Mohon tunggu...
Roby Arman Myajaya
Roby Arman Myajaya Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa

Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemikiran Kritis terhadap Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024: Apakah Keputusannya Adil ?

1 Mei 2024   17:51 Diperbarui: 1 Mei 2024   18:08 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilpres 2024 telah menimbulkan kontroversi yang tidak terelakkan. Meskipun secara resmi menolak seluruh permohonan terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 1 dan 3, banyak yang berpendapat bahwa keputusan tersebut tidak mencerminkan keadilan yang seharusnya.
Pertama, dalam analisis putusan MK, terdapat kebingungan terkait dengan cara MK menafsirkan undang-undang terkait nepotisme. Pendukung saya, yang sepakat dengan pandangan tiga hakim yang mendukung pemilihan suara ulang, merasa bahwa MK tidak sepenuhnya memahami konsep nepotisme, sehingga menyebabkan ketidakjelasan dalam pengambilan keputusan. Ini memunculkan keraguan akan kualitas interpretasi hukum oleh MK.
Selanjutnya, penolakan MK terhadap beberapa permohonan untuk pemilihan suara ulang di beberapa wilayah, seperti DKI Jakarta dan Bali, menjadi titik kontroversi lainnya. Meskipun tiga hakim memperjuangkan pemilihan ulang, mayoritas lima hakim memutuskan menolaknya. Hal ini menunjukkan perbedaan pandangan yang signifikan di antara anggota MK, yang dapat meragukan keadilan dan keberpihakan lembaga.

Sebagai pendukung keputusan tiga hakim yang memperjuangkan pemilihan suara ulang, saya memiliki alasan kuat untuk meragukan keadilan putusan MK. Pengakuan terhadap keberanian tiga hakim yang berbeda pendapat harus diperhitungkan, dan hal ini memunculkan pertanyaan akan konsistensi dan integritas institusi.

Meskipun begitu, penting untuk mencatat bahwa meskipun ada ketidaksetujuan terhadap putusan MK, keputusan ini memperkuat kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah MK seharusnya menjadi alat pengukur keadilan yang objektif atau lebih cenderung terpengaruh oleh faktor politik.

Dalam kesimpulan, sengketa Pilpres 2024 dan putusan MK terhadapnya telah menyoroti kelemahan dan kontroversi dalam sistem hukum dan politik Indonesia. Harus ada peningkatan transparansi dalam proses pengambilan keputusan MK, realitas politik yang kompleks seringkali memengaruhi hasil akhirnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap kritis dan berpartisipasi aktif dalam proses demokratisasi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun