Mohon tunggu...
Roby Mohamad
Roby Mohamad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya tidur, bermimpi, bangun, melamun, dan satu lagi: jarang mandi! :P

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pos#4: Memaknai Basmalah dengan Tiga Dimensi

18 Februari 2016   10:24 Diperbarui: 25 Februari 2016   06:24 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kalam Ulama, Kajian Safinah Najah ke-4"][/caption]Bismillahirrahmanirrahim

Hanya dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, (aku mengaji)

Alhamdulillah, tepat hari Rabu (17/02) siang ini ketika hendak menulis pengajian online Safinah yang keempat, penulis diajak mendadak untuk menemui seorang alim ulama, cendekiawan muda dari tanah kelahiran Syekh Salim penulis Safinah, Hadlramaut. Direktur sebuah pusat penelitian Islam di Tarim, Markaz An-Nur, Al-Habib Zaid bin Yahya, murid Ad-Da’i ilallah Al-Habib Umar bin Hafidz hafidzahumallah fi shihah wa ‘afiah.
Tanpa pikir panjang sambil membawa kitab Safinah dan berpakaian ala kadarnya, kami langsung menuju hotel beliau. Setelah bercengkrama hangat, kami berkesempatan membacakan muqaddimah dan sepenggal fasal-fasal pertama kitab Safinah di hadapan beliau. Dan tepatnya, beliau menerangkan sedikit lebar tentang Basmalah, topik kita sekarang ini. Di akhir, beliau mendoakan kami dan juga memberi ijazah kitab Safinah dari guru-guru beliau hingga sampai pada sang penulis, Syekh Salim bin Sumair nawwarallah dlarihahah. Dengan rasa bahagia dan khidmat, kami menerima ijazah beliau; qabilnal ijazah.

Sekali lagi, alhamdulillahirabbil ‘alamin. Karena berpakaian ala kadarnya, saya enggan sekaligus malu luar biasa untuk minta foto bersama. Eh, ternyata saat ber-talaqqi, kawanku secara diam-diam mengabadikannya dalam sebuah foto, yang cukup unyu ini:

[caption caption="Saat di Hotel Perdana, Kuala Lumpur"]

[/caption]
Semoga Al Habib senantiasa diliputi rahmat dan keberkahan tiada henti, dan pengajian ini bisa istiqamah dan makin meluas kemanfaatannya untuk kita semua. Amin.

Ok, langsung ke topik POS#4: Basmalah dalam Tiga Dimensi!

Memulai dengan Basmalah

Pada tahun keenam Hijriah, terjadi gencatan senjata antara Rasulullah dengan pimpinan Quraish. Momentum ini dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Sepuluh tahun ke depan tak boleh ada perang, ini diantara point terpenting perjanjian tersebut. Pada kesempatan inilah, Rasulullah memanfaatkannya untuk menjaring relasi suku-suku sekitar Jazirah Arab dan memperluas bendera Islam ke penjuru dunia. Demi misi mulia ini, Rasulullah menuliskan 43 surat ke segenap pemimpin dan tokoh dunia saat itu, diantaranya ke Raja Al-Muqawqis (Iskandaria-Mesir), Raja Khorsrau II Arbrawaiz (Kisra Persia), Raja Heraklius (Byzantium-Romawi), Uskup Dhughathir (Romawi), Gubernur Al-Mundzir bin Sawa (Bahrain).

[caption caption="Surat Rasulullah untuk Sang Heraklius, Kaisar Romawi "]

[/caption]

Lalu, apa kaitannya dengan topik Basmalah? Kaitannya sangat erat: bahwa semua surat cinta Rasulullah Saw tersebut dimulai dengan Bismillaahirrahmanirrahim. Dari sunnah fi’iliyyah inilah, para ulama menyarankan agar memulai sebuah tulisan dengan Basmalah, meskipun sang penerima tulisan tersebut bukan Muslim; mengikuti teladan Baginda Nabi Muhammad dan juga Nabi Sulaiman 'alaihimas shalawatu wat taslim yang berkirim surat untuk Ratu Balqis (QS. An-Naml: 30).

Tradisi memulai Basmalah ini juga dibangun atas budi mulia yang diajarkan Allah melalui Al-Quran Al-Karim dan kitab-kitab suci sebelumnya. Sebab, disebutkan dalam sebuah hadits, Basmalah merupakan kunci pembuka seluruh kitab. Misalnya, Kitab suci kita dibuka kali pertama dengan Basmalah, begitu juga seluruh surat, selain At-Taubat, diawali dengan Basmalah. Tidak hanya itu, Rasulullah Saw bahkan menyatakan,

“Tatkala Jibril mendatangiku dengan membawa wahyu, maka hal pertama yang ia lantunkan padaku adalah Bismillahirrahmanirrahim.” (HR. Ad-Daruquthni).

“Basmalah ini untukmu dan umatmu. Perintahkanlah mereka (agar) tidak meninggalkannya dalam sesuatu dari berbagai urusan mereka, sebab,” pesan Rasul menyampaikan nasihat Malaikat Jibril,“aku tak pernah meninggalkannya sekedip mata pun sejak aku turun untuk Ayahanda-mu Adam ‘alaihis salam. Begitu juga para Malaikat lainnya.” Di kesempatan lain, Rasulullah berpesan ketika kita menulis sebuah karya, maka tulislah Basmalah di awalnya.

Lebih tegas lagi, Rasulullah Saw pernah memperingatkan bahwa setiap urusan yang bernilai penting, namun tak dimulai dengan bismillaahirrahmanirrahim, maka ia bagaikan seorang yang terjangkit derita kusta/lepra (ajdzam)". Maksud daripada ajdzam disini, menurut ulama, adalah sedikit keberkahannya. Meski bernilai dan begitu penting, aktivitas takkan melahirkan banyak keberkahan dan kurang produktif, bila tak dimulai dengan Basmalah.

Oleh sebab itu, mari kita teladani Al-Quran, Rasulullah, dan para penulis kitab-kitab khazanah Islam seperti Safinah ini: saat memulai setiap aktivitas baik, kita senantiasa membaca basmalah, Bismillahirrahmanirrahim! Insya Allah, selain bernilai manfaat, juga banyak keberkahan yang pasti kita rasakan.

Karena kitab ini membahas dua hal: pokok-pokok agama (ushulud din) alias Tauhid, dan fiqh, maka, sebagaimana tradisi Salaf, kita juga akan mengaji Basmalah dari dua dimensi tersebut. Dan di awal berikut ini, kita tambah satu dimensi lagi, Dimensi Bahasa, sebagai gerbang pembuka dua dimensi lainnya.

Basmalah Dimensi Bahasa

Sebelum kacamata dua dimensi Tauhid-Fiqh, kita akan memulainya dari perspektif bahasa terlebih dahulu. Bila kita amati arti rangkaian Basmalah ini, "Dengan nama Allah ar-Rahman ar-Rahim," kita akan temukan bahwa kalimat ini hanyalah apa yang tata bahasa sebut dengan kata keterangan. Betul kan, ya?

Disini tidak ada subyek maupun predikat yang tampak. Nah, dalam bahasa Arab, kondisi seperti ini mengharuskan penyimpanan sebuah kalimat lain, yaitu minimal subyek plus predikatnya.

Siapa subyek dan apa predikatnya? Disinilah hebat dan dahsyatnya Al-Quran. Subyek dan predikat sengaja tak tertulis agar, diantaranya, pengamalan Basmalah lebih universal. Bisa dibaca oleh siapa saja dan untuk aktivitas yang tak terbatas. Andai saja subyek dan predikat disebutkan, sudah pastilah pesan Jibril di atas dan anjuran hadits untuk memulai aktivitas yang bernilai itu menyempit, jika tidak sangat sempit.

Basmalah Dimensi Tauhid

Masih nyambung dengan sebelumnya. Dalam gramatik Arab, mendahulukan kata keterangan dan sejenisnya atas subjek-predikat yang diakhirkan (lebih-lebih tersimpan dalam konteks ini), itu mengandung arti "hanya".
Katakanlah, kita hendak berkativitas, kita mengucapkan Basmalah. Maka, kurang lebih terjemah komplitnya seperti ini, "Hanya dengan nama Allah ar-Rahman ar-Rahim, aku beraktivitas." Dengan artian demikian, kita benar-benar tengah mentauhidkan Allah dalam awal segala perbuatan kita; Bahwa hanya berkat-Nya lah kita bisa berbuat, dan tanpa-Nya kita tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan kita bukanlah siapa-siapa dan apa-apa dengan tanpa nama-Nya.

Rasa dimensi ini hampir sama, ya, dengan makna hawqalah? Yap, karena itulah, Rasulallah Saw menjamin bahwa siapa saja yang membaca “Bismillahirrahmanirrahim wa laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adzim”, niscaya Allah akan menyingkirkan darinya tujuh puluh pintu dari segala jenis bala`, rasa galau, sedih, dan stress. Dengan pendekatan dimensi Tauhid ini, kita akan sedikit menyibak hikmah; kenapa Rasulullah menggabungkan dua kalimat sakti Basmalah dan Hawqalah dalam hadits ini.

Jadi, dengan menghadirkan dimensi Tauhid ini dalam Basmalah, kita senantaisa merasakan wujud dan kehadiran-Nya dalam setiap lini kehidupan kita, dan mestinya meningkatkan keimanan kita kepada-Nya. Makanya, selain hadits kesaktian Basmalah-Hawqalah barusan, tidak heran Syekh Nawawi Banten ngasih amalan untuk kita: ketika Basmalah dibaca dua puluh satu (21) kali sebelum tidur, maka malam itu kita akan aman dari syaitan, rumah kita pun aman dari para pencuri, aman dari mati “dadakan” dan dari segala marabahaya lainnya. Khasiat ini tidak lain sebab siapa yang senantiasa mengingat Allah dan menghadirkan-Nya, niscaya ia dalam perlindungan Allah, bawaan hatinya pasti selalu tenang dan wajahnya meneduhkan.

Basmalah Dimensi Fiqh

Beda dimensi, beda rasa. Bagaimana Basmalah dengan dimensi fiqh? Masih ingat sasaran ilmu fiqh itu apa? Yep, betutl; segala aktivitas keseharian (‘amaly), termasuk membaca Basmalah. Karenanya, ulama membagi hukum membaca Basmalah menjadi lima:
1. Wajib, seperti membaca surat Al-Fatihah dalam Salat.
2. Sunnah untuk aktivitas-aktivitas yang bernilai positif menurut Syariat, seperti makan, minum, keluar dari rumah ke kampus, dan sebagainya. Berselancar di dunia maya pun ada baiknya membaca Basmalah, agar lebih berkah dan hati lebih kokoh menghindari hal-hal negatif, terutama yang berbau parno dan fitnah.
3. Haram untuk aktivitas yang diharamkan sebab dzatnya, seperti minum bir, menghisap narkoba, mencuri, menikmati kecantikan perempuan, dan lain-lain. Membaca Basmalah saat melakukan perkara-perkara haram semacam ini sama sekali tidak meringankan kadar dosa, tapi justru menambahnya.
4. Makruh ketika melalukan perbuatan yang makruh karena dzatnya, seperti mencabut uban. Sebelum mencabutnya, kita baca Basmalah dulu; malah kita telah melakukan duo makruh sekaligus.
5. Mubah untuk perbuatan yang mubah, seperti mindahin barang, dan lain-lainnya.
Namun, Syekh Muhammad Ba’athiyyah menyatakan hukum membaca Basmalah tidak ada yang mubah, sebab apa yang dasar hukumnya sunnah, takkan pernah tertimpa hukum mubah. Jadi, menurut pendapat ini, setiap aktivitas mubah bila dimulai dengan Basmalah akan menghasilkan pahala keberkahan. Nampaknya, pendapat ini merupakan revisi atas pembagian lima hukum Basamalah, yang beliau sendiri paparkan di Syarah Ad-Durratul Yatimah. Wallahu a’lam

Tafsir Simbolik Basmalah: Kisah Nabi Isa dan Sang Guru

Nah, setelah berjelajah tiga dimensi ini, mari kita akhiri dengan sebuah kisah yang terekam dalam beberapa kitab Tafsir seperti Ibn Katsir dan At-Thabari.

Dikisahkan, bahwa Siti Maryam pernah memasrahkan putranya, Nabi Isa ‘alaihis salam, kepada seorang guru buat belajar. Di awal pelajaran, sang guru memerintahkan Nabi Isa agar membaca Basmalah terlebih dahulu. Namun, apa respon sang Nabi yang sudah ‘alim sejak lahir ini? Beliau malah balik bertanya,

“Anda tahu apa itu Bismillahirrahmanirrahim?”

“Aku tak tahu,” jawab sang guru jujur dengan rendah hati.

Dengan kecerdasan dan kebijakannya, Sang Nabi justru mengajarkan sang guru tafsir Isyari di balik pemilahan kata per kata dalam Basmalah ini.

Ba’ disini, ujar Nabi ‘Isa, adalah Baha`ullah (Keindahan Allah), Sin-nya Sanaa`uhu (Keluhuran-Nya), Mim-nya merupakan Mulkuhu (Kerajaan-Nya), dan Allah adalah nama Tuhan Sang Raja Diraja, sedangkan Ar-Rahman berarti yang maha pengasih di dunia, sementara Ar-Rahim yang maha penyayang di Akhirat.

Demikianlah salah satu tafsir Rabbany yang Nabi Isa ajarkan kepada sang guru dan juga kepada kita sekarang. Semoga melalui tiga dimensi Basmalah ini setiap kali kita membacanya, terbesitlah dalam diri kita keindahan, keluhuran, kekuasaan, dan ketuhanan Allah yang kasih sayang-Nya mendahului adzab-Nya; sehingga pintu-pintu Setan pun tertutup rapat, menjauh dari pelupuk mata hati kita. Amiin

Dan akhirnya, selamat memaknai Basmalah kembali!

Rabu Larut, 17 Februari 2016 di Ampang-Kuala Lumpur

*) Ditulis untuk POS#4 KMNU IIUM dan Kalam Ulama
Sumber Utama: Syarah-syarah Safinah Najah yang telah disebutkan pada POS#1.
Sila baca juga POS#2 dan POS#3 sebelum ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun