Dalam perenungan mengenai Tuhan dan aku, selalu muncul pertanyaan mendasar: Siapa aku? Siapa Tuhan? Di mana batas antara kami? Di satu sisi, ada pandangan bahwa Tuhan adalah entitas yang begitu agung, jauh, dan berbeda dari segala yang kita kenal.
 Tuhan ada di luar pemahaman manusia, melampaui segala yang bisa kita bayangkan. Tuhan adalah pencipta, dan aku hanyalah makhluk, ciptaan-Nya, dengan segala keterbatasanku.
Di sisi lain, ada juga mereka yang berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara aku dan Tuhan. Bahwa aku adalah bagian dari Tuhan, atau bahkan, aku adalah Tuhan itu sendiri dalam bentuk yang terbatas. Pikiran ini menarik, karena mengaburkan batas antara yang ilahi dan yang fana.Â
Jika benar tidak ada pemisahan, dan aku adalah Tuhan, lantas apa arti dari segala perasaan keterpisahan ini? Mengapa aku merasa jauh dari sesuatu yang konon sudah ada di dalam diriku?
Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak akan pernah sepenuhnya terjawab. Namun, yang lebih penting bukanlah pada bagaimana aku dan Tuhan berbeda atau sama. Yang lebih penting adalah tindakan apa yang lahir dari pemahaman ini.Â
Apakah perenungan tentang Tuhan ini membawaku menjadi orang yang lebih baik? Apakah ia mempengaruhi caraku hidup dan berinteraksi dengan dunia?
Jika aku memandang Tuhan sebagai sesuatu yang berbeda dariku, entitas yang sempurna dan jauh, aku mungkin terdorong untuk mencari-Nya melalui kebaikan, melalui upaya menjadi makhluk yang lebih baik, dengan harapan mendekati-Nya. Dalam pandangan ini, aku merasa ada jarak yang harus dijembatani dengan tindakan moral, dengan berbuat baik kepada sesama, dengan merendahkan diri dan memahami keterbatasanku.Â
Aku bertindak baik karena aku ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, sebagai bentuk pencarian spiritual untuk menjembatani jarak tersebut.
Sebaliknya, jika aku memandang bahwa tidak ada yang memisahkan aku dari Tuhan, bahwa aku adalah bagian dari keilahian yang lebih besar, tindakan kebaikan yang kulakukan mungkin lahir dari pemahaman bahwa dengan membantu orang lain, aku sedang merawat bagian dari Tuhan di dalam mereka dan di dalam diriku.Â
Aku tidak berbuat baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, melainkan karena kebaikan itu adalah ekspresi dari keilahian yang sudah ada dalam diriku. Dalam setiap tindakan, aku sedang merefleksikan cahaya ilahi yang ada di dalam diri kita semua.