Bakteri Mycoplasma pneumoniae tengah menjadi perhatian serius, terutama karena penyakit pneumonia yang disebabkannya menimbulkan keprihatinan, terutama pada anak-anak. Situasi ini semakin diperhatikan di Tiongkok, di mana mayoritas kasus melibatkan anak-anak.
Di Indonesia, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Imran Pambudi menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan mengenai kasus pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pada pasien anak. Saat ini, Kemenkes sedang melakukan konfirmasi dengan fasilitas kesehatan terkait dan berencana untuk merilis pernyataan resmi setelah konfirmasi tersebut.
Imran Pambudi menyampaikan, "Laporan yang diterima Kemenkes mencatat bahwa ada tiga pasien anak yang dilaporkan mengalami gejala yang mengarah ke infeksi bakteri Mycoplasma." Situasi ini memicu kekhawatiran dan tindakan responsif dari pihak berwenang untuk mengatasi potensi penyebaran penyakit ini di kalangan anak-anak.
Bakteri Mycoplasma pneumoniae, sebagaimana dilansir oleh Medicalnewstoday, merupakan sejenis bakteri yang sering kali menjadi penyebab penyakit ringan pada sistem pernafasan. Kondisi ini cenderung lebih umum terjadi pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa muda.
Meskipun bakteri ini dapat menyebabkan penyakit ringan, namun dalam beberapa kasus, Mycoplasma pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia, yaitu infeksi pada paru-paru. Gejala umumnya melibatkan infeksi saluran pernapasan atas, seperti batuk dan sakit tenggorokan.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), bakteri ini sering kali terkait dengan kondisi yang dikenal sebagai "flu dada" atau trakeobronkitis, yang umumnya terjadi pada anak-anak. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang karakteristik dan dampak bakteri Mycoplasma pneumoniae menjadi penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kondisi pernapasan ini, terutama di kalangan anak-anak dan orang dewasa muda.
Gejala Umum
Gejala yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae umumnya berlangsung dalam bentuk ringan selama beberapa minggu. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), gejala biasanya muncul dalam rentang waktu 1 hingga 4 minggu setelah terpapar. Gejala khasnya melibatkan gejala pilek di dada, sakit tenggorokan, kelelahan, demam, batuk yang lambat laun semakin parah, dan sakit kepala.
Penting untuk dicatat bahwa gejala yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae mirip dengan gejala infeksi saluran pernafasan lainnya, membuat diagnosis seringkali memerlukan evaluasi lebih lanjut. Salah satu ciri utama yang membedakan adalah adanya batuk yang berkepanjangan.
Ketika infeksi ini menyebar lebih dalam ke paru-paru, gejala yang lebih parah dapat muncul, seperti kesulitan bernafas, pernapasan yang cepat dan dangkal, mengi, nyeri dada yang intens terasa lebih buruk saat bernapas atau batuk, peningkatan detak jantung, berkeringat dan menggigil, kehilangan nafsu makan, malaise, atau perasaan tidak enak badan secara umum. Memahami gejala ini menjadi penting untuk pengenalan dini dan penanganan yang efektif terhadap infeksi Mycoplasma pneumoniae, terutama dalam kasus-kasus yang mungkin lebih parah atau melibatkan kelompok rentan seperti anak-anak.
Pencegahan
Mengingat sifat penularan Mycoplasma pneumoniae dan infeksi saluran pernapasan lainnya, penting bagi masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif.
Seperti halnya dengan berbagai infeksi saluran pernapasan, batuk merupakan salah satu cara penyebaran bakteri Mycoplasma pneumoniae. Oleh karena itu, sangat disarankan agar individu yang terkena infeksi atau merasa tidak sehat serta batuk untuk menghindari kontak dekat dengan orang lain guna mencegah penularan.
Penting juga untuk mencatat bahwa vaksinasi dapat memainkan peran kunci dalam melindungi individu dari beberapa jenis infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia, termasuk Mycoplasma pneumoniae. Vaksinasi influenza, H. influenzae, varicella, dan pneumokokus telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko pneumonia komunitas.
Khususnya, vaksin pneumokokus direkomendasikan untuk sejumlah kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi jenis ini. Ini mencakup individu dengan kondisi jantung atau paru-paru yang sudah ada, orang-orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, dan bahkan perokok. Menerima vaksin ini tidak hanya melindungi individu itu sendiri tetapi juga berkontribusi pada upaya pencegahan penyebaran penyakit di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H