Mohon tunggu...
Roby Mohamad
Roby Mohamad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya tidur, bermimpi, bangun, melamun, dan satu lagi: jarang mandi! :P

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pos#7: Tafsir Shalawat dan Sejarah Nama Muhammad

31 Maret 2016   13:49 Diperbarui: 31 Maret 2016   14:30 1717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, sejatinya apa, sih, sholawat ini?

Sahabat Ibnu Abbas menafsirkan kata “yushalluna” dengan yubarrikuna, “memberkahi”[2]. Sedangkan Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (w. 256 H) mengutip salah satu tokoh Tabi’in, Abul ‘Aliah (w. 93 H), bahwa maksud Allah bersholat disitu adalah Allah memuji Nabi dihadapan para malaikat, sedangkan shalawat yang dilantunkan para malaikat untuk sang nabi ialah doa untuknya[3].

Al-Imam Al-Ghazaly (450-505 H) mengartikan shalat dari Tuhan untuk sang Nabi dan untuk pembaca shalawat tersebut dengan “limpahan segala warna kemuliaan (karamah) dan kelembutan segala nikmat terhadap sang Nabi dan pembaca shalawat.” Berarti shalawat yang kita dan malaikat lantunkan, tulis Al-Ghazali, bermaksud untuk memohon dan berdoa sepenuh hati demi tergapainya kemuliaan tersebut dan Allah melimpahkannya kepada Baginda Nabi.[4]

Maka, dari semua tafsir diatas, ketika kita membaca “ShallaLlahu ‘ala Sayyidina Muhammad”, artinya kita tengah berdoa sepenuh hati: “Semoga Allah senantiasa memberkahi, memuji, memuliakan, dan melimpahkan segala kemuliaan-kelembutan nikmat-Nya kepada Baginda kita, Muhammad.” Bila shalawat diartikan dengan rahmah khusus yang diiringi rasa penghormatan, maka arti redaksi shalawat tersebut ialah “Semoga Allah merahmati Baginda kita Muhammad dengan rahmat yang diiringi penghormatan dan senantiasa menghidupkannya.”

Sejarah dan Fikih Shalawat

Ayat 56 Surat Al-Ahzab diatas termasuk Madaniyah[5]. Artinya, sholawat itu baru disyari’atkan setelah Nabi berhijrah ke Madinah. Tidak satu paket dengan kewajiban salat lima waktu, yang disyari’atkan saat Isra` Mi’raj, setahun sebelum Hijrah. Dan memang salat dan sholawat itu merupakan respentatif dari dua kalimat Syahadat. Bila syahadat pertama kita wujudkan minimal dengan salat lima waktu, maka apatah “ritual” untuk persaksian kita bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Yep, jawabannya adalah shalawat! Karenanya, sebagaimana salat, sholawat memiliki banyak sekali keutamaan. Sholawat sangat erat kaiatnnya dengan kualitas iman seseorang, berdampak pada masa depan dunia-akhiratnya. Merugilah yang pelit bersholawat, dan berbahagialah bagi yang dermawan bersholawat.

Dalam Ayat 56 Al-Ahzab diatas, perintah bersholawat bagi kaum beriman sangat jelas. Allah dan para malaikat-Nya saja bersholawat, masa kita yang ngaku beriman nggak, sih? Maka, yuk merajinkan diri untuk bersholawat sebab banyak sekali hadits dan pesan kesan ulama agar kita sering-sering bersholawat.

Bahkan, ulama sepakat atas kewajiban sholawat ini seumur sekali, laksana haji, dan sepakat atas banyaknya keutamaan sholawat. Atas tegasnya perintah sholawat dalam ayat 56 Al-Ahzab didukung dengan beberapa hadits Nabawi, Imam Syafi’i mewajibkan membaca sholawat saat tasyahhud akhir salat, berbeda dengan gurunya sendiri, Imam Malik yang sekedar menghukumi sunnah. Sholawat dalam madzhab Syafi’i juga merupakan rukun khutbah salat Jumat.

Selain wajib, sholawat lebih sering dihukumi sunnah. Diantara kondisi disunnahkannya sholawat antara lain, saat memulai belajar-mengajar, memulai tulisan seperti Safinah ini, mengawali dan mengakhiri doa, masuk dan keluar masjid, saat tasyahhud awal, dan di setiap waktu dan kondisi yang baik.

Meski sholawat itu sangat baik, namun ada beberapa kondisi yang tak baik untuk bersholawat, antara lain: saat akan bersetubuh, “buang hajat”, saat transaksi jual-beli, dan juga saat kita berada di tempat-tempat kotor, baik kotor secara fisik seperti toilet, atau pun maknawi seperti kasino. Wallahu a’lam[6]

Sayyidina sebagai Bentuk Penghormatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun