Dikutip dari buku Pengantar Etika Aqidah dan Pembelajarannya, Dedi Wahyudi (2017: 1), pengertian aqidah adalah keyakinan yang bebas dari keragu-raguan dan keragu-raguan apabila hati menghalalkannya untuk bersuci kepada Allah yang tenteram Sedangkan pengertian aqidah yang lain adalah keimanan kepada Allah SWT yang meliputi enam keyakinan atau yang disebut dengan rukun iman.Â
Pengertian aqidah secara umum adalah keimanan, keimanan, keyakinan yang mendalam dan benar, serta perwujudannya selanjutnya dalam perbuatan, Sedangkan aqidah dalam Islam berarti keyakinan yang utuh terhadap Keesaan Allah, dimana Allah adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan pengatur segala sesuatu di alam semesta. Secara umum Aqidah Islam mencakup seluruh rukun iman yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat dan iman kepada Qada dan Qadar. Pada dasarnya yang dimaksud dengan Aqidah adalah  keyakinan tertentu tanpa ada keraguan.Â
Oleh karena itu, menjalankan Aqidah yang baik merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Sedangkan akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga banyak tindakan yang terjadi secara spontan tanpa  pertimbangan.Â
Akhlak juga dapat dipahami sebagai perangai yang ada pada diri manusia dan menjadi sumber perbuatan tertentu yang terjadi secara spontan tanpa ada paksaan.Â
Akhlak adalah keutamaan dasar manusia, melekat sejak lahir dan terbentuk di dalamnya. Karena akhlak itu berasal dari dalam diri manusia, maka wujudnya adalah munculnya akhlak mulia dan akhlak buruk.  Jika hubungan tersebut dapat terlaksana secara harmonis, maka akan membantu manusia memiliki kehidupan yang bahagia baik di kehidupan ini mAqidah dan akhlak dalam ajaran Islam  sangat erat kaitannya.Â
Aqidah yang kuat dan benar tercermin dari etika terpuji seseorang, begitu pula sebaliknya. Dalam konsep Islam, aqidah dan akhlak tidak hanya berarti yang meliputi hubungan manusia dengan Allah SWT tetapi juga mencakup hubungan dengan  manusia lain atau dengan lingkungan alam, karena keduanya merupakan perwujudan hubungan manusia dengan Allah.aupun di akhirat. Inilah pembahasan tentang aqidah dan etika dalam kaitannya satu sama lain.
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah dan mempunyai manfaat kecerdasan yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Moralitas inilah yang membedakan manusia dengan manusia lainnya. Berdasarkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tujuan Pembelajaran Aqidah Akhlak  adalah :  membekali peserta didik dengan keterampilan dasar  Aqidah Islam untuk mengembangkan kehidupan keagamaannya sehingga menjadi umat Islam yang bertakwa dan taat karena Allah SWT. mempunyai akhlak mulia  sebagai anggota masyarakat dan sebagai  warga negara. Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia, santun, berakhlak mulia, bijaksana, sempurna dan beradab. Dengan  kata lain, pendidikan moral bertujuan untuk menciptakan manusia yang bernilai.Â
Berdasarkan tujuan tersebut,  kapanpun dan dimanapun merupakan sarana pendidikan moral. Setiap pendidik harus mempunyai akhlak yang baik, maka peserta didik juga harus mempunyai akhlak yang baik. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menghubungkan makna Aqidah Akhlak dengan tujuan pembelajaran kedua dokumen tersebut, baik secara resmi di  sekolah , lembaga pendidikan maupun di luar sekolah.
Islam memadukan agama dengan hak dan etika. Menurut teori ini, agama mendorong setiap individu untuk berakhlak mulia dan membebankan kepadanya kewajiban (taklif) Â yang dapat mendatangkan pahala atau hukuman.Memang agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajarannya karena agama terdiri dari keyakinan (aqidah) dan perilaku. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, akhlak harus didasari oleh keimanan. Iman yang ada dalam hati saja tidak cukup, harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik.Â
Dengan kata lain, untuk memanfaatkan dan mewujudkan bagian-bagian aqidah dan ibadah, perlu pula melekat erat dan teguh pemenuhan bagian-bagian lainnya yang disebut dengan bagian-bagian yang berbudi luhur. Sejarah pakta suci dalam seluruh prosesnya yang  telah membuktikan bahwa kebahagiaan dalam segala bidang kehidupan hanya dapat dicapai dengan menerapkan budi pekerti yang baik (akhlak mulia). Hasbi Ash Shiddieqy  dalam bukunya Al Islam mengatakan bahwa keyakinan dan akhlak menurut Al-Qur'an hampir dihukum satu, dihukum sama, sama rata.Â
Melalui tahun , Tuhan menghormati moralitas dan memperluas kedudukannya. Sesungguhnya Allah memerintahkan umat Islam untuk menjaga akhlaknya dengan perintah-perintah tertentu, jelas dan  tidak ambigu. Umat Islam tidak boleh menyia-nyiakan akhlaknya sedikitpun, bahkan tidak mempermudahnya (Shiddieqy, tth).
Aqidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung disaat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya merupakan layang-layang bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya.Â
Sabda beliau: "Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya". (HR. Muslim) Dengan demikian,  kuat atau lemahnya keimanan dapat diketahui melalui  perilaku (akhlak) seseorang, karena perilaku tersebut merupakan wujud keimanan yang ada di dalam hati orang tersebut. Jika perbuatannya baik, itu tandanya ia mempunyai keyakinan yang kuat; dan jika berbuat buruk maka dapat dikatakan orang tersebut lemah imannya. Dengan kata lain , iman yang kuat menghasilkan akhlak yang baik dan mulia, sedangkan iman yang lemah menghasilkan akhlak yang buruk dan jahat.
Nabi Muhammad SAW  menjelaskan bahwa iman yang kuat menimbulkan akhlak yang mulia dan kemerosotan akhlak dilandasi oleh lemahnya iman. Nabi bersabda, orang yang berperilaku buruk adalah orang yang kehilangan keimanannya. Beliau bersabda: "Rasa malu dan keyakinan berjalan beriringan, jika salah satu hilang  maka  lainnya juga hilang." (HR. Hakim) Jika melihat hadits di atas, jelas bahwa rasa malu sangat erat kaitannya dengan keimanan sehingga dapat dikatakan bahwa setiap mukmin pasti memiliki rasa malu; dan jika dia tidak malu berarti dia tidak beriman atau lemah imannya. Aqidah dikaitkan dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan dan landasan dari segala tindakan. Kebajikan adalah segala perbuatan baik  seorang mukalaf, baik itu menyangkut hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, maupun lingkungannya. Berbagai amalan tersebut akan mempunyai nilai ibadah dan akan terhindar dari berbagai penyimpangan apabila diimbangi dengan keyakinan  yang kuat terhadap aqidah. Oleh karena itu, keduanya tidak dapat dipisahkan, seperti halnya antara tubuh dan jiwa.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran oleh Allah SWT  yang menyatakan bahwa orang beriman yang melakukan berbagai amal shaleh akan mendapat  pahala dari-Nya. Dia akan dimasukkan ke  surga surgawi. Penegasan ini tertuang dalam firman Allah SWT. sebagai berikut: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka  surga sebagai tempat tinggalnya, mereka kekal di sana selama-lamanya,  mereka  tidak mau meninggalkannya" (QS. Al-Kahfi: 107 -108). Ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya aqidah dan akhlak, dengan perpaduan keduanya  seseorang akan mendapat pahala yang besar dari Allah dengan jaminan surga Firdaus. Hubungan antara aqidah dan akhlak  tercermin dalam sabda Nabi Muhammad SAW  dari Abu Hurairah yang artinya: "Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. berkata: "Orang yang beriman sempurna mempunyai Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah keimanan yang benar, karena akhlak bersumber dari keimanan dan bersumber dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, jika seseorang meyakini kebenaran , maka akhlaknya juga akan benar, baik dan lurus.Â
Sebaliknya jika keyakinan salah maka moralitas juga salah. Dengan akhlak yang baik maka seseorang akan mampu memperkuat Aqidah dan menunaikan ibadah  dengan baik dan benar, sehingga mampu menunaikan tauhid  dengan  akhlak yang mulia (akhlaqul karimah). Hubungan manusia dengan Allah SWT dan perilakunya terhadap Allah SWT ditentukan dengan mengikuti nilai-nilai aqidah yang telah ditetapkan. Karena siapapun yang mengetahui secara pasti tentang Sang Pencipta pasti akan dengan mudah bertindak sesuai perintah Tuhan . Oleh karena itu, tidak mungkin kita bisa menjauhi atau bahkan meninggalkan amalan yang telah ditetapkan-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H