ke kubu Prabowo pasca Pilpres, justru banyak di antara netizen kemudian mulai memujinya sebagai "the real politicion" seperti yang sempat dijulukkan oleh almarhum Buya Syafi'i Ma'arif kepada Cak Imin. Bahkan tidak sedikit juga yang kembali membawa tren penyebutan namanya dengan ejaan ala Korea seperti Cha I Mien atau Moo Hae Mien, persis waktu kampanye ketika berseragam Komcad saat retreat di Lembah Tidar.
Membaca Politik Cak Imin
Membaca langkah politik Cak Imin dari masa ke masa memang selalu menarik. Karakter Cak Imin yang gesit, pandai melihat momentum, dan dibalut dengan kejenakaannya, selalu menyajikan kejutan dalam pentas politik nasional. Dan ujungnya, ia selalu menjadi relevan dan tidak pernah usang, di tengah politisi seangkatannya banyak tumbang di tengah jalan.
Jika melihat ke belakang dari awal masuk ke pentas politik nasional, Cak Imin kala itu juga langsung menggemparkan publik karena menjadi pemecah rekor pimpinan termuda sebagai Wakil Ketua DPR RI 1999/2004 di usia 32 tahun. Meski sebenarnya, itu bukan hal mengejutkan bagi mereka yang mengetahui rekam jejaknya. Karena semasa kuliah, Cak Imin merupakan aktivis militan. Ia sempat menjadi Ketua Cabang PMII Yogyakarta, aktif di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNIP), dan juga Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Yogyakarta. Bahkan pada Kongres XI PMII di Samarinda, kemudian juga terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII Periode 1994/1997 yang kian membuatnya matang.
Tahun 2005, di usianya yang masih muda kemudian ia terpilih menjadi Ketua Umum PKB dengan dinamika internal yang tidak sederhana. Namun Cak Imin membuktikan mampu melewati semua. Bahkan pada 2008 ketika PKB sempat mengalami dualisme kepengurusan, dengan cermat ia juga berhasil mengambil langkah taktis dan kubunya dimenangkan pemerintahan SBY-JK. Hingga pada Piplres 2009, PKB di bawah kepemimpinannya mantap mendukung SBY-Boediono dan oleh KPU dalam kontestasi dinyatakan berhasil menjadi pemenangnya.
Pada Pileg 2009, bisa dikatakan hasil perolehan suara PKB turun drastis akibat konflik internal. Namun berkat kemenangan dukungan Pilpres, Cak Imin diganjar menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabinet SBY periode kedua. Di sinilah menjadi titik balik Cak Imin dalam membenahi PKB dan basis konstituennya.
Tolok ukur keberhasilan Cak Imin menahkodai PKB dan keluar dari badai konflik internal terlihat setelah Pemilu 2014. Ia berhasil membawa PKB kembali menjadi partai 5 besar dengan memperoleh 47 kursi di DPR RI. Meski gayung pengajuan Cak Imin menjadi cawapres tidak bersambut mendampingi Jokowi, PKB berhasil menjadi salah satu partai penentu kemenangan pasangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 untuk merebut suara di kalangan warga nahdliyin. Hingga kemudian diganjar dengan 5 kader PKB masuk di Kabinet Kerja 2014-2019.
Lagi-lagi oleh para kader PKB, pada Pilpres 2019 Cak Imin didorong maju sebagai cawapres Jokowi. Dengan kiprah kepemimpinannya di partai dan pengalaman panjang di kancah perpolitikan nasional, dianggap cukup menjadi modal Cak Imin sebagai cawapres. Bahkan berbagai gerakan personal branding baru Cak Imin digerakkan besar-besaran oleh kadernya. Hingga yang semula terkenal dengan panggilan akrab Cak Imin, diubah menjadi Gus AMI yang merupakan singkatan dari Abdul Muhaimin Iskandar. Meski lagi-lagi gayung cawapres tak bersambut, Cak Imin tetap berhasil membawa PKB menjadi salah satu penentu ceruk suara nahdliyin untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Di Pileg, ia juga berhasil mengukuhkan posisi PKB menjadi partai 4 besar dengan perolehan 58 kursi di DPR RI.
Menjadi Selalu Relevan
Banyak orang menyebut dunia politik sama kejamnya dengan perang. Bahkan Mantan Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill pernah berkata, "Dalam perang, Anda hanya bisa dibunuh satu kali. Tetapi dalam politik, Anda bisa di bunuh berkali-kali." Sebagai gambaran betapa kejamnya dunia politik, dan tidak sedikit politisi tanah air yang merasakan hal itu. Namun tampaknya kata-kata itu tidak berlaku bagi Cak Imin.
Berkali-kali Cak Imin dihadapkan badai besar dalam kancah politik nasional. Banyak upaya baik dari internal maupun eksternal partai yang ingin membunuh karier politiknya. Namun tetap saja, ia terus berhasil melewati badai-badai itu, dan bahkan selalu relevan dengan konteks, kondisi, dan perkembangan zaman. Cak Imin mampu mendapat panggung untuk terus bersinar.
Termasuk ketika kegagalan menjadi cawapres yang berulang akhirnya menuai titik cerah ketika Pilpres 2024 lalu, dan berhasil digandeng sebagai cawapres pasangan Anies Baswedan. Disadari atau pun tidak, Cak Imin membawa warna tersendiri di antara para calon yang ada, dan membuat sosok Anies menjadi lebih berwarna. Gaya apa adanya dan jenaka Cak Imin khas ala santri politisi, pelan namun pasti bisa masuk di kalangan pemilih muda, bahkan bisa membumi di pergaulan anak muda pada umumnya yang bukan santri dengan program "Slepet Imin"-nya. Ia menjadi relevan di era kekinian dengan gaya khasnya.
Meski akhirnya tidak juga keluar sebagai pemenang dalam kontestasi Pilpres 2024, namun harus diakui keberadaan Cak Imin sebagai pasangan Anies sangat kuat mewarnai kampanye di tengah masyarakat. Dan tentu yang menarik, adalah kekalahan di Pilpres bagi Cak Imin tak berarti juga menjadi kekalahan partai yang dipimpinnya. Karena perolehan suara Pileg PKB naik 10 kursi dari sebelumnya, menjadi 68 kursi di DPR RI. Bahkan kemudian begitu merapat ke kubu Prabowo, juga diganjar sebagai menteri koordinator, dan PKB mendapatkan jatah hingga 3 menteri dan 1 wakil menteri.
Seorang antropolog dan peneliti bidang ekologi manusia, John William Bannet (1996) mengatakan, "adaptasi adalah suatu mekanisme penyesuain yang dimanfaatkan manusia sepanjang kehidupannya." Dalam konteks di percaturan politik, adaptasi merupakan sebuah keniscayaan yang penting dilakukan untuk bisa survive. Itu pun sejatinya juga dilakukan semua politisi di mana saja. Namun bedanya politisi handal dan tidak, adalah bagaimana cara mereka beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang kemudian menentukan posisi daya tawar mereka.
Dalam hal ini langkah Cak Imin bagaimana bisa terus menjadi relevan di setiap masa dan tidak pernah usang, sebagai seorang santri dan kader NU, bisa dibaca melalui prinsip siyasah ala nahdliyin. Setidaknya ada tiga kaidah usul fiqh yang dipegang warga NU dalam berpolitik khususnya untuk meminimkan risiko, yaitu: Pertama, dar al-mafasid muqaddam ala jalb al-mashalih, artinya menghindari bahaya diutamakan dari pada melaksanakan kebaikan. Kedua, bila dihadapkan oleh dua bahaya atau lebih, maka pilihlah satu yang resikonya paling kecil (akhhaffud-dararain), dan ketiga, bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain atau memunculkan bahaya lain.
Tiap langkah Cak Imin di perpolitikan nasional, tidak terlepas dari tiga kaidah itu. Termasuk di antaranya merapat ke kubu Prabowo sang rival pasca kalah dalam kontestasi Pilpres 2024, yang dilakukan apik oleh Cak Imin dengan prinsip dan nilai-nilai NU, seperti tasammuh (toleran), tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), dan 'adalah (adil), hingga membuat semua pihak menjadi nyaman.
Membuahkan Kemaslahatan
Bagi seorang santri, tidak ada hal lain dari ujung ikhtiar dalam politik kecuali untuk kemaslahatan umat. Apa pun langkah politik yang ditempuh, kekuasaan yang diraih, tidak menjadi berarti apa-apa jika tidak membuahkan manfaat bagi banyak orang.
Tentu jabatan sangat strategis Cak Imin sebagai Koordinator Menteri Pemberdayaan Masyarakat, dengan enam kementerian yang berada di bawah koordinasinya, yaitu Kementerian Sosial, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Koperasi, Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif, masyarakat berharap besar akan bisa membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan.
Dengan berada di pemerintahan, bahkan banyak pihak yang beharap Cak Imin tetap bisa menjalankan program-program yang sempat disuarakan lantang di berbagai acara "Slepet Imin". Atas kepercayaan yang diberikan Prabowo dan rakyat kepada Cak Imin itu, semoga bisa dijalankan dengan penuh amanah dan tidak mengecewakan. Karena seperti yang pernah dikatakan Sayyida Ali bin Abi Thalib, "aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia." []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H