Sebelum sejarah nama, ada yang bertanya: bolehkah kita menambahkan “Sayyidina” sebelum menuturkan nama junjungan besar kita, Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wasallam? Tentu saja boleh, bahkan sangat disarankan sebagai sopan santun kita kepada Baginda Muhammad Saw.[7] Jangankan Nabi, dalam sehari-hari sopankah kita memanggil bapak kita, ibu kita, atasan kita, guru kita, idola kita, hingga presiden kita, dengan hanya namanya saja tanpa imbuhan title penghormatannya? Jelas sangat tidak beradab, apalagi bila kita menyebut junjungan kita sendiri, manusia terbaik, dengan sekedar namanya tanpa pujian dan penghormatan terlebih dahulu.
Adapun hadits-hadits yang menunjukkan ketidaksukaan Nabi dipanggil Sayyid, itu semata-mata rasa rendah hati Baginda Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wasallam, bukan melarang kita untuk menyanjungnya. Mendahulukan adab tatakrama itu lebih utama daripada menuruti aturan. Sikap inilah yang diambil oleh para imam Mujtahid dan ulama-ulama saat mereka menyarankan kita untuk tetap menyanjung Rasulullah dengan Sayyidina atau gelar-gelar kehormatan lainnya. Niatnya adalah menjaga adab tatakrama dengan makhluk terbaik, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih konteks sekarang kita tengah bersholawat, mendoakan beliau, sudah sepatutnya kita beradab.
Dalam bahasa Arab, “Sayyid” itu merupakan gelar untuk orang yang memimpin sebuah kaum, simbol penghormatan bagi orang yang sangat banyak pasukannya, juga sapaan mulia atas seorang yang menjadi pelipur lara saat masyarakatnya mengalami banyak kesulitan, dan biasa disematkan untuk seorang penyabar yang halus-lembut hati tak mudah terpantik amarah. Keempat karakter terpuji ini semua tersimpul dalam sosok Baginda Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wasallam.[8]
Sejarah Nama Muhammad
Dan sekarang kita baru tilik sekilas sejarah di balik nama Muhammad. Tahukah, siapa yang memberi nama Muhammad? Sebab ayahanda nabi kita telah meninggal sebelum sang ibu melahirkan, akhirnya kakek Abdul Muthalib lah yang memberi nama Muhammad di hari ketujuh.
“Kenapa Anda menamainya Muhammad, padahal nama Muhammad ini tak berasal dari nama-nama nenek moyangmu dan tak pula berasal dari kaummu?”
Begitulah kira-kira pertanyaan yang sering terlontar dari para kerabat Abdul Muthalib saat pemberian nama ini.
Namun, apa jawaban sang kakek? Dengan penuh optimis, Abdul Muthalib melabuhkan harapan agung di balik penamaan ini:
“Aku berharap agar ia (bayi bernama Muhammad ini) senantiasa dipuji oleh para penghuni langit dan bumi.”
Dan sungguh Allah mewujudkan harapan mulia sang kakek ini.
Kisah ini sangat bermanfaat terutama bagi ayah ibu yang hendak menamai buah hatinya. Dalam agama Islam, nama itu sangat penting dan berarti. Maka, berilah nama yang baik, tiupkanlah harapan mulia ke dalam nama tersebut. Atas rahmat dan izin-Nya, Allah pasti mengabulkan.