Mohon tunggu...
Robi Rahmadi
Robi Rahmadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - robi

...

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Resensi Buku "Mengulas Dugaan Pidana Orang-Orang Penting" Karya Djoko Moeljo M., SH, APU

23 Desember 2021   14:37 Diperbarui: 23 Desember 2021   14:39 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RESENSI BUKU

MENGULAS DUGAAN PIDANA ORANG-ORANG PENTING


RESENSI BUKU

Identitas Buku

Judul Buku : Mengulas Dugaan Pidana Orang-Orang Penting

Penulis : Djoko Moelyono M., SH, APU.

Penerbit : PT. RAGA MUKTI MAKMUR, Jl. Persahabatan 24 A Cinerer, Depok 16514, Telp/Fax : (021) 7534053

Kota Terbit : Depok

Tahun Terbit : 2004

Tebal Halaman : 303 halaman

Genre Buku : Hukum

Tokoh : Jenderal TNI (PUR) Wiranto, Jenderal TNI (PUR) Try Sutrisno, Ir. Akbar Tandjung, Brigjen. Pol. Timbul Silaen, Abilio Yose Osorio Soares, Mohammad (BOB) Hasan, Tommy Soeharto, Imam Samudra, Ang Kiem Soei, Abu Bakar Ba'asyir.

Buku ini disajikan untuk penggemar dan pemerhati kasus menarik. Menceritakan segala dugaan-dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang penting di Indonesia. Dalam buku ini, sekilas tercatat proses penyelidikan, penyidikan, dan atau sidang pengadilan, pendapat para Pakar atas kasus korupsi, pembunuhan, narkotika, terorisme serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dalam buku ini tercatat ada beberapa tokoh-tokoh penting yang diduga melakukan tindak pidana mulai dari Jenderal TNI (PUR) Wiranto, Jenderal TNI (PUR) Try Sutrisno, Ir. Akbar Tandjung, Brigjen. Pol. Timbul Silaen, Abilio Yose Osorio Soares, Mohammad (BOB) Hasan, Tommy Soeharto, Imam Samudra, Ang Kiem Soei, hingga Abu Bakar Ba'asyir.

Diawal bagian buku menceritakan dugaan-dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Jenderal TNI (PUR) Wiranto yang terlibat dalam kasus Timor Timur. Di depan rapat kerja DPR RI tanggal 5 Maret 2003, mantan Panglima ABRI Jenderal Wiranto menyatakan, bahwa bila terbukti melanggar hukum, ia siap dihukum berat. Memang, masing-masing oknum harus bertanggung jawab secara individual atas perbuatan dan kesalahan yang telah mengakibatkan atau mengkondisikan jatuhnya korban jiwa, penghilangan paksa, penderitaan fisik dan mental akibat penganiayaan, penyiksaan, perampasan kemerdekaan serta kekerasan berbasis gender, maupun kerugian masyarakat akibat perusakan fasilitas publik dan sarana kesehatan. Pada kasus ini, masalah yang paling menonjol yaitu 'obstruction of justice'.

Tokoh selanjutnya yang diceritakan pada buku ini yaitu Jenderal TNI (PUR) Try Sutrisno. Ia diduga memiliki kaitan atas kasus Tanjung Priok, kasus itu ia terima sebagai musibah yang tak terelakkan. Menurut Pak Try, kasus Tanjung Priok itu berawal dari lahirnya Tap MPR nomor II/MPR/1978 tentang P4. Semenjak itu timbul peningkatan suhu politik. Ceramah-ceramah agama dicampur politik di masjid dilakukan oleh orang-orang yang tidak setuju P4. Dengan pengeras suara mereka berbicara dengan nada keras seperti membakar semangat. Disusul dengan keluar Tap MPR nomor IV/MPR/1983, yang mewajibkan Pancasila harus dipakai sebagai satu-satunya asas bagi semua organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan. Tap ini dinilai oleh mereka sebagai pemojokkan umat beragama.

