Indonesia berdasar dengan perbedaan yang beragam, baik dari suku, budaya, maupun agama. Semua perbedaan tersebut terkemas rapi dalam satu semboyan ”Bhineka Tunggal Ika”. Untuk mewujudkan persatuan diatas keberagaman yang ada mungkin terbilang tidak mudah. Mungkin dengan adanya toleransi dapat membawa kesatuan dan ketentraman bersama, namun dengan catatan adanya kesadaran yang dibangun bersama.
Berbicara mengenai perbedaan dan keberagaman, perlu adanya sikap moderasi dalam praktiknya. Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan mengenai moderasi beragama. Lalu apakah yang di maksud dengan sikap moderasi beragama itu?
Moderasi berasal dari kata “moderat” yang artinya pertengahan. Moderasi beragama berarti sikap, cara pandang, dan perilaku pertengahan yang tidak condong ke kanan maupun ke kiri tanpa meninggalkan esensi dari agama itu sendiri.
Moderasi berbeda dengan toleransi, namun keduanya memiliki keterikatan yang kuat.
Moderasi merupakan suatu proses untuk menuju toleransi. Sedangkan toleransi adalah hasil yang diperoleh dari sikap moderat dalam beragama.
Menanggapi beberapa permasalahan yang muncul dalam konteks moderasi beragama ini, pernah ada sebuah pernyataan yang mengatakan “tak ada tagar tolak moderasi beragama”.
Hal ini sebenarnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap moderasi beragama. Bahkan ada yang menganggap moderasi beragama itu merupakan budaya barat yang sama seperti liberalisme. Kalau dilihat dari konteksnya saja, antara liberal dan moderasi itu sangatlah berbeda.
Dalam liberalisme orang bebas dalam beragama dan menempatkan toleransi tidak pada tempatnya, sehingga mereka mempercayai adanya agama tetapi tidak melaksanakan agama itu sesuai dengan ajaran yang diberikan. Sedangkan moderasi itu sikap berada di tengah-tengah tetapi tidak meninggalkan ajaran agama yang dianut masing-masing.
Lalu yang dimoderasi itu bukan agamanya, tetapi cara beragamanya karena agama itu merupakan Sunnatullah, mutlak diberikan oleh Allah, dan tugas kita adalah menjaga cara beragama kita agar tidak condong ke kedua kutub itu. Lalu bagaimana jika kita terlau condong ke kedua kutub itu?
Akan sangat berbahaya jika kita terlalu condong ke salah satu atau ke kedua kutub itu, misalkan radikalisme. Sikap radikalisme itu sangat berbahaya jika berkembang karena orang yang radikal itu memiliki paham dimana orang tersebut akan merasa paling benar. Sehingga akan mudah menyalahkan kepercayaan agama lain, yang akan menyebabkan kehidupan menjadi tidak seimbang. Padahal setiap agama itu memiliki misi untuk membawa kedamaian, kemaslahatan, dan kita sebagai muslim pada khususnya harus bisa menyeimbangkan dengan cara moderasi beragama tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H