Mohon tunggu...
Roby Martin
Roby Martin Mohon Tunggu... Administrasi - Kadang jadi Penulis dan lebih sering jadi Buruh Pabrik

Penulis Buku Sepi-Ritual, Galau Inside dan Ngerasa Paling Hijrah dan Suka Nyebelin | robymartin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengeluh Pencapaian Hidup yang Begini-Begini saja

21 Juli 2024   14:22 Diperbarui: 21 Juli 2024   14:30 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Masjid At-Tarbiyah SMA 2 Kota Serang, suasana selalu ramai setiap Jumat siang. Para siswa berkumpul untuk melaksanakan salat Jumat, bercengkrama, dan sesekali membahas pelajaran. Namun, di tengah keramaian itu, Arif duduk sendirian di sudut masjid, merenung.
"Arif, kamu kenapa? Kelihatan murung," tanya Budi, sahabatnya, yang baru saja selesai salat sunnah.

Arif hanya menghela napas panjang. "Aku capek, Bud. Kayaknya hidup ini berat banget. Semua orang kayaknya lebih sukses daripada aku."

Budi duduk di samping Arif dan menepuk pundaknya. "Lho, kenapa kamu ngomong gitu? Bukannya kamu pintar? Prestasi kamu juga bagus, kok."

Arif menggeleng. "Iya, tapi lihat si Rian, juara kelas. Sinta dapat beasiswa ke luar negeri. Aku cuma bisa di sini, nggak ada yang spesial."

Budi tersenyum mendengar keluhan Arif. "Arif, kamu tahu nggak, Masjid At-Tarbiyah ini dulu juga nggak langsung jadi sebagus sekarang? Semua butuh proses. Kalau kita lihat dari luar, mungkin tampak sempurna. Tapi, kamu nggak tahu perjuangan di baliknya."

Arif terdiam sejenak, merenungi kata-kata Budi. "Tapi tetap aja, Bud. Rasanya semua pencapaian mereka itu jauh lebih hebat daripada aku."

"Yah, mungkin memang hebat. Tapi kamu nggak bisa membandingkan pencapaian kamu dengan orang lain begitu aja. Setiap orang punya jalan hidup yang berbeda," jawab Budi dengan bijak.

Di saat itu, terdengar suara Ustaz Ahmad dari depan masjid, memberikan ceramah usai salat Jumat. "Anak-anak, hidup ini seperti perjalanan. Tidak semua orang berjalan dengan kecepatan yang sama. Ada yang cepat sampai, ada yang lambat. Tapi yang penting adalah tujuan dan niat kita," ujarnya.

Arif memperhatikan ceramah itu dengan seksama. Kata-kata Ustaz Ahmad seolah menampar kesadarannya. Mungkin selama ini dia terlalu fokus melihat keberhasilan orang lain dan lupa mensyukuri apa yang telah dia capai.

Usai ceramah, Arif dan Budi berjalan pulang bersama. "Bud, makasih ya, udah mau dengerin curhatanku. Aku sadar, mungkin aku harus lebih fokus pada diriku sendiri, bukan pencapaian orang lain."

Budi tersenyum dan merangkul Arif. "Itulah intinya, Rif. Setiap orang punya waktu dan jalannya masing-masing. Jangan bandingkan pencapaianmu dengan orang lain. Kita semua unik dengan cara kita sendiri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun