Mohon tunggu...
rochani sastra adinegoro
rochani sastra adinegoro Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Revolusi Budaya

2 Februari 2023   19:41 Diperbarui: 2 Februari 2023   19:45 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dhandhanggula

Semut ireng ngendhog jroning geni
ana merak bandrk lan baya
Kyong sak kenong matan
Tikus padha ngidung
Kucing gering ingkang nunggoni
Kodhok nawu segara
Entuk banthng sewu
Si precil ingkang anjaga
Semut ngangrang angrangsang ardi Marapi
Wit ranti awoh dlima

Sebuah metrum dandanggula yang ditulis di era Kerajaan Surakarta  pada masa Pemerintahan PB X tentang sebuah keadaan Negara yang menuju era kegelapan.  Metrum tersebut yang mengkritisi terhadap perilaku Konspirasi dalam sebuah negara.  Mari kita simak pada tiap-tiap bait.

'Semut ireng ngendhog jroning'  Seekor semut yang bertelor tentu Semut Ratu. Mengapa semut Ratu bertelor di dalam bara api? Dia adalah seorang pemimpin yang berada di dalam tekanan system, dan ia tak bisa keluar dari system. Meski bisa  mengeluarkan bayinya, namun akan terbakar oleh api kekuasaan.

'ana merak bandrk lan baya'   Burung Merak berselingkuh dengan buaya, maknanya, pengusaha yang memegang kekuasaan/ Oligarki.

'Kyong sak kenong matan'  Seekor siput matanya sebesar kenong  sejenis gong kecil, artinya rakyat yang tahu dan melihat semua itu, namun tak dapat berbuat sesuatu. karena mereka  tidak bisa menembus system yang sedang  berkuasa.

'Tikus padha ngidung' para tikus mendendangkan lagu, artinya para penjahat/koruptor karena saking banyaknya, hingga mereka itu dengan santai  melenggangkan kakinya  sambil senyum dan bersiul. Sama sekali tidak ada rasa risih atau malu. Me ngapa demikian, karena mereka tahu bahwa; 'Kucing gering ingkang nunggoni'  

Kucing kurus yang menjadi penjaga rumah, sementara itu tikusnya 'tikus Wirok'. Mereka sama sekali tidak merasa segan apalagi takut kepada penegak hukum.

Karena mereka tahu bahwa sang penegak hukum tidak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa. Dan akhirnya ; 'Kodhok nawu segara'  Si katak menguras lautan, konglomerat dan koruptor menguras kekayaan negeri ini dengan gembira mereka mengaduk-aduk isi kekayaan negeri ini. Dan mereka pula yang berhasil 'Entuk banthng sewu'  Mendapatkan Banteng seribu artinya mereka mendapatkan hasil yang melimpah ruah.

' Si precil ingkang anjaga'   Precil itu anak katak,  seorang anak di tugasi untuk menjaga rumah? merupakan gambaran orang-orang yang tidak professional di percaya untuk menjaga Sumberdaya alam negara. Akhirnya  rakyat melihat semua ini bagaikan; 'Semut ngangrang angrangsang ardi Marapi'  Semut merah mengepung gunung Merapi,  sebuah gerakan revolusi yang dilakukan oleh rakyat yang penuh kemarahan menyerbu puncak kekuasaan.
'Wit ranti awoh dlima'  
Pohon tomat berbuah delima, dan endingnya orang kecil menggantikan kedudukan penguasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun