Mohon tunggu...
Rochim
Rochim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance journalist.

Hobi naik gunung.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Naskah Film "24 Jam Bersama Gaspar" Dikritik terlalu Kaku

18 Maret 2024   08:24 Diperbarui: 18 Maret 2024   08:26 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa yang baku dan formal sering kali dapat menciptakan jarak antara karakter dan penonton dalam sebuah film. Dalam konteks film, penonton cenderung mengharapkan dialog-dialog yang lebih alami dan mengalir, yang dapat membuat mereka terhubung secara emosional dengan karakter-karakter yang digambarkan. Penggunaan bahasa baku yang terlalu kaku dapat mengganggu alur cerita dan membuat pengalaman menonton terasa kurang autentik.

Selain itu, gaya cerita yang dipilih juga berperan penting dalam menghantarkan pesan kepada penonton. Dalam film, cerita harus disampaikan dengan cara yang lebih visual dan dinamis, daripada hanya mengandalkan narasi yang panjang dan kompleks seperti dalam novel. Gaya cerita yang terlalu mirip dengan gaya penceritaan dalam novel dapat membuat pengalaman menonton terasa terlalu statis dan kurang menarik bagi penonton yang mengharapkan lebih banyak aksi dan visual yang menarik.

Kritik terhadap penggunaan bahasa dan gaya cerita dalam film ini mencerminkan pentingnya pemahaman akan medium yang digunakan dalam menyampaikan cerita. Meskipun film dan novel adalah dua bentuk seni yang berbeda, namun keduanya memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing yang harus dipahami dan dimanfaatkan dengan baik oleh para pembuat karya seni.

Para pengguna juga menyampaikan kekecewaan terhadap akting para aktor dan aktris ternama dalam film ini, yang dianggap tidak sejalan dengan gaya bahasa yang digunakan dalam cerita. Beberapa ulasan menyayangkan bahwa meskipun konsep distopia dan futuristiknya dianggap menarik, namun eksekusi script dan dialognya dinilai tidak mampu mengimbangi kualitas visual dan konsep cerita yang diusung.

Salah satu pengguna dengan rating 2 bintang menulis, "Konsep distopia, futuristiknya oke sih, fresh belum pernah nonton film Indonesia yang konsepnya gini. Tapi script dan dialognya? Enggak kuat nontonnya, kaku banget berasa liat film animasi di-dubbing ke bahasa Indonesia." Kritik ini menyoroti kesenjangan antara kualitas visual yang menarik dengan eksekusi script dan dialog yang kurang memuaskan, sehingga membuat pengalaman menonton terasa terganggu.

Selain itu, seorang pengguna dengan rating 3 bintang juga mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap cara bercerita yang dianggap bertele-tele dan kaku. Mereka menyatakan, "Cara bercerita yang dibuat oleh Irfan Ramli di film ini bertele-tele dan seperti masih kaku. Motivasi antagonis yang kurang kuat, dan agak pretensius." Kritik ini menyoroti kelemahan dalam pengembangan karakter dan alur cerita, yang tidak mampu memberikan dampak emosional yang kuat kepada penonton.

Ulasan-ulasan tersebut juga menyoroti bahwa meskipun film ini memiliki elemen-elemen yang artistik dan puitis, namun cerita yang kurang bisa dinikmati dapat mengurangi daya tariknya bagi sebagian penonton. Meskipun soundtrack yang bagus dan visual yang menarik dapat menjadi daya tarik tersendiri, namun cerita yang lemah dapat mengurangi keseluruhan pengalaman menonton film ini.

Meskipun menerima kritik dari beberapa penonton, beberapa pengguna juga mengapresiasi kehadiran genre crime dengan gaya dunia distopia dalam perfilman Indonesia. Munculnya unsur absurd juga memberikan citra tersendiri pada kisah Gaspar ini, menambahkan dimensi yang unik dan menarik bagi para penonton.

Beberapa aspek yang digambarkan dalam film ini, seperti permasalahan masyarakat pada era masa depan seperti krisis ekonomi, perubahan iklim ekstrim, dan tingginya tingkat kejahatan, juga mendapatkan apresiasi dari sejumlah penonton. Mereka melihat bahwa film ini berhasil menghadirkan gambaran yang kuat dan memikat tentang kondisi sosial yang mungkin terjadi di masa depan, menggambarkan kekacauan dan kerusakan yang melanda masyarakat kelas bawah dengan cara yang autentik dan menggugah.

Seorang pengguna dengan rating 3,5 bintang menulis, "Film yang stylish dan bergaya neo-noir dengan menonjolkan dunia dystopian dengan artistik yang indah dan pengambilan kamera yang bagus ditunjang ansambel cast yang bekerja sesuai porsinya." Ulasan ini menyoroti penghargaan terhadap visual yang menarik dan atmosfer yang khas dari film ini, serta penampilan yang solid dari para pemainnya.

Ulasan lainnya juga menunjukkan penghargaan terhadap upaya film ini dalam menggambarkan realitas sosial yang keras dan tak terhindarkan. Seorang pengguna menulis, "Meski dari cara bercerita masih kurang mulus, namun salut juga bagaimana melalui film ini kehidupan masyarakat kelas bawah, kekacauan, dan kerusakan yang terjadi digambarkan." Ulasan ini menyoroti bahwa meskipun ada kekurangan dalam eksekusi cerita, namun film ini berhasil menyampaikan pesan yang kuat tentang realitas sosial yang tidak terhindarkan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun