Mohon tunggu...
Robi Edwarsyah
Robi Edwarsyah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bersyukur dan Ikhlas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Kritis Atas HUT RI ke-68

14 Agustus 2013   00:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:20 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Merdeka Atau Mati!

Jargon diatas sempat fenomenal di masa nya pada saat era perebutan kemerdekaan melalui Perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, yang tidak sedikit memakan korban nyawa jiwa sampai diproklamirkan hari kemerdekaan Indonesia pada 17 agustus 1945 lalu.

Pertarungan bangsa Indonesia tidak berhenti saat itu saja. Pasca kemerdekaan bangsa Indonesia masih harus bertarung secara politik melalui pemikiran untuk memutuskan ideologi Negara yang relevan dengan kondisi negara Republik Indonesia, puncak pertarungan melawan bangsa sendiri itu ditandai dengan gerakan 30 September PKI (G30S/PKI)  atau gestapu pada tahun 1965 yang memperjuangkan ideologi komunisnya  sebagai bentuk penolakan atas ketidaksamaan ideologi dan pada peristiwa ini tidak sedikit pula korban berjatuhan dalam pemberontakan ini.

Runtuhnya orde lama ditandai dengan naik nya Suharto menjadi presiden menggantikan presiden sebelumnya yakni Sukarno yang dikenal dengan peristiwa SUPERSEMAR. Masa transisi kepemimpinan menimbulkan banyak sekali pergolakan ditubuh bangsa Indonesia saat itu. Permasalahan dibidang politik, ekonomi, social, budaya menjadi dasar munculnya gejolak ditubuh mahasiswa ditambah gaya kepemimpinan Suharto yang terkesan arogan dan otoritarian direspon oleh banyak kalangan mahasiswa yang mengkonsolidasikan gerakannya sehingga memuncak pada tahun 1998 dengan runtuhnya rezim Suharto yang dan tergantikan oleh era reformasi.

Era kepemimpinan saat ini menghantarkan negara ini pada demokrasi yang dicita-citakan dan juga sangat mencirikan pancasila sebagai ideologi negara sebagai prinsip dasar dalam kehidupan berwarga dan bernegara serta di iringi dengan percepatan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun saat ini presiden berlatarbelakang militer namun tidak sama sekali terlihat sikap tegas dalam memimpin negara dengan regulasi serta kebijakan yang diambil. Kalau dulu The Founding Father negara ini Sukarno berani menyuarakan “Ganyang Malaysia” sebagai bentuk perlawanan terhadap negara yang menghina negara ini, terlepas dari latarbelakang dan kepentingan politiknya. Sekarang presiden lebih mempertimbangkan untung rugi dalam mengambil kebijakan sebagai alasan kepentingan bangsa dan negara. Sebagai contoh adalah daerah perbatasan NKRI dengan negara tetangga Malaysia yang sangat rentan penyerobotan wilayah.

Keputusan yang tidak memberikan impact yang sangat berarti bagi negara ini, toh nyatanya Indonesia masih memiliki banyak persoalan diantaranya korupsi, pelanggaran HAM, hutang negara, ketidak merataan dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dll. Terlalu banyak memberikan kesempatan pada investor asing untuk berkembang dan beranak pinak di bumi pertiwi untuk mengeksploitasi alam beserta isinya dan juga banyaknya BUMN yang diprivatisasi menyebabkan kegagalan negara dalam kebijakan serta regulasi. Pasal 33 UUD 1935 sangat jelas disebutkan bahwasa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, namun realitas yang terjadi ketidakadilan sangat kental kita rasakan dinegara ini dan kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin sering kita jumpai.

Dalam rangka hari kemerdekaan negara Republik Indonesia yang ke-68 yang bertepatan pada tanggal 17 agustus 2013 nanti merupakan momen refleksi atas kesadaran pengakuan dosa akan masih banyaknya permasalahan negara ini. Pembenahan yang diawali dari diri sendiri merupakan alternatif terakhir atau solusi atas ketidakmampuan negara dalam mengambil langkah untuk perubahan negeri ini. Butuh adanya sebuah tindakan nyata untuk menuju negara yang dicita-citakan pancasila dengan melakukan revitalisasi di segala aspek kehidupan, misal meminimalisir pasar bebas yang berkembang di Indonesia lalu merenegoisasiperusahan asing yang beranak pinak di Indonesia serta tetap menjalankan prinsip ekonomi kerakyatan (bukan kapitalisme) sebagai dasar ekonomi negara selain didukung oleh regulasi negara yang dominan sebagai control negara atas kedaulatan.

Problem bangsa hari ini salah satunya ialah tidak meratanya tingkat kesejahteraan masyarakat dan cenderung menciptakan golongan-golongan atau individu kaya yang kian menggambarkan kesenjangan. Maka dari itu selain konsisten dalam mengenyam pendidikan dikampus sebagai mahasiswa juga memiliki peran penting dalam kontrol negara atas kepentingan rakyat harus menunjukkan sikap pro-aktif untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Mudah-mudahan sinergisitas antara masyarakat mahasiswa dan negara (pemerintah) menjadi sebuah formulasi yang akan menciptakan masyarakat adil makmur dan sejahtera (social welfare) yang merata seperti yang dicita-citakan konstitusi negara Republik Indonesia, bukan penyengsaraan yang merata (global pillage).

Sejahtera Atau Sengsara!

Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia Yang ke-68

Pada mu Bakti ku

Untuk mu Indonesia ku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun