Selepas dari ruang pertemuan, kami diberi kesempatan untuk melihat-lihat suasana PLTSa dari luar, sebab jumlah rombongan kami cukup banyak sehingga tidak mungkin masuk ke ruang pengelolaan sampah---walau sejujurnya, hal itu membuat saya sedikit kecewa. Namun setidaknya, saya mendapatkan banyak inspirasi dari sini. Apalagi saya juga sedang mengerjakan proyek tentang sampah di sekolah, sehingga kunjungan ini bisa menjadi penyuntik semangat bagi diri saya untuk melanjutkan pekerjaan di sekolah.
PLTS Terapung Cirata Yang Memesona
Selepas beristirahat setelah melalui kegiatan hari pertama, kami memulai hari kedua dengan mengunjungi PLTS Terapung Cirata. PLTS ini tak asing di telinga kita karena memang belum lama menjadi buah bibir dalam artian positif setelah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada akhir 2023 lalu. Saya sudah pernah melihat beberapa gambarnya dari internet, tetapi tidak menduga akan mendapatkan bonus pemandangan yang luar biasa indah di sepanjang perjalanan menuju lokasi. Dan bonus yang jauh lebih besar adalah ketika bisa melihat langsung panel-panel surya yang ternyata sangat luas yang melebihi bayangan saya sebelum tiba di sini.
Bicara soal informasi, kali ini saya banyak melewatkan beberapa catatan dan hanya menyimpan cukup sedikit dalam ingatan, seperti kapasitas energi yang dihasilkan yang mencapai 192 Mega Watt Peak, ukuran panel dan sedikit tentang biaya yang jumlahnya sangat fantastis.
Well, mari kesampingkan informasi-informasi itu. Bagaimana kalau kita menggali kesadaran diri tentang betapa kayanya negara kita ini. Indonesia memiliki potensi yang sangat luar biasa dan PLTS Terapung Cirata ini. Jika kita tak memperhitungkan pendanaan, birokrasi, dan Sumber Daya Manusia untuk mengelola potensi tersebut, mestinya kami yang hadir cukup melek mata untuk membicarakan potensi ini dan bahkan bagi saya pribadi yang bekerja sebagai pengajar, mestinya mampu memercikkan semangat dan inspirasi agar kelak beberapa anak didik di sekolah ini akan menjadi orang-orang yang terlibat dan berkontribusi dalam pengelolaan Energi Baru Terbarukan.
Si Klaustrofobia Masuk Ke Tunnel PLTA Cirata
Kalau ditanya tempat yang mana yang paling berkesan selama Jelajah Energi Jawa Barat, cepat saya akan menjawab PLTA Cirata. Kenapa? Pertama, baru saja dibuat takjub dengan PLTS Terapung Cirata, saya kembali dibuat takjub dengan PLTA Cirata dan segala teknologi yang digunakannya. Kedua, saya benci berada di ruang tertutup untuk waktu yang lama. Saya tidak suka lift, dan saya tak ingin berada di terowongan---terlebih terowongan bawah tanah. Saya memiliki masalah dengan ruang tertutup. Saya bahkan harus memeriksa kunci toilet di manapun setiap kali saya akan menggunakannya. Terjebak di dalam terowongan, apalagi terowongan bawah tanah, adalah kekhawatiran yang terasa terlalu nyata bagi saya.
Sepanjang berada di terowongan, mata dan telinga saya bersiaga. Imajinasi saya membayangkan dinding yang runtuh, pipa yang jebol, atau kebakaran atau ledakan yang mengerikan. Saya yang tak terlalu fokus mendengarkan penjelasan Bapak Sumitro Pandapotan---semoga saya tidak salah nama---berharap Jo menangkap lebih banyak dan kami bisa berbagi informasi saat di hotel nanti.
Usia PLTA Cirata yang sudah 36 tahun ini memiliki 8 unit yang menggunakan turbin francis. Seperti pengetahuan yang saya dapatkan dari pelajaran IPA ketika SMP, air yang ditampung di waduk Cirata dialirkan melalui intake gate. Air mengalir ke terowongan yang dibuat bercabang. Masing-masing cabang berfungsi untuk mencegah aliran balik (water hammer) dan mengarahkan air ke turbin. Energi kinetik yang dihasilkan oleh turbin yang berputar kemudian dialihkan menjadi listrik melalui generator. Melihat ukuran generator yang luar biasa besar, saya bisa membayangkan seberapa besar terowongan dan laju air di bawah tanah ini.
Tentu, PLTA sendiri memiliki permasalah dan kekurangannya dalam menghasilkan Energi Baru Terbarukan. Salah satunya adalah bergantungnya pada pasokan air yang membuat PLTA tidak stabil di musim kering atau ketika curah hujan sedang rendah. Kalau saya tidak salah tangkap, permasalahan bahkan bisa muncul dengan tidak terjaganya kondisi lingkungan di hulu yang bisa mengakibatkan debit air yang turun tidak besar sekalipun sedang musim hujan. Rumit juga, ya. Ternyata, upaya EBT ini memang tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus ditopang dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya energi lainnya, dan tentunya kesadaran masyarakat tentang lingkungannya sendiri.