Mohon tunggu...
Rachel Williams
Rachel Williams Mohon Tunggu... -

Rumors are started by haters, spread by fools, and accepted by idiots

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Miss, Tolong Bedakan Separation Anxiety dengan Manja

20 April 2016   09:14 Diperbarui: 20 April 2016   09:35 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami enggan mencapai tahap itu, dan kami cenderung tidak ambil peduli dengan penilaian orang lain. Maka ketika seorang miss di sekolah memperlakukan anak kami seperti anak manja yang mencari perhatian negatif tentu saya tidak terima. Lebih-lebih ketika pulang sekolah anak saya mempertanyakan sikap si miss tersebut, ia ingin tahu maksudnya apa. Jadi alih-alih menenangkan, membantu ia mengatasi separation anxiety justru yang bersangkutan menciptakan kebingungan.

Saya yakin anak saya tidak manja, ketika bersikap cari perhatian dengan cara negatif kami tidak memberi toleransi, kami ingatkan tanpa mempermalukan. Sejak usia 1 tahun dia sudah bisa bertanggung jawab membereskan mainan sendiri setelah selesai bermain. Jika dia merengek untuk meminta sesuatu kami menyuruhnya terlebih dahulu bicara dengan nada 'normal' sebelum memutuskan dipenuhi atau tidak keinginannya. Setiap ganti baju dia bisa menempatkan pakaian kotornya ke tempat yang sudah disediakan. Sampah selalu dia buang pada tempatnya, kalau tidak ada disimpan sendiri di saku baju/celana sampai dia menemukan tempat sampah. Masih banyak hal lagi yang bisa saya sebutkan untuk membuktikan dia tidak dimanja.

Usia 6 bulan hingga 4 tahun yang saya pahami memang merupakan usia rentan atau usia dimana anak mengalami kesulitan berpisah dengan orang tuanya. Emosi seperti marah, sedih, kecewa sebagai akibatnya tidak bisa dikesampingkan. Orang dewasa di sekitarnya lebih-lebih yang bertanggung jawab atas si anak mestinya membantu mengatasi emosi, bukan malah mengabaikan seperti yang dilakukan seorang miss di sekolah anak saya itu. Orang tua sudah memercayakan, bayar sekolah juga tidak murah kok malah emosi anak dirusak.

Sebagai orang tua saya paham kalau pengajar harus menghadapi beberapa anak dengan karakter, kebutuhan masing-masing. Tapi bukan berarti mereka punya hak untuk merusak demi menyederhanakan pekerjaannya. Masa depan manusia yang mereka pertaruhkan dalam pekerjaan, jadi tanggung jawabnya tidak main-main.

Dulu kala pertama kali diperkenalkan dengan istilah separation anxiety si konsultan dari pemerintah itu menggambarkan kondisi dalam pernikahan misalnya dimana segala sesuatunya berjalan baik, menyenangkan, komunikasi terbangun baik tiba-tiba si suami atau istri pergi begitu saja tanpa memberi penjelasan. Tentu yang ditinggalkan merasa khawatir akan keselamatan suami atau istri yang pergi, bertanya-tanya akan kembali atau tidak, pada tahap tertentu mungkin juga curiga lari dengan kekasihnya. Kemampuan berpikir anak juga membuatnya mengalami kondisi yang sama kala ditinggalkan orang tua, inilah yang disebut separation anxiety.

Justru anak yang orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaan, menyerahkan pada pihak ketiga untuk menghasuh sehari-hari kemungkinan besar tidak mengalami. Meski pada kasus-kasus terentu separation anxiety kemudian beralih kepada kakek/nenek atau bahkan baby sitter.

Jadi please deh miss,lebih berhati-hati kalau bersikap. Saya tahu pekerjaan Anda tidak mudah, saya tahu Anda mungkin punya masalah pribadi tapi jangan main-main sama masa depan manusia meski saat ini terlihat kecil di mata Anda. Saya menghormati Anda dan pekerjaan yang Anda lakukan, tapi saya tidak bisa tolerir kalau berpotensi negatif untuk anak saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun