Mohon tunggu...
Robi Ariyanto
Robi Ariyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - JURNALIS

Mahasiswa Universitas Islam Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekhawatiran Masyarakat Perihal Wacana Bukanya Sekolah di Tengah Pandemi

31 Mei 2020   18:24 Diperbarui: 1 Juni 2020   00:25 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana pembukaan kembali sekolah terus menuai pelbagai reaksi dikalangan masyarakat. Ada yang menganggap bahwa keputusan tersebut terlalu cepat. Sebab kasus postif covid-19 di tanah air belum juga dikatakan sepenuhnya menurun atau landai. 

Meskipun memang ada dibeberapa daerah yang  jumlah tren kasus nya menurun. Tetapi secara nasional jumlah kasus di tanah air masih bersifat fluktuatif. Artinya masih belum stabil (Naik Turun).

Pembukaan kembali aktivitas sekolah sejatiya sudah dilakukan di beberapa negara. Misalnya saja di Korea Selatan yang telah lebih dulu memulai melakukan pembukaan aktivitas  sekolah untuk beroperasi kembali. Sayangnya pembukaan kembali sekolah tersebut tak dapat bertahan lama. 

Berdasarkan berita yang dimuat di Kompas.com pada 30 Mei 2020 dimana Korea Selatan kembali menutup lebih dari 200 sekolah, setelah beberapa hari  dibuka. 

Hal ini disebabkan karena banyaknya muncul   kasus positif baru dinegara tersebut. Sedikitnya ada 79 kasus baru yang dilaporkan sehingga menjadi kasus terbesar dalam sehari sejak dua bulan terakhir.

Jika Berkaca dari Korea Selatan, mungkin bisa kita jadikan pembelajaran dalam menentukan sikap terkait rencana pembukaan kembali sektor pendidikan ini. Agar apa yang dicanangkan tidak berujung pada penyesalan. (Ingat Penyesalan datangnya diakhir). 

Untuk itu perlunya persiapan dan perencanaan yang matang dalam memberlakukan kebijakan ini. Sebelum lebih jauhnya mari sejenak kita bandingkan jumlah kasus di Tanah air dengan yang ada di Korea Selatan. Lalu yang menjadi pertanyaannya Kenapa kita membandingkan jumlah kasus? Menurut hemat saya Karena dengan perbandingan inilah kita dapat menilai dan menjadi bahan pertimbangan dalam hal menetukan sebuah kebijakan tepat apa tidaknya. Sebab saya kira semua negara dalam hal menentukan kebijakannya seperti pelonggaran Pembatasan sosial lanjut apa tidaknya itu tergantung pada jumlah kasus.  Sehingga dengan presentase jumlah kasus tersebut lah suatu negara dapat merumuskan langkah maupun kebijakan yang akan di ambil berikutnya.  

Ada pun perbandingannya sebagai Berikut.

Jika berbicara soal penyebaran Negara Korea Selatan memang lebih dulu terkena dampak pandemic covid-19 jika dibanding Indonesia. Tepatnya pada tanggal 20 januari kasus pertama terkonfirmasi di negeri ginseng tersebut.  

Sedangkan di Indonesia sendiri kasus pertama yang dikonfirmasi langsung oleh pemerintah terjadi pada tanggal 2 Maret. Selain itu jumlah kasus yang ada di Korea Selatan pun terbilang sangat rendah .

Tercatat Berdasarkan data yang dimuat di situs BBC.com pada 24 Maret 2020 jumlah total kasus di Korea Selatan sebanyak 8.961 dengan jumlah 111 orang yang terkonfirmasi meninggal dunia. Bahkan curva kasus  tersebut terus menunjukan penurunan dari april hingga diawal bulan Mei. Yang kemudian membuat Pemerintah Korea Selatan mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial dinegara nya seperti dikutip di  Kompas.com pada 6 Mei 2020 dengan Headline Warga Korea Selatan Mulai beraktivitas Normal Setelah Kasus Covid-19 Menurun.

SC Headline berita di Kompas. Com
SC Headline berita di Kompas. Com
Hal itu juga yang kemudian  dijadikan acuan pemerintah Korea Selatan untuk membuka kembali aktvitas sekolah pada rabu 27 Mei 2020, meskipun tak bertahan lama. Karena sehari setelah nya pemerintah kembali menutup sekolah dan fasilitas publik lantaran terdapat terjadi pelonjakan kasus kembali.

Mari kita melihat tren kasus di tanah air. Di Indonesia tren kasus  pandemic covid-19 ini belum juga menunjukan penurunan yang signifikan hingga sejauh ini. Kadang kala jumah tren kasusnya tidak stabil kadang menurun dan tak khayal naik. Yang artinya masih Bersifat fluktuatif.

Misalnya saja pada periode tanggal 21,22,23 Mei 2020. Dimana berdasarkan Data yang bersumber dari Kementerian Kesehatan pada Kamis 21 Mei jumlah penambahan kasus sebanyak  973 orang. Sedangkan pada jumat 22 Mei sedikit mengalami penurunan menjadi 634 orang. Yang kemudian meningkat kembali pada sabtu 23 Mei yakni menjadi  949 kasus.

Nah dari perbandingan jumlah kasus tadi. Rasanya belum tepat bila mana rencana pembukaan kembali sekolah  diterapkan dalam waktu dekat ini. Mengingat tren kasus ditanah air masih begitu fluktatif. Yang kemudian bisa saja menjadi ancaman terhadap anak-anak kita nantinya.

Disamping itu apa bila rencana pembukaan kembali sekolah-sekolah ini benar-benar diterapkan dalam beberapa waktu dekat. Apakah sekolah-sekolah yang ada sudah siap?, Mengingat ada beberapa syarat yang harus dipatuhi dan terpenuhi yakni sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah dikeluarkan pemerintah. 

Seperti Physical Distancing, mencuci tangan, hingga penggunaan masker. Yang tentunya sudah menjadi kewajiban sekolah  untuk mempersiapakan itu semua. Belum lagi melakukan simulasinya.Hal ini tentu sangatlah memerlukan waktu. Maka jika melihat kondisi yang ada dirasa kurang tepat apabila rencana pembukaan kembali aktivitas sekolah ini dilakukan dalam waktu dekat.

Memang benar pembukaan kembali aktivitas sekolah ini sangat dinantikan semua pihak baik para guru maupun para murid itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sudah begitu lamanya mereka menghabiskan waktu dan belajar dirumah yang kemudian membuat mereka mejadi bosan dan jenuh. Sehingga ketika mendengar wacana dibukanya kembali aktivitas sekolah ini membuat mereka begitu antusias sekali.

Namun hal tersebut tentu belum cukup bisa dijadikan sebagai suatu alasan  untuk kembali membuka aktivitas sekolah. Sebab ada alasan yang paling mendasar dan yang utama yang harus diperhatikan yakni disektor kesehatan itu tadi. Sehingga kita tidak ingin nantinya timbul cluster baru kasus covid-19 terjadi di anak-anak.

Maka menurut perspektif saya kesimpulannya dengan  melihat pemamparan diatas dirasa pembelajaran jarak jauh ( Pembelajaran Daring)  tetap menjadi opsi ditengah situasi seperti saat ini. Sebab kondisi belum cukup memungkinkan untuk kembali membuka aktivitas sekolah. Meskipun tetap memperhatikan protocol kesehatan sekali pun. 

Sembari tetap berharap agar tren kasus ditanah air secepatnya menurun. Agar segala bentuk aktivitas kita dapat kita laksanakan secapatnya terlebih aktivitas sekolah sekalipun. 

Disamping itu untuk menghilangkan rasa bosan dan jenuh pada anak karena sudah begitu lamanya berada dirumah. Maka peran serta semua pihak dalam hal ini keluarga menjadi hal yang terdepan untuk mengatasinya.  Begitu banyak cara yang dapat dilakukan. Dan saya kira orang tua juga sudah punya cara tersendiri untuk mengatasi rasa bosan dan jenuh pada anak tersebut. Yang terpenting ialah dimana anak tetap bisa produktif meskipun tetap berada didalam rumah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun