Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilpres 2024 telah menimbulkan kontroversi yang tidak terelakkan. Meskipun secara resmi menolak seluruh permohonan terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 1 dan 3, banyak yang berpendapat bahwa keputusan tersebut tidak mencerminkan keadilan yang seharusnya.
Pertama, dalam analisis putusan MK, terdapat kebingungan terkait dengan cara MK menafsirkan undang-undang terkait nepotisme. Pendukung saya, yang sepakat dengan pandangan tiga hakim yang mendukung pemilihan suara ulang, merasa bahwa MK tidak sepenuhnya memahami konsep nepotisme, sehingga menyebabkan ketidakjelasan dalam pengambilan keputusan. Ini memunculkan keraguan akan kualitas interpretasi hukum oleh MK.
Selanjutnya, penolakan MK terhadap beberapa permohonan untuk pemilihan suara ulang di beberapa wilayah, seperti DKI Jakarta dan Bali, menjadi titik kontroversi lainnya. Meskipun tiga hakim memperjuangkan pemilihan ulang, mayoritas lima hakim memutuskan menolaknya. Hal ini menunjukkan perbedaan pandangan yang signifikan di antara anggota MK, yang dapat meragukan keadilan dan keberpihakan lembaga.
Sebagai pendukung keputusan tiga hakim yang memperjuangkan pemilihan suara ulang, saya memiliki alasan kuat untuk meragukan keadilan putusan MK. Pengakuan terhadap keberanian tiga hakim yang berbeda pendapat harus diperhitungkan, dan hal ini memunculkan pertanyaan akan konsistensi dan integritas institusi.
Meskipun begitu, penting untuk mencatat bahwa meskipun ada ketidaksetujuan terhadap putusan MK, keputusan ini memperkuat kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah MK seharusnya menjadi alat pengukur keadilan yang objektif atau lebih cenderung terpengaruh oleh faktor politik.
Dalam kesimpulan, sengketa Pilpres 2024 dan putusan MK terhadapnya telah menyoroti kelemahan dan kontroversi dalam sistem hukum dan politik Indonesia. Harus ada peningkatan transparansi dalam proses pengambilan keputusan MK, realitas politik yang kompleks seringkali memengaruhi hasil akhirnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap kritis dan berpartisipasi aktif dalam proses demokratisasi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H