Selain itu tokoh yang diceritakan dalam buku ini yaitu Imam Samudra yang diduga berkaitan dengan tindak pidana terorisme pada kasus bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Pada buku ini tercatat mulai dari rencana pengeboman yang dilaksanakan empat kali, masing-masing tanggal 2 Agustus, tanggal  8, 21 dan 28 Agustus 2002, dilanjutkan tanggal 12 dan 20 September 2002, berlangsung di Solo dan Lamongan. Terakhir di rumah Amrozi, desa Tenggulung, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Dana yang disalurkan untuk realisasi rencana tersebut diperkirakan sebesar Rp 120 juta, terdiri atas mata uang rupiah, ringgit Malaysia, dollar Singapore dan dollar Amerika Serikat. Dana tersebut antara lain untuk membeli mobil L300, sepeda motor, sewa mobil Kijang, dan sejumlah bahan peledak (satu ton Kalium Klorat, dua zak Sulfur, satu tong bubuk Aluminium, 25 kilogram tawas, dan satu ember Klorin) serta kebutuhan lain.

Tokoh selanjutnya yaitu Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Taher alias Tommi Wijaya seorang 'Raja Ecstasi' yang ditangkap satuan tugas reserse Mabes Polri, pada tanggal 5 April 2002 di Hotel Borobudur Jakarta Pusat, yang menghasilkan pengakuan. Dari penggerebegan petugas di rumahnya jalan Kiai Haji Asyhari 26 Tangerang, sesaat setelah tersangka mengaku, diketahui bahwa rumah kontrakan itu telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi pabrik yang memproduksi ecstasy terbesar di Indonesia.

Ditemukan dalam pabrik itu sebanyak 8400 butir pil ecstasy dari berbagai warna, di samping mesin dan peralatan serta sejumlah besar bahan baku jadi yang siap untuk dicetak menjadi butiran pil. Pabrik esctasi Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Taher alias Tommi Wijaya, produknya menjadi favorit penggemar barang haram itu di manca negara, umumnya di ekspor ke negara Asia, Amerika, maupun Eropa.

Warga negara Belanda keturunan Cina itu, lahir di Fak Fak, Irian Jaya. Dalam pemeriksaan di persidangan Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 13 Januari 2003 Terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana : Memproduksi, mengedarkan dan tanpa hak memiliki serta menyimpan Psikotropika Golongan I secara terorganisasi, sebagaimana diuraikan dalam dakwaan Jaksa tanggal 26-9-2002 kesatu primair, kedua primair dan dakwaan ketiga primair.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang diceritakan dalam buku ini selain beberapa tokoh yang sudah diuraikan di atas. Secara sudut pandang hukum, buku ini sangat menarik untuk dibaca karena banyak sekali kasus-kasus yang diduga dilakukan oleh orang-orang penting di Indonesia. Selain itu banyak pelajaran yang dapat diambil, sehingga dapat meminimalisir kasus-kasus yang sudah-sudah kembali terjadi di masa mendatang. Dengan pembawaan cerita yang mudah dipahami dan sangat menarik untuk diikuti. Penulis menceritakan dengan sudut pandang ketiga. Banyak sekali tokoh-tokoh yang diceritakan pada buku ini tidak hanya sebagai terdakwa maupun tersangka, melainkan juga sebagai saksi dari suatu kasus-kasus.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh seorang insan hukum yang menggemari dan memperhatikan kasus-kasus tindak pidana yang pernah terjadi di Indonesia setelah masa reformasi. Memang, buku ini masih terdapat kesalahan ejaan, tetapi tidak sedikitpun mengurangi pembaca dalam memahami maksud yang disampaikan oleh penulis. Latar waktu dalam buku ini dijelaskan secara rinci, begitu pula dengan latar tempatnya. Kekurangan dalam buku ini sudah tertutupi dengan bobot nilai isi dari buku ini yang sangat menarik dan mudah dipahami.

Demikianlah resensi buku Mengulas Dugaan Pidana Orang-Orang Penting oleh Djoko Moeljo M., SH, APU. Apabila ada kesalahan dalam penulisan mohon dimaafkan. Terimakasih atas perhatiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun