Mohon tunggu...
Robi Muhammad Affandi
Robi Muhammad Affandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta dan Penulis Media Online

Hidup adalah tentang bagaimana engkau bercerita, dan bagaimana engkau diceritakan. Karena dengan cerita itulah manusia akan dikenal dalam sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja di Ujung Tali

11 Agustus 2024   19:40 Diperbarui: 13 Agustus 2024   00:04 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, R.M. Affandi

Sesampainya di rumah, Imah bertanya kembali kepada Ibu Siti. Ia datangi rumah yang hanya berjarak delapan meter dari perkarangannya itu. Namun ternyata Pak Sanib belum juga pulang ke rumahnya. Imah meminta bantuan suaminya untuk menanyakan kepada warga yang ladangnya berdekatan dengan Pak Sanib, tentang keberadaan Pak Sanib. Tetapi tidak satupun dari mereka melihat Pak Sanib ada di ladang. Dan akhirnya di sore itu Imah dan suaminya melaporkan kejadian ini ke Kepala Desa.

Di Surau Gadang, Kepala Desa mengumumkan berita tentang kehilangan Pak Sanib. Seluruh warga laki-laki di Kampung Pelang dikumpulkan di Surau Gadang, guna membantu pencarian Pak Sanib yang tak pulang sejak kemarin. Sejengkal demi sejengkal ladang-ladang yang membentang di kaki Bukit Barisan ditelusuri oleh masyarakat Kampung Pelang. Namun, hingga larut malam Pak Sanib belum jua ditemukan.

Ke esokan harinya, pencarian kembali dilanjutkan. Tidak hanya warga, pencarian juga dibantu oleh pihak Kepolisian dan BPBD. Lereng Bukit Barisan kembali dikerumuni orang-orang yang memanggil dan meneriakkan nama Pak Sanib. Dan anjing pelacakpun juga dikerahkan.

Di setengah hari pencarian, masyarakat bertemu dengan seorang Pemikat Burung Balam. Orang itu juga cukup kenal baik dengan Pak Sanib, karena ia tidak sekali dua kali lagi menumpang memikat Burung Balam di ladang Pak Sanib. Ia menjelaskan, bahwa sehari yang lalu ia bertemu dengan Pak Sanib di puncak bukit.

"Saat itu saya melihat Pak Sanib membawa tali kira-kira sepanjang lima meter. Ketika ditanya untuk apa tali itu, Pak Sanib menjawab untuk membuat perangkap kera. Saya heran juga saat itu, kenapa Pak Sanib membuat jerat kera sampai ke puncak bukit ini, sedangkan ladangnya jauh di bawah sana." Ungkap pria pemikat Burung Balam itu.

Masyarakat, pihak Kepolisian dan BPBD, segera menuju lokasi yang diceritakan oleh pemuda itu. Lokasi yang disebutkan Pemikat Burung Balam itu cukup jauh, hingga menghabiskan waktu sekitar empat jam, dan sekitar jam enam sore hari, barulah mereka sampai dilokasi tersebut.

Benar saja, tidak lama masyarakat, pihak Kepolisian dan BPBD menyusuri wilayah hutan itu, mereka menemukan Pak Sanib tergantung di Pohon Durian dengan leher terjerat tali. Tubuh Pak Sanib sudah mulai menggembung dan menguluarkan aroma tidak sedap. Pihak kepolisian dan dibantu BPBD segera menurunkan jasad tersebut, dan membawanya ke Rumah Sakit untuk diindentifikasi. Dan karena tidak adanya ditemukan tanda-tanda kekerasan di  jasad Pak Sanib, pihak Kepolisian menyimpulkan peristiwa ini murni bunuh diri.

Hancur remuk hati Imah melihat jasad Pak Sanib yang diantar pihak Kepolisian. Air mata perlahan mengalir di pipinya, meski ia berusaha menahan, bahunya gemetar tak terkendali. Matanya memerah, melayangkan tatapan kosong yang seakan menembus kantong mayat di depannya. Bibirnya meratap tanpa peduli pada hiruk pikuk di sekitarnya. Laki-laki tua yang sudah ia anggap sebagai ayah, terbujur kaku di depan matanya.

Jeritan Imah makin menjadi-jadi, saat kantong mayat Pak Sanib dibukakkan oleh Polisi. Wajah pria baya di dalam kantong itu sudah membengkak, dan beberapa bagian kulitnyapun mulai menggelupas. Hanya rambutnya yang memutih yang masih sama seperti sebelum ia pergi.

Tak ada yang dapat dilakukan Imah disaat itu selain terus meratap dan mengingat kepedihan hidup Pak Sanib semenjak tinggal menjadi tetangganya. Tak ada raut gembira terpancar dari wajah Pak Sanib semenjak pulang dari Malaysia. Istri yang berpuluh-puluh tahun terpisah darinya, seharusnya merindukannya, bukan terus-terusan menghantam kesabarannya. Hampir setiap hari Pak Sanib mendapatkan umpatan kasar dari istrinya, bahkan hanya karena semut merah masuk rumah, Pak Sanib dikatakan tak berguna.

Kesabaran Pak Sanib sungguh sangat diuji oleh istrinya sendiri. Namun, ia tak pernah berniat meninggalkan istrinya itu. Hanya terkadang Pak Sanib pernah mengeluh kepada Imah dan berkata, "laki-laki yang salah menumpangkan hatinya hanya akan seperti kerbau yang dipasangkan bajak di pagi hari, dimandikan tengah hari, dan diikatkan tali di malam hari." Dan Pak Sanib juga sempat berpesan kepada Imah, "jadilah wanita yang tepat untuk laki-lakimu. Cintai dia di hari tuanya seperti kau menyukainya di masa mudanya."     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun