Mohon tunggu...
Roby Martin
Roby Martin Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Paruh Waktu

Penulis Buku Sepi-Ritual, Galau Inside dan Ngerasa Paling Hijrah dan Suka Nyebelin | robymartin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cek Khodam Batu Akik Pak Kumis

30 Juni 2024   10:21 Diperbarui: 30 Juni 2024   10:21 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada getaran listrik kecil di jari-jari saya," ujarku dengan mata terpejam, mencoba terdengar mistis sambil memegang cincin batu akik milik Pak Kumis. Suara bisik-bisik di warung kopi langsung berhenti, dan semua mata tertuju pada kami.

"Benar, benar! Khodamnya sakti!" seru Pak Kumis dengan wajah cerah, seakan-akan aku baru saja memverifikasi kebenaran universal. Di sudut warung, Bu Sumiyati tampak gelisah, menunggu gilirannya.

Kembali ke pagi itu, Pak Kumis datang ke rumah dengan langkah terburu-buru. "Coba kamu cek, ada khodam nggak di batu akik ini?" tanyanya, menyerahkan cincin berukuran jumbo seperti bola bekel. Matanya bersinar penuh harapan, seolah-olah aku seorang dukun terkenal.

Aku sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang khodam. Tetapi melihat antusiasme Pak Kumis, aku memutuskan untuk sedikit berimprovisasi. "Setahu saya, khodam itu tidak bisa dilihat begitu saja, Pak. Tapi saya coba rasakan," jawabku, menerima cincinnya dengan penuh kesungguhan yang nyaris membuatku tertawa.

Pak Kumis mengangguk penuh semangat. "Coba saja, saya yakin kamu bisa merasakannya."

Maka, mulailah episode ini. Aku meraba cincin itu, berpura-pura merasakan sesuatu yang luar biasa. "Ada rasa seperti listrik kecil yang bergetar di jari-jari saya," kataku, membuka mata seolah-olah baru saja menemukan rahasia besar.

Pak Kumis tersenyum lebar. "Ah, benar sekali! Berarti ini batu akik sakti! Khodamnya kuat!" katanya sambil menggenggam cincinnya dengan bangga.

Setelah itu, cerita tentang "khodam" di batu akik Pak Kumis menyebar dengan cepat. Di warung kopi, Pak Kumis menceritakan pengalamannya dengan begitu dramatis, membuat semua orang terpukau. Dia bahkan meyakinkan orang bahwa khodam itu bisa memberikan nasihat finansial lebih akurat daripada bank.

Beberapa hari kemudian, Bu Sumiyati datang dengan wajah penuh harap. "Mas, tolong cek juga gelang ini. Apa khodamnya bisa memberi tahu saya nomor togel yang akan keluar besok?" tanyanya dengan serius. Aku hampir tercekik kopi. Ini adalah dampak dari cerita Pak Kumis yang terlalu meyakinkan.

"Bu Sumiyati, kalau saya bisa tahu nomor togel, saya sudah liburan ke Bali," jawabku, mencoba menahan tawa.

Namun, Bu Sumiyati tetap tak gentar. "Tetap coba cek, ya," desaknya.

Kini, setiap malam ada saja yang datang dengan berbagai perhiasan, meminta "pengecekan khodam." Aku telah menjadi "ahli khodam" dadakan dengan hanya bermodal nalar dan humor. Gelang, kalung, bahkan jam tangan rusak, semuanya datang untuk "diperiksa."

Dalam kebingungan ini, kampung kami menjadi lebih hidup. Setiap orang sibuk dengan cerita tentang "khodam" yang membawa kebahagiaan. Obrolan di warung kopi berubah dari harga bahan pokok yang melambung ke batu akik yang konon bisa memanggil hujan.

Pak Kumis, dengan penuh kebanggaan, akhirnya menjual batu akiknya ke seorang kolektor dengan harga tinggi. Beliau menggunakan uang itu untuk membeli sepeda motor baru. "Khodam memang sakti, bukan?" katanya padaku sambil tersenyum lebar, meyakini bahwa keberhasilannya adalah berkah dari khodam, bukan dari kemampuannya membumbui cerita.

Melihat Pak Kumis melaju dengan motor barunya, aku tak bisa menahan tawa. Tidak heran dengan viralnya cek khodam yang ditayangkan secara live di tiktok, sampai-sampai backsound cek khodam menjadi bahan parodi komedi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun