Di era transformasi teknologi, perkembangan digital memberikan banyak peluang untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun, di sisi lain, transformasi ini juga memunculkan kesenjangan digital yang signifikan. Kesenjangan digital dapat dipahami sebagai perbedaan dalam akses, kemampuan, dan pemanfaatan teknologi digital di antara kelompok masyarakat. Ketimpangan ini tidak hanya terjadi karena keterbatasan infrastruktur, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi sosial-ekonomi, literasi digital, dan lokasi geografis.
 Kesenjangan digital berdampak pada berbagai sektor, termasuk pendidikan, ekonomi, dan pembangunan sosial. Sebagai contoh, anak-anak di wilayah perkotaan cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap perangkat teknologi dan internet dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah terpencil. Ketimpangan ini memengaruhi kemampuan belajar mereka dan pada akhirnya menciptakan perbedaan peluang di masa depan (Prasepta et al., 2024). Selain itu, di sektor ekonomi, usaha kecil dan menengah (UMKM) yang berada di daerah terpencil sering kali kesulitan untuk bersaing karena kurangnya akses terhadap teknologi yang mendukung (Mahendro et al., 2024).
 Oleh karena itu, kesenjangan digital menjadi tantangan besar yang harus diatasi agar transformasi teknologi dapat membawa manfaat yang merata. Pemerintah, swasta, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan solusi yang inklusif, seperti meningkatkan infrastruktur internet di daerah terpencil, memberikan pelatihan literasi digital, serta mendorong pemanfaatan teknologi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Fadilla,2020) Dengan langkah-langkah ini, kesenjangan digital tidak hanya dapat diminimalkan, tetapi juga membuka peluang baru untuk menciptakan masyarakat yang lebih setara di era digital.
 Transformasi teknologi telah menjadi katalis utama dalam perubahan sosial dan ekonomi di seluruh dunia. Di Indonesia, perkembangan digital terus menunjukkan pertumbuhan yang pesat, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pertumbuhan ini tidak selalu seimbang, menciptakan kesenjangan digital yang mencolok. Sebagian besar infrastruktur teknologi terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sementara daerah pedesaan dan terpencil sering kali tertinggal dalam hal akses dan pemanfaatan teknologi. Ketimpangan ini bukan hanya persoalan teknologi, tetapi juga menjadi penghalang bagi pembangunan yang inklusif dan merata.
 Pada sektor pendidikan, kesenjangan digital terlihat dari perbedaan fasilitas yang dimiliki oleh sekolah-sekolah di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah terpencil. Di kota-kota besar, penggunaan teknologi seperti komputer dan akses internet telah menjadi bagian integral dari proses belajar-mengajar. Sementara itu, di pedesaan, banyak siswa yang bahkan belum memiliki perangkat dasar untuk mendukung pembelajaran digital (Subekti et al., 2024). Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dapat menjadi pedang bermata dua memberi peluang bagi sebagian pihak tetapi memperlebar kesenjangan bagi pihak lain yang tidak memiliki akses yang sama.
 Dalam bidang ekonomi, transformasi digital membawa keuntungan besar bagi pelaku usaha yang mampu mengadopsi teknologi modern. UMKM di wilayah perkotaan, misalnya, dapat dengan mudah menggunakan platform e-commerce atau media sosial untuk memperluas pasar mereka. Sebaliknya, UMKM di daerah pedesaan sering kali terbatas oleh minimnya infrastruktur dan kurangnya literasi digital. Penelitian menunjukkan bahwa pendampingan berbasis teknologi rendah biaya dapat membantu UMKM di pedesaan untuk meningkatkan daya saing mereka (Subekti et al., 2024). Namun, program-program seperti ini masih membutuhkan perluasan dan kesinambungan agar dampaknya lebih terasa secara luas. Selain itu, fenomena kesenjangan digital juga memunculkan tantangan baru dalam konteks sosial dan budaya.
 Perbedaan akses terhadap informasi digital dapat memperkuat ketimpangan sosial, karena kelompok yang memiliki akses terbatas cenderung terisolasi dari peluang-peluang baru. Di sisi lain, percepatan transformasi teknologi sering kali tidak disertai dengan kesiapan masyarakat dalam mengadopsi perubahan tersebut. Menurut saya, ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang holistik dalam mengatasi kesenjangan digital tidak hanya fokus pada infrastruktur, tetapi juga pada peningkatan literasi digital dan pemberdayaan masyarakat lokal.
 Melihat perkembangan yang ada, saya berpendapat bahwa kesenjangan digital di Indonesia harus segera diatasi melalui kolaborasi semua pihak. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur digital di daerah terpencil, sementara sektor swasta dapat berkontribusi melalui inovasi teknologi yang terjangkau. Di sisi lain, masyarakat juga harus didorong untuk mengembangkan keterampilan digital agar mampu bersaing di era teknologi. Dengan pendekatan yang terpadu, transformasi teknologi tidak hanya akan mempercepat pembangunan, tetapi juga menciptakan keadilan sosial yang lebih baik di seluruh Indonesia.
 Kesenjangan digital tidak hanya berdampak pada akses informasi, tetapi juga mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi. Di sektor pendidikan, siswa di daerah terpencil seringkali kesulitan mengakses materi belajar digital (Subekti et al., 2024). Dalam bidang ekonomi, UMKM di pedesaan menghadapi kendala besar untuk bertransformasi ke arah digital. Beberapa faktor utama yang menyebabkan kesenjangan digital di Indonesia adalah ketimpangan infrastruktur, rendahnya literasi digital, dan perbedaan kondisi sosial-ekonomi (Fadilla, 2020). Perkembangan pesat di wilayah tertentu, seperti Jawa, memperbesar kesenjangan dengan daerah lain seperti wilayah timur Indonesia.Â
 Mengatasi kesenjangan digital di Indonesia memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga masyarakat. Salah satu solusi utama adalah memperluas infrastruktur teknologi, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Investasi dalam pembangunan jaringan internet yang andal dan terjangkau dapat menjadi langkah awal untuk membuka akses digital yang lebih luas (Nasution, 2016). Selain itu, inisiatif seperti program "Palapa Ring" yang diluncurkan pemerintah perlu dipercepat untuk menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini terisolasi secara digital.
 Namun, infrastruktur saja tidak cukup. Literasi digital masyarakat juga harus ditingkatkan melalui program pelatihan dan edukasi. Sebagai contoh, pelatihan berbasis komunitas dapat membantu masyarakat memahami bagaimana teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti pendidikan, usaha, atau layanan Kesehatan. Dalam pandangan saya, program literasi digital harus dirancang sesuai dengan kebutuhan lokal, sehingga lebih relevan dan efektif dalam meningkatkan kemampuan masyarakat. Untuk sektor pendidikan, pemerintah dan sekolah dapat berkolaborasi dengan penyedia teknologi untuk menyediakan perangkat pembelajaran digital yang terjangkau. Selain itu, program subsidi atau pinjaman untuk membeli perangkat teknologi seperti tablet atau laptop dapat membantu siswa dari keluarga kurang mampu. Sekolah juga perlu didukung dengan akses internet yang stabil agar proses belajar-mengajar berbasis digital dapat berjalan optimal (Harahap et al., 2024).
 Menurut saya, pendekatan ini tidak hanya meningkatkan akses, tetapi juga mempersiapkan generasi muda untuk bersaing di era digital. Di sektor ekonomi, UMKM menjadi kelompok yang paling terdampak oleh kesenjangan digital. Solusi yang efektif adalah menyediakan pendampingan teknologi rendah biaya seperti yang diterapkan di Desa Cibogo, Lembang. Pendampingan ini terbukti mampu meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing UMKM. Saya percaya, model seperti ini dapat direplikasi di daerah lain dengan menyesuaikan kebutuhan lokal agar dampaknya lebih luas.
 Strategi lain yang dapat dilakukan adalah mendorong kolaborasi antara sektor publik dan swasta. Perusahaan teknologi besar dapat berperan sebagai mitra dalam menyediakan solusi teknologi yang terjangkau bagi masyarakat. Misalnya, mereka dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk menyelenggarakan program pelatihan atau memberikan akses internet gratis di area tertentu sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini sejalan dengan upaya membangun ekosistem digital yang inklusif (Irsyadi et al., 2023)
 Untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat luas, pendekatan berbasis media sosial juga dapat digunakan. Kampanye edukasi melalui platform seperti Instagram, TikTok, atau YouTube dapat menjangkau audiens yang lebih muda dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Dalam pandangan saya, pendekatan ini relevan mengingat tingginya penetrasi media sosial di Indonesia, sehingga dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan informasi tentang pentingnya literasi digital. Selain itu, regulasi pemerintah harus mendukung percepatan transformasi digital yang inklusif. Insentif pajak untuk perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi digital di daerah terpencil dapat menjadi motivasi bagi sektor swasta untuk berkontribusi lebih aktif (Prasepta, 2024). Pendekatan ini, menurut saya, menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang tepat dapat menjadi alat penting dalam mengurangi kesenjangan digital.
 Partisipasi masyarakat lokal juga penting dalam setiap program transformasi digital. Pelibatan komunitas dalam perencanaan dan pelaksanaan program akan meningkatkan keberhasilan karena solusi yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pendekatan ini juga dapat memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap inisiatif yang dilakukan. Langkah strategis lainnya adalah membangun pusat inovasi digital di daerah-daerah tertentu. Pusat ini dapat berfungsi sebagai tempat pelatihan, konsultasi, dan pengembangan teknologi lokal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Saya berpendapat, pusat inovasi seperti ini juga dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi lokal melalui pemanfaatan teknologi. Dengan kombinasi berbagai solusi dan strategi ini, kesenjangan digital dapat diminimalkan secara signifikan. Pendekatan holistik yang melibatkan infrastruktur, edukasi, kolaborasi, dan kebijakan yang mendukung akan menciptakan transformasi digital yang inklusif. Jika diterapkan dengan konsisten, upaya ini dapat membawa manfaat jangka panjang bagi masyarakat Indonesia di era teknologi yang terus berkembang.
 Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa kesenjangan digital merupakan persoalan mendesak yang perlu diselesaikan agar dampak positif dari transformasi teknologi bisa dinikmati oleh semua kalangan. Masalah ini bukan semata-mata tentang menyediakan teknologi, tetapi juga mencakup pemerataan kesempatan di era digital. Langkah-langkah seperti pembangunan infrastruktur, penguatan literasi digital, dan kerja sama berbagai pihak sangat diperlukan. Dalam pandangan saya, isu ini adalah tanggung jawab kolektif yang memerlukan tindakan nyata dari berbagai pihak. Jika dikelola dengan baik, kesenjangan digital tidak hanya bisa diatasi, tetapi juga menjadi jembatan untuk membawa masyarakat menuju kemajuan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Referensi
Hariro, A. Z. Z., Harahap, N. R., Puspitasari, P., Ardiyani, F., Melisa, W., & Juliani, J. (2024). Mengatasi Kesenjangan Digital dalam Pendidikan: Sosial dan Best Practices. Nakula, 2(4), 187--193.
Robby Darwis Nasution. (2016). Pengaruh Kesenjangan Digital terhadap Pembangunan Indonesia. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, Vol. 20, No. 1, Hal. 31--44.
Feliks Prasepta Sejahtera Surbakti. (2024). Edukasi Tantangan Transformasi Digital di Dunia Bisnis pada Masyarakat Dapil Sumatera Selatan 2. Jurnal Abdimas Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4, No. 2, Hal. 175--182.
R. B. Pamungkas. (2021). Siberkreasi dan Literasi Digital di Indonesia. Jurnal IPTEK-KOM, Vol. 24, No. 2, Hal. 187--200.
Rino Subekti, et al. (2024). Transformasi Digital: Teori & Implementasi Menuju Era Society 5.0. Sonpedia Publishing Indonesia.
Abdur Rahman Irsyadi, et al. (2023). Menuju Sukses Transformasi Digital. IPB Press.
Sri Ariyanti. (2013). Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia. Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol. 11, No. 4, Hal. 281--282.
Iwan Mahendro, et al. (2024). Kesenjangan Digital dalam Dunia Pendidikan Masa Kini dan Masa yang Akan Datang. Jurnal Bintang Pendidikan Indonesia, Vol. 2, No. 3, Hal. 15--24.
Nurul Fadilla. (2020). Kesenjangan Digital di Era Revolusi Industri 4.0 dan Hubungannya dengan Pembangunan Sosial Ekonomi. LIBRIA, Vol. 12, No. 1, Hal. 7--9.
Mukh Roby. (2016). Digital Discrepancy: Tantangan Pembangunan Desa. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, Vol. 20, No. 1, Hal. 32--44.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